Mohon tunggu...
Galih Arozak
Galih Arozak Mohon Tunggu... Lainnya - Buruh

Merekahkan senyum, memayungi siapa pun

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Seperti Apa Rasanya Lapar?

10 April 2020   22:29 Diperbarui: 10 April 2020   22:36 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang punya alasan masing-masing untuk mudah jatuh cinta atau sebaliknya. Datangnya rasa (baca:cinta) tak perlu banyak alasan, bahkan sebagian datang tanpa alasan. Untuk yang tak mudah jatuh cinta, inilah yang banyak sebabnya. Sebagian tak menghendaki jatuh cinta karena merasa parasnya tak memiliki nilai jual bagi lawan jenisnya, sebagian lagi menyadari dompetnya tak mampu membeli dua porsi bakso untuk setiap kali tempo ngedate bersama doi. Alasan kedua itulah yang dialami Bejo selama ini. Bahkan untuk mengisi perutnya sendiri, ia harus makan siang hari agar bisa menahan lapar hingga malam, dan makan malam hari hingga datang waktu makan siang. Itulah sebab Bejo tak terburu jatuh cinta. Karena ia menyadari bahwa selain hati, cinta juga butuh materi.

Selepas masa kuliah purna, status yang tadinya mahasiswa, kini berubah menjadi pekerja. Meski pekerjaannya tak terlalu bergengsi, setidaknya ia sekarang bisa makan tiga kali dalam sehari. Menyadari kondisinya sekarang, Bejo memberanikan diri dan membuka besar peluang untuk jatuh cinta, dompetnya telah mampu membeli 2 porsi pecel lele maupun ayam bakar pojokan.

Suatu malam, bersama seorang gadis yang telah lama dikenalnya sewaktu kuliah, Bejo mengitari Kota Jogja yang istimewa itu. Sampai ketika, mereka berhenti di salah satu warung di sepanjang Jalan Malioboro. Setelah pesan makan dan tak kunjung datang. Cika, gadis yang malam itu bersama Bejo, tampak tak sabar karena perutnya sedari awal sudah bunyi tanda ia lapar.

"Lama sekali ya, tak tahu kah kalau yang pesan itu sudah lapar." Gumamnya sambil tangannya menyangga dagu tanda kesal.

"Kalau pun tahu, apakah pesananmu lebih cepat datang? Kalau sudah jadi ya pasti diantar, Cik." Jawab bejo dengan melempar sedikit senyum.

"Tapi sudah lapar sekali, perutku sampai bunyi dari tadi."

"Rasakan saja, Cik. Seperti itulah rasanya lapar. Supaya kelak, bisa kau ceritakan pada siapa saja, apa itu lapar." Bejo sengaja membuka perbincangan yang pasti disangkal Cika, supaya mengulur waktu dan tak terasa menunggu lama.

"Semua orang pernah merasa lapar, Jo. Siapa juga yang akan bertanya, seperti apa rasanya lapar?"

"Betul sekali, Cik. Tapi rasa lapar kita dan lapar orang lain bisa berbeda. Perbedaan itulah yang bisa diceritakan."

"Apa maksudmu, Jo?" Cika tampak bingung sekaligus kesal.

"Sebentar lagi, rasa lapar kita akan berubah jadi kenyang. Tak lama setelah pesanan kita datang. Berbeda dengan orang-orang lapar di emperan pasar Beringharjo, maupun bapak-bapak becak kayuh di jalanan itu. Untuk mengubah rasa lapar jadi kenyang, mereka harus mengeluarkan keringat dulu, mengayuh becak beberapa kilometer dulu."

Cika terdiam. Beberapa detik mendadak tak ada suara diantara Bejo dan Cika, hingga pesanan mereka datang.

"Sudah datang, ayo kita makan. Tak perlu berkeringat dulu kan untuk kenyang, malahan nanti keringat kita keluar kalau sudah kenyang." Ucap bejo sambil melempar senyum ke arah Cika.

Mereka makan dengan lahap, tak satu pun nasi tersisa di piring Bejo. Berbeda dengan Cika, ia menyisakan sambal dan sedikit timun. Mereka berkeringat karena makan pedas. Dan benar saja seperti dikatakan Bejo di awal.

"Masih lapar, Cik?" Tanya Bejo sambil mengusap keringat yang mengalir dari pelipis.

"Kenyang, Jo. Kan sudah makan."

"Ingat-ingat rasa kenyangmu sekarang, Cik, juga rasa-rasa yang lainnya. Kelak, kita bisa cerita seperti apa macam rasa dalam hidup ini dan bagaimana kita melaluinya. Tentu ceritanya tak menarik, kalau kita melaluinya dengan kemurungan."

Cika mengangguk, tak lama ia tersenyum sembari berdiri dan mencangklong tasnya. Ia hendak membayar makan, tapi Bejo lebih dahulu beranjak untuk membayarnya. Tak seperti biasanya, Bejo selalu pura-pura mencari kesibukan agar dibayarin terlebih dahulu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun