[caption id="attachment_294644" align="aligncenter" width="362" caption="Dr.Mohammad Yahya Waloni, lebih layak jadi panutan (sumber:www.answering-islam.org)"][/caption]
Membaca artikel seorang kompasianer http://sosok.kompasiana.com/2014/02/08/asmirandah-layak-digugu-dan-ditiru-630494.html pikiran saya merasa terganggu karena mudahnya menjadikan seorang panutan (teladan). Menurut penulis artikel tersebut, Andah sudah memilih keyakinannya yang baru dan menjalankan dengan sungguh-sungguh keyakinannya tersebut dan karena itulah Andah layak dijadikan teladan dan layak ditiru.
Panutan atau teladan merupakan sosok yang memberikan contoh yang baik dalam kehidupannya sehari-hari sehingga kalau semua orang meniru sikapnya tersebut kehidupan umat manusia akan menjadi lebih baik sebagaimana yang telah diteladani sosok tersebut.
Namun saya tidak setuju kalau Andah dijadikan panutan hanya karena kelihatan dia menjalankan dengan sungguh-sungguh keyakinan barunya tersebut. Ini hal yang menyesatkan bagi umat beragama. Meneladani orang yang belum tentu yakin dengan keyakinan barunya itu adalah menyesatkan.
Saya yakin Andah memilih keyakinan barunya bukan karena dia telah mempelajari agama barunya itu secara menyeluruh, apakah dalam waktu hanya beberapa hari dia bisa mempelajari semua ajaran kristen dan merasa yakin bahwa kristen lah yang paling benar dibanding Islam dan saya yakin sebelumnyadia juga belum memahami ajaran Islam dengan lebih baik. Apalagi dengan usia yang masih sangat belia, tentu faktor emosi lebih mendominasi jiwa Andah ketimbang logika berfikirnya dalam menentukan agama barunya.
Dia menjalankan ibadah agama barunya dengan sungguh seperti di poto-poto itu saya yakin juga bukan karena dia merasa agama barunya lebih benar tapi karena dia merasa nyanyi-nyanyi itu membuat dia heppi dan sesuai dengan darah selebritasnya.
Kalau seorang pendeta yang sudah betul-betul memahami ajaran kristen dan tiba-tiba berbalik memeluk Islam saya lebih setuju itu dijadikan panutan dan layak ditiru karena dia sudah betul-betul memahami kedua agama tersebut.
Kalau sekarang kita jadikan Andah sebagai panutan dan kita tiru, dan beberapa waktu kemudian tiba-tiba suaminya mendapat hidayah masuk Islam dan Andah juga mengikutinya dan mereka menjalankan ajaran Islam juga dengan ‘sungguh-sungguh’ apakah juga bisa dijadikan panutan dan layak ditiru.
Akhirnya, saya menghimbau penulis untuk hati-hati mengajak pembaca untuk manut dan meniru cara Asmirandah. Asmirandah bukan panutan dan tidak layak ditiru oleh umat beragama. Saya setuju kalau orang yang betul-betul sudah mengerti dan paham dengan agama lamanya dan membandingkan secara komprehensif dengan agama barunya dan akhirnya dia menentukan pilihan sesuai dengan hati nuraninya dan logika berfikirnya, itulah yang layak dipanut dan ditiru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H