Karenanya, tulisan ini ingin mengetengahkan kembali persoalan masyarakat adat yang berada di jalan sunyi ini. Bahwa pemiskinan dan diskriminasi terhadap masyarakat adat tidak boleh alpa dan dianggap biasa dalam kehidupan kita. Bahwa persoalan masyarakat adat yang disepelekan dan disederhanakan – dalam hal ini baru disinggung persoalan tanahnya – berarti mengingkari konsensus bersama tentang ke-Indonesia-an. Ia juga sebuah inkonsistensi atas amanat dalam konstitusi kita UUD 1945, yang tertuang dalam Pasal 18 B Ayat (2) dan Pasal 28 I Ayat (3) tentang masyarakat adat dan hak-haknya.
Kemarin HMAS, besok HUT RI ke-65. Entah, bagaimana kita menjawab pertanyaan lelaki Punan di atas soal hutan dan identitasnya. (ROY THANIAGO)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H