Filsafat adalah Mode of thinking (cara berpikir). Dan filsafat bisa dikatakan sah bila sudah memenuhi empat syarat, yaitu: Kritis (tidak menerima apa adanya dan tidak juga menolak mentah-mentah sebuah keputusan atau lain sebagainya), Radikal, Sistematis, dan Universal. Hal ini harus lengkap dan saling melengkapi guna melatih cara berpikir yang ekstrim dan berdampak baik bagi kalangan yang berjumlah banyak dengan langkah yang bisa dikatakan mengejutkan.
Mahasiswa atau bisa disebut dengan Kaum Tengah itu mendapat mandat oleh masyarakat untuk menjadi pemimpin atau bisa di bahasakan menjadi kepala gerbong sebuah kereta. Menghadapi segala problem dan keresahan masyarakat yang di audiensikan oleh mereka kepada para mahasiswa harus menghasilkan bentuk out put yang baik. Contoh kecilnya: Merubah tradisi masyarakat Indonesia (terutama) yang dinalar sangat tidak etis bahkan bisa dikatakan sangat merepotkan sebelah pihak saja. Beliau (Pak Dul) menyebutkan satu contoh problem yang sudah menjadi tradisi di suku Jawa ini adalah kerepotannya para masyarakat ketika ada salah seorang dari anggota keluarga dekatnya yang meninggal dunia.
Sudah sangat sering terjadi orang yang sedang berduka karena hal yang tersebut diatas seakan harus memberi suguhan atau jamuan kepada para tetangganya yang akan mengiringi jenazah ke makam baik itu secara mewah atau tidak namun yang sering terjadi itu (mudahnya) jika tidak menjamu tetangganya dengan jamuan yang dianggap mewah, mereka (orang-orang yang berduka) merasa sungkan atau tidak enak kepada para tetangganya. Kenapa demikian?? Karena problem ini seakan sudah mendarah daging bagi masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa menganggap hal demikian sudah menjadi tradisi yang sejak dahulu ada dan berjalan dengan sedemikian rupa. Padahal menurut saya pribadi leluhur Jawa terdahulu yang dikenal sebagai ras yang lemah lembut serta luhur budi pekertinya saya rasa akan sedikit lebih mempertimbangkan soal "menjamu mewah" ini. Dari sini saja sudah agaknya kelihatan tidak serasi. Ini tentu perlu diperbaiki, bukan dianulir!
Jika problem ini terus berlanjut, lalu bagaimana nasib orang-orang yang tidak mampu?? Apakah bakal kita sikapi dengan cemoohan dan hinaan?? Sebenarnya kita bangsa Indonesia pada umumnya dan bangsa Jawa pada khususnya berpegang teguh pada prinsip yang seperti apa?? Apakah prinsip yang memberatkan sepihak itu yang kita pegang?? Kemudian jika iya, apa yang akan kita ucapkan jika nasib tidak mampu itu menimpa kita?? Ingin memberatkan sepihak itu harus berkaca terlebih dahulu! Bagaimana jika yang menjadi aktor tidak mampu itu sebagian dari kita?
Maka dari itu, hendaknya problem ini di sikapi secara fleksibel saja, bagaikan air yang menyesuaikan tempat den situasi kondisinya. Masyarakat yang mampu dipersilahkan untuk menjamu dengan mewah dan untuk yang tidak mampu, para tetangganya tidak usah memberi paksaan untuk menjamu dengan mewah atau bila perlu tidak usah menjamu daripada merasa diberatkan oleh para tetangga.
Tanggapan saya tentunya penuh pertimbangan yang saya sesuaikan dengan kemaslahatan untuk masyarakat sebab ada kaidah ushul fikih yang berbunyi:
Artinya: "Tasarruf-nya (sistem alokasinya) Imam atau pemimpin harus sesuai dengan kemaslahatan". Berhubung saya merasa menjadi kaum tengah yang diberi mandat oleh masyarakat sebagai pemimpin maka hal demikian yang saya lakukan saya rasa sudah sangat relevan untuk masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Jawa pada khususnya. Beri saya kritik saran bila banyak kesalahan dalam penulisan saya agar pribadi saya dapat berkembang jauh lebih baik untuk kedepannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H