Mohon tunggu...
M. Zaky Royyan
M. Zaky Royyan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa STAI Al Anwar Sarang Rembang Jawa Tengah

Membacalah seperti Bung Hatta, dan menulislah seperti Buya Hamka

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ini Cinta Bukan Cerita

3 Juli 2024   10:55 Diperbarui: 3 Juli 2024   11:14 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Salam kenal, aku, bocah amatiran soal agama, pernah berjalan menyusuri hutan belantara. Langkah demi langkah aku berjumpa dengan Sipang Lima yang mempunyai masing masing pesona dan aura yang berbeda. Lalu, aku bertanya pada salah satu pohon dari setiap simpangnya, berawal dari simpang pertama hingga simpang kelima. 

"Wahai pohon simpang pertama, jalan manakah yang patut aku lewati?", kemudian pohon itu menjawab: "Berjalanlah pada simpang pertama ini! Maka kau akan tahu perihal seni rupa duniawi", sungguh mempesona, ucap balas olehku, kemudian akupun bergegas mematuhinya. Selesai sudah menyusuri simpang pertama akupun lanjut menuju simpang kedua, jawabannya pun sama berbentuk ajakan lalu akupun menyusuri dunia asmara yang begitu merona. 

Telah habis perjalanan menyusuri simpang kedua aku lanjut ke simpang ketiga. Hal yang sama aku lakukan, dan masih sama akupun menyusurinya dan merasuk pada diriku babakan-babakan kesusastraan. Angkat kaki dan beranjak menuju simpang selanjutnya yaitu simpang keempat dan sehabis menyusurinya aku mendapat berbagai pola dan sighat tentang antropologi, kimia, dan fisika. Dan akhirnya sampai pada simpang kelima.

Sesuai dengan Rukun Islam yang berjumlah lima dan simbol bintang lima dalam logo Nahdlatul Ulama yang bagian atas bermakna: Rasulullah SAW dan empat khulafaurrasyidin (sahabat-sahabatnya) bahwa simpang kelima ini tidak lepas dari perihal keagamaan. 

Selesai sudah aku bertanya dan kembali mendapat penjelasan seperti pada simpang yang lainnya yang juga berbentuk ajakan untuk menyusuri kedalamnya. Setelah selangkah kakiku memulai penyusuran kedalamnya, malaikat maut yang tak diundang menghampiriku kemudian langsung mencabut jiwa mungilku, oh sungguh mengagetkan.

Singkat cerita, jiwaku ditempatkan daalam alam dimana seluruh penyusuran dan segala apa-apanya diriku di dunia dituntut untuk mempertanggung jawabkannya, dan diriku diberi peringatan bahwa diriku telah salah dalam memilih langkah awal penyusuranku dalam simpang-simpang yang telah tersebut tadi karena memandang dari segi pesona, rona, dan estetikanya. Sedih dan kecewa menyelimutiku, niskala pamanggih telah tercipta dan tersedia namun diriku lalai tak meraihnya, berakhir sia-sia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun