Lanjutan bagian 1
Energi Surya, Angin, Air, dan Geotermal: Harapan Baru Energi Listrik
Macam-macam Energi Baru dan Terbarukan
Paling sedikit, ada lima jenis sumber energi baru dan terbarukan, yaitu:
- Surya
- Angin
- Air
- Geotermal
- Biomassa
Bahan bakar nomor 1 sampai 4 digunakan dalam bentuk energi tak bergerak, yaitu lsitrik, sedangkan nomor 5 dan 5 merupakan sumber energi yang bergerak (mobile).
Berikut ini pemaparan tentang jenis-jenis energi tersebut.
Energi Surya
Dari semua sumber energi yang ada, energi surya (sinar matahari) adalah energi yang paling konsisten ketersediaannya karena bersinarnya matahari tidak dipengaruhi oleh keadaan-keadaan di bumi. Selama matahari tetap bersinar, sel surya pun siap untuk menerangi bumi.
Masalahnya, energi ini hanya cocok di tempat-tempat yang bukan hanya banyak menerima sinar matahari saja, tetapi juga yang sinar mataharinya konsisten atau cenderung tetap dari waktu ke waktu.
Dari kriteria-kriteria tersebut, daerah gurun dan daerah tropislah—daerah sekitar garis khatulistiwa—yang paling ideal untuk memanfaatkan energi surya karena selain jumlahnya yang banyak, paparan sinar mataharipun cenderung konsisten sepanjang tahun. Dalam hal ini, Indonesia merupakan salah satu lahan ideal tersebut!
Sinar matahari dapat digunakan dalam dua bentuk, yaitu panas dan listrik.
Pemanfaatan sinar matahari sebagai panas yang paling sederhana adalah saat kita membakar daun atau kertas dengan menggunakan kaca pembesar. Contoh lainnya adalah menggunakan cermin-cermin untuk memfokuskan sinar matahari ke sebuah panci untuk memasak.
Sinar matahari diubah menjadi listrik menggunakan alat yang disebut sel surya. Diantara lima jenis energi yang sudah disebutkan, sel surya mungkin merupakan alat konversi (pengubah) energi yang paling canggih, mahal, dan kurang efisien. Saya katakana tidak efisien karena dengan kerumitan teknologinya dan harganya yang mahal, sel surya tidak mampu menghasilkan listrik dalam jumlah yang cukup besar.
Lampu-lampu bertenaga surya dapat kita lihat di jalan-jalan tol kota Jakarta. Selama siang, sel surya mengubah matahari menjadi listrik. Listrik yang dihasilkan selanjutnya disimpan dalam sebuah “baterai”. Ketika malam hari, lampu menggunakan listrik dari baterai.
Di Indonesia, sudah ada beberapa lembaga penelitian di bidang ini, mulai dari merancang komponen sel surya, memfokuskan cahaya matahari, sampai merancang baterainya. Untuk hal komersial, setahu saya sebuah perusahaan swasta di Indonesia sudah mulai melakukan produksi sel surya ini. Semoga suatu saat Indonesia mandiri untuk teknologi ini karena di Nusantara kita lah energi surya amat melimpah.
Energi Angin dan Air
Energi angin dan air sudah dikenal cukup lama. Di Indonesia sendiri, beberapa PLTA menjadi pemasok listrik andalan Indonesia. Namun, PLTA yang ada sekarang menggunakan aliran air yang deras dan aliran yang demikian deras tidak mudah didapati.
Oleh karena itu, yang dikembangkan sekarang bukan sekedar teknologi seperti PLTA saat ini, tapi teknologi-teknologi yang mampu menghasilkan listrik bahkan di arus yang lemah seperti sungai. Teknologi PLTA dari arus air yang lemah ini sering disebut microhydro power atau bahkan ada yang sampai pikohydropower.
Untuk teknologi pembangkit listrik tenaga angin (PLT Angin), Indonesia juga sudah mulai memanfaatkan walau belum teralu luas. Kincir-kincir angin pembangkit listrik PLN sudah berdiri di beberapa tempat, terutama di pedesaan. Kincir angin ini biasanya tinggi sekali. Mengapa? Karena semakin jauh dari daratan, angin semakin kencang. Bayangkan ketika berdiri di atas rumah/gedung, pasti kita merasakan angin bertiup lebih kencang. Tempat yang paling ideal untuk meletakkan kincir-kincir angin ini justru bukan di daratan, tetapi di lautan. Tapi, tidak mudah pula mendirikan kincir angin di tengah laut, sehingga masih sedikit kincir angin yang dibangun di lepas pantai.
Bagaimana listrik dihasilkan dari angin dan air? Angin dan air akan menggerakan apa yang disebut turbin, melalui kincir angin, atau baling-baling PLTA di air. Melalui gerakan yang terjadi, dihasilkan lah listrik oleh alat yang disebut generator.
Produsen terbesar peralatan PLT Angin saat ini adalah China yang disusul oleh Amerika.
Energi Geotermal atau Energi Panas Bumi
Energi geotermal memanfaatkan panas yang terkandung di dalam bumi. Banyak sekali embangkit-pembangkit listrik saat ini menggunakan batubara dan diesel lewat pembakaran. Pembakaran batu bara dan diesel ini kemudian menghasilkan kalor/panas yang kemudian diubah menjadi listrik. Pada Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTB), kalor/panas yang tadinya disediakan oleh pembakaran batu bara, kini disediakan oleh panas bumi.
Semakin ke bawah (semakin dalam dari tanah), bumi semakin panas. Akan tetapi, suhu bumi ini berbeda-beda tergantung letaknya secara geografi. Di daerah-daerah pegunungan kenaikan suhu di bawah permukaan tanah jauh lebih cepat daripada di daerah dataran rendah. Seiring makin panasnya bumi di tempat yang makin dalam, pada suatu titik, bumi sedemikian panas sehingga batu-batu mencair—kita sebut batuan cair ini “magma”.
Untuk mengambil panas bumi ini, kita menyuntikkan air ke dalam tanah sampai kedalaman yang cukup untuk membuatnya mendidih. Di daerah pegunungan, suhu bumi di kedalaman 4 sampai 5 km, suhu bumi sudah di atas 100oC. Namun untuk alasan ilmiah, air disuntikkan lebih dalam lagi.
Air yang mendidih dan berubah menjadi uap ini kemudian bergerak naik, seperti uap air dari ketel/ceret/panci yang mendesak naik setelah mendidih. Para insinyur membuatkan jalan/lobang/saluran bagi uap ini untuk naik ke atas. Di permukaan tanah, uap panas inilah yang selanjutnya menggerakan turbin dan generator yang pada akhirnya menghasilkan listrik. Air atau uap yang keluar dari turbin kemudian dimasukkan lagi ke dalam tanah untuk dipanaskan kembali di dalam bumil
Suatu hal yang menarik saya baca dari artikel harian Kompas berjudul “Memanen Aren dari Panas Bumi” beberapa hari lalu. Di sebuah lokasi pembangkit listrik tenaga panas bumi, yaitu di kelurahan Lahendong, Tomohon, Sulawesi Utara, warga memanfaatkan “limbah” pembangkit listrik untuk menghasilkan aren. Karena uap keluar dari dari turbin masih sangat panas, para petani aren memasang pipa untuk uap panas itu untuk memanaskan air nira. Ketika air nira dipanaskan, terbentuklah gula aren. Di artikel tersebut dikatakan, sebanyak 6.285 petani menikmati “limbah” ini dan menyelamatkan 200 pohon yang tadinya digunakan sebagai kayu bakar untuk memanaskan air nira. Sangat menarik! Bukan hanya menyediakan energi yang lebih murah dan ramah lingkungan, energi baru juga berpotensi meningkatkan perekonomian dan menyelamatkan lingkungan.
Tak diragukan lagi, Indonesia yang terletak di cincin api dunia—jajaran gunung-gunung api paling aktif di muka bumi, merupakan tempat yang tenaga panas buminya melimpah ruah. Tak heran, saat ini Indonesia sudah mampu merancang dan membangun PLT Panas Bumi secara mandiri tanpa bantuan yang besar dari pihak asing. Sebuah prestasi yang patut kita banggakan. Puluhan PLT Panas Bumi seperti PLTPB Dieng, Wayang Windu, Kamojang, dan Lahendong sudah mulai melepaskan kita dari perbudakan bahan bakar fosil. Kita berharap penguasaan teknologi kita makin maju dan penggunaan panas bumi semakin optimal.
Berlanjut ke bagian 3: Biomassa, Pengganti Minyak Bumi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H