Sering... sekali saya mendengar istilah EQ ini. Waktu kuliah dulu, mereka bilang, IQ dan IP bukan yang utama, tapi EQ lah yang penting. Di kantor, bos juga bilang begitu. Saya berpikir, apa sih EQ ini, penting banget ya?
Ya, EQ selalu didengung-dengungkan sebagai sesuatu yang penting untuk menunjuang IQ dalam meraih kesuksesan dalam hidup. Saya pribadi tidak suka dengan istilah-istilah yang sifatnya moralitas dan normatif, tapi tak ada dasar ilmiahnya. Saya tidak suka slogan-slogan buku/seminar "sukses usaha dalam sekejap" atau "pintar matematika 30 menit". Jadi, kadang saya pikir, kata-kata "EQ" dan "kesuksesan" yang banyak ditawarkan media hanya sebuah kata inspiratif dan menggugah, tetapi kosong. Sampai akhirnya saya menemukan penjelasan sistematis tentang EQ ini dan mengkonfirmasi teori EQ tersebut dalam kehidupan saya sebenarnya.
EQ, atau emotional quotient--kecerdasan emosi--adalah kemampuan orang mengenal dan mengendalikan emosinya. Secara umum, EQ dijabarkan ke dalam 4 (empat) perihal:
- Self Awareness
- Self Control
- Social Awareness
- Social Management
Self Awareness
Dari sebuah buku yang saya baca, ada pepatah jepang yang mengatakan, ada tiga senjata yang palingkuat: uang, pedang, dan cermin; tetapi cerminlah yang paling kuat. Cermin? Ya cermin. Pepatah tersebut mengartikan cermin sebagai pemahaman akan diri sendiri.
Diantara keempat aspek EQ, aspek pengenalan diri inilah yang menurut saya amat mendasar dan amat kritikal.
Seringkali, dalam kehidupan saya, saya bertemu orang-orang yang tidak mengenal dirinya sendiri? Darimana saya tahu? Tentu lewat tanda-tanda. Misalnya, orang tersebut tidak tahu dia sebenarnya ia ingin masuk jurusan apa setelah SMA, atau ingin kerja di bidang apa setelah lulus. Apa hubungannya dengan emosi? Begini. Saya yakin setiap orang yang menemukan tujuannya dimulai dari luapan emosinya. Misalnya, dulu waktu saya belajar matematika dan kimia, saya senang. Tapi dari 100 orang yang merasa senang belajar matematika dan kimia, mungkin hanya beberapa yang tau atau sadar dirinya mengalami sebuah luapan perasaan senang dibalik kesukaannya. Orang yang sadar ini tentu kemudian memutuskan untuk melanjutkan hidupnya di bidang yang memberinya emosi senang itu. Sama halnya dengan tujuan hidup. Saya merasa bersemangat saat mengajar. Berhenti sampai di situ? Mungkin saja. Tapi yang pernah saya alami, kesadaran itu berlanjut. Saya melihat di dalam diri saya sebuah emosi ada di balik semangat saya setiap kali saya mengajar
Contoh lain kekurangan self awareness adalah bingung mendeskripsikan kalau diminta sebutkan lima kata yang paling mencerminkan dirinya. Orang yang ngambek atau galau berkepanjangan juga bisa dibilang kurang mengenal diri, karena dia tidak bisa mengerti betul kenapa sebenarnya dia ngambek atau galau, tapi sangat menikmati keadaan ngambek dan galau itu.
Tahap pertama dalam merancang dan menempuh perjalanan hidup tentulah mengenal diri kita. Kalau kita ingin pergi ke Eropa misalnya, harus tau dulu posisi kita dimana. Bagi kita, gagal mengenal diri akan membuat kehidupan kita biasa-biasa saja. Tidak ada tantangan, tidak ada prestasi. Bagaimana mau tertantang dan berprestasi, kenal potensi dan kelemahan diripun tidak. Tidak tau senjata apa yang dimiliki dan tidak tau bagian mana yang harus diperbaiki.
Itu dari sisi gambaran besar dan jangka panjang. Dalam jangka pendek dan lingkup yang lebih praktis, self awareness berarti memahami perasaan dan pikiran kita. Saya tau dan sadar apa yang tepatnya membuat saya bahagia atau bersedih. Saat saya marah atau kecewa, saya paham betul mengapa saya marah dan kecewa. Nilai-nilai apa di dalam diri saya yang dilanggar atau bagian apa di diri saya yang diserang sehingga saya marah dan kecewa.
Dalam lingkungan sosial, contoh self awareness yang baik adalah kita mengerti kenapa saya tidak nyaman dengan orang-orang ini. Apa dalam diri saya yang membuat saya tidak nyambung dengan mereka atau apa di dalam kelompok orang ini yang tidak saya sukai.
Intinya, self awareness merupakan kualitas sejauh mana kita mengenal diri kita, emosi kita, dan pikiran kita.
Self Control
Self control atau pengendalian diri rasanya sudah jelas artinya. Jika saya memiliki self control yang baik, saya mampu menahan diri saya dari melakukan perbuatan yang seharusnya tidak saya lakukan, atau mampu menahan diri saya mengatakan apa yang seharusnya tidak saya lakukan. Jika saya tau saya tidak boleh datang terlambat, saya akan memacu diri saya untuk bangun lebih pagi.
Tak hanya untuk menahan diri dari hal-hal tak seharusnya, self control juga berlaku sebaliknya: jika saya mampu mengendalikan diri, saya mampu menggerakan diri saya melakukan dan mengatakan apa yang sebaiknya/seharusnya saya lakukan dan katakan. Hambatan yang paling besar dalam hal ini biasanya fear atau ketakutan dan kemalasan. Saya tau dengan mencoba melontarkan pendapat di rapat, saya bisa mengasah kemampuan berpikir saya sekaligus menambah masukan bagi organisasi. Namun, karena terlalu takut atau tak percaya diri, saya tidak mendapatkan manfaat itu dan oraganisasi tidak mendengar ide yang mungkin begitu brilian. Contoh lain, jika saya tau saya sudah tidak membaca buku sebanyak target saya, saya harus mampu lepaskan kemalasan dan mengejar target saya.
Social Awareness
Social awareness atau kepekaan sosial merupakan ukuran sejauh mana kita bisa memahami keadaan sosial atau kelompok di tempat di mana kita berada. Hal ini agak berbeda dengan kedermawanan. Kedermawanan terkait dengan kemurahan hati kita dan objeknya bisa saja tidak pernah berurusan dengan kita.
Social awareness--kepekaan sosial--menyangkut bagaiamana kita bisa melihat dan memahami perasaan, perilaku, dan pikiran orang-orang disekitar kita baik secara pribadi maupun kelompok.
Social awareness seseorang sangat mudah terlihat. Orang-orang yang berhenti atau parkir di jalanan dan membuat kemacetan tentulah kurang kepekaan sosialnya. Jika ia mengerti dan dapat membayangkan kondisi jalan dan respon orang-orang akibat dirinya, tentulah ia tidak akan melakukannya. Orang yang kepekaan sosialnya bagus juga mengerti bagaimana harus bersikap dan berkata-kata.
Contoh lain adalah anak-anak ITB (saya juga anak ITB) yang kebanyakan terkenal sombong karena seringkali membual karena merasa diri pintar dan hebat. Ia tak (mampu) peduli dengan si pendengar dan tak (mampu) paham persepsi buruk yang tercipta pada lawan bicaranya. Sejujurnya, bukan hanya lulusan ITB saja yang kurang peka-sosial seperti itu--dan tentu saja banyak sekali lulusan ITB yang tidak demikian, percayalah.
Bagi saya pribadi, kepekaan sosial tumbuh melalui pendidikan dan kepedulian. Yang saya alami, pendidikan (di kelas dan di organisasi) yang disertai sedikit kerendahan hati untuk menempatkan diri di posisi orang lain membukakan saya bahwa saya tidak hidup sendiri, saya butuh orang lain, dan orang lain butuh dihargai. Saya belajar membayangkan bagaimana kalau perkataan dan perbuatan saya dilontarkan orang lain ke diri saya jika saya ada di posisnya. Apa perasaan saya? Bagaimana respon saya? Oleh karena itu, social awareness juga berarti kemampuan berempati: kemampuan menempatkan diri di posisi orang lain.
Social Management
Kemampuan social management seseorang menggambarkan bagaimana orang tersebut berhubungan dengan orang lain. Bagaimana tindakan dan tutur katanya. Jika seseorang memiliki social management yang baik, ia mampu berbicara kritis dan formal di lingkungan kerjanya dan mampu menggunakan "bahasa" pergaulan di lingkungan pertemanannya, dan membuat orang merasa dihargai. Ia mampu memilih jenis perkataan, pembicaraan, dan perilaku yang pada tempatnya. Lebih lagi, orang ini mampu merangkul orang lain untuk turut bekerja sama untuk mencapai sebuah tujuan.
Orang yang mempunyai social management yang bagus sangat mudah bergaul. Bukan hanya itu, ia mampu membuat orang-orang yang berhubungan dengannya merasa diuntungkan melalui hubungan tersebut dan dengan begitu membangun kredibilitasya--orang-orang percaya dengan dirinya. Namun, tentu saja hal ini tidak mungkin terjadi tanpa tiga komponen lainnya.
Penutup
Kira-kira, itulah tentang EQ yang bisa saya berikan. Ini hanya berdasarkan pengetahuan dan pengalaman saya yang terbatas, tetapi semoga pembaca mendapatkan sesuatu dari sini. Semoga bermanfaat!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI