Mohon tunggu...
M. Zaky Royyan
M. Zaky Royyan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa STAI Al Anwar Sarang Rembang Jawa Tengah

Membacalah seperti Bung Hatta, dan menulislah seperti Buya Hamka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dampak Negatif Polemik Nasab Keluarga Ba'alawi Terhadap Integrasi Nasional

29 Mei 2024   20:00 Diperbarui: 29 Mei 2024   20:06 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Keluarga Baalawi adalah Keturunan Rasulullah dari jalur nasab Sayyidina Husain kemudian disebut Baalawi karena Ba' adalah bentuk dialek Hadramaut dari Bani yang berarti Baalawi adalah Bani Alawi (keturunan Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir) yang biasa di kenal oleh masyarakat Indonesia dengan sebutan habib atau sayyid karena memang mayoritas keturunan dari Rasulullah yang berada di Indonesia termasuk dari keluarga Ba'alawi. Sejak dahulu para habaib dengan para ulama mempunyai hubungan yang sangat mesra dan tentunya itu sesuai dengan harapan Rasulullah yang diutus oleh Allah sebagai rahmatan lil alamin. 

Polemik yang di gelar oleh Kiai Imaduddin Utsman, Pengasuh Pondok Pesantren Nahdlatul 'Ulum ini menjadikan keambiguan pada pandangan saya terhadap latar belakangnya. Sebab tindakannya yang menantang kesahihan nasab keluarga Alawi bin Ubaidillah sebagai penerus genetika Nabi Muhammad SAW ini di publikasikan lewat media sosial yang disana sangat berpotensi cepat tersebarluaskan. 

Kalaupun ingin menunjukkan kebenaran alangkah baiknya tidak perlu di publikasikan lewat media sosial, karena dampaknya sangat menggiring opini yang pada saat ini bisa saya rasakan sangat merusak integrasi nasional bangsa Indonesia. Karena eratnya hubungan kiai dengan habaib sudah diakui oleh banyak tokoh agama sekaligus masyarakat contohnya: Habib Luthfi bin Yahya dan al-Maghfurlah KH. Maimoen Zubair, yang mengatakan bahwa hal ini termasuk kekuatan besar yang di miliki oleh bangsa Indonesia. Dan saya rasa hal ini juga sejalan dengan konsep Integrasi Nasional karena dilihat dari mayoritas penduduk Indonesia yang memeluk agama Islam. Ibarat kata jika mayoritasnya saja terpecah belah bagaimana jadinya nasib minoritas dan keutuhan negaranya?

Contoh kecilnya saja yang telah saya amati mulai dari awal munculnya polemik nasab ini hingga sekarang yaitu adanya pembagian kubu di kalangan kiai, kubu pertama yang pro dengan habaib, dan kubu kedua yang kontra dengan habaib. Banyak sekali para kiai yang dahulunya sangat ta'dzim dengan para habaib, dan setelah munculnya polemik ini ta'dzimnya terasa semakin berkurang bahkan ada yang hilang. seperti jika kita berkaca kembali dengan sejarah habaib dengan ulama yang saling menghormati yaitu kisah Zaid bin Thbit dengan Ibnu 'Abbas.

Imam al-Ghazali dalam kitabnya 'Ihya 'Ulm al-Dn' mengutip perkataan Imam al-Shibly yang mengatakan: ketika Zaid bin Thbit selesai melaksanakan sholat jenazah, ia mendekati keledai, hewan tunggangannya, untuk dinaiki guna digunakan sebagai kendaraannya. Kemudian datanglah Ibnu 'Abbas dan meraih tali tunggangan keledai Zaid bin Thbit (maksud dari Ibnu 'Abbas adalah hendak menuntun tunggangan itu), lalu Zaid bin Thbit mengatakan kepadanya: "tinggalkanlah atau lepaskanlah tali itu wahai putra paman (sepupu) Rasulullah!. 

Maka Ibnu 'Abbas pun mengatakan : "beginilah atau seperti inilah kami diajarkan untuk berbuat kepada para ulama' dan para pembesar. Lalu kemudian Zaid bin Thbit menyium tangan Ibnu 'Abbas dan berkata kepadanya: "beginilah atau seperti inilah kami diajarkan untuk berbuat pada Ahl Bait Nabi kita Muhammad shalla allah 'alayhi wa sallam. Hadis ini diriwayatkan oleh al-Thabrn, al-kim, dan al-Baihaqi di dalam kitab al-Madkhal kecuali dalam kalimat 'beginilah kami berbuat'. Imam al-kim mengatakan: sanadnya sahih pada sharat Imam Muslim. 

Dari kisah di atas dapat kita petik hikmah atau pelajaran bahwa Zaid bin Thbit yang merupakan ulama' dan Ibnu 'Abbas saling menghormati dan ta'dhim antara satu sama lain yang tidak bukan adalah antara ulama' dan ahl bait Rasulullah (habaib). Kedua tokoh tersebut memberikan contoh yang seharusnya dilakukan oleh ulama' dan para keturunan Nabi, yakni dapat menghormati satu sama lain.

Semestinya hal ini perlu diperhatikan oleh para ulama' dan para keturunan nabi, karena rasa ta'dhim di antara keduanya merupakan pandangan bahwa tidak ada yang lebih mulia di antara keduanya-keduanya sama-sama memiliki kemuliaan- tetapi keduanya tetap saling memberi kemuliaan. Ulama' merupakan penerus nabi, sedangkan habaib juga merupakan keturunan dan keluarga nabi. Padahal Ibnu 'Abbas merupakan sepupu Rasulullah, tetapi Zaid bin Thbit t tetap memberikan penghormatan pada Ibnu 'Abbas yang statusnya adalah keluarga nabi.

Sebaiknya polemik mengenai nasab ini tidak perlu menjadikan kita fanatik terhadap pandangan Kyai Imad yang dapat memicu perpecahan di antara umat Islam, dikarenakan Nabi Muhammad juga memberikan wasiat pada umat Islam dalam hadis yang dikutip Shaikh asan 'Ali bin Muhammad al-Jallab dalam kitabnya Manaqib Ahl-Bait dengan jalur periwayatan ijazah Ahmad bin Muhammad bin 'Abdul Wahab dari Umar bin Abdullah bin Shdhab, dari ayahnya, dari Muhammad bin al-Husain bin Ziyd, dari al-Husain bin Idrs al-Anri dari 'Uthmn bin Muhammad (bin Abi Shaibah), dari Jarr bin 'Abdul umaid mengatakan:

"aku melihat Nabi salla 'alayhi wa sallam di dalam mimpi memegang tanganku (bergandeng tangan) dan aku sedang berjalan bersamanya di sebuah jalan setapak, aku berkata: "wahai Rasulallah apakah engkau memberikan wasiat kepada umatmu dengan ahl bait atau keluargamu?" lalu Nabi menjawab: "aku mewasiatkan umatku kepada ahl bait atau keluargaku, dan aku mewasiatkan ahl baitku atau keluargaku kepada (dengan) umatku".

Maka sudah jelas bahwa sebagai umat Nabi Muhammad penting bagi kita semua baik itu dari kalangan santri, kiyai, maupun habaib, untuk mengingat hadis ini dan menjaga satu sama lain. Supaya dapat terwujudnya perdamaian dan persatuan yang kuat antar sesama umat Islam dan juga mempertahankan integritas nasional di negeri kita tercinta ini, negeri yang kaya akan keberagaman tetapi tetap sama satu bangsa dan negara, yaitu Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun