Mohon tunggu...
roy paty
roy paty Mohon Tunggu... -

Pekerja usaha mandiri, peduli pada masalah sosial, tinggal di Ambon Maniseee...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Separatisme Tak Lagi Realistis

2 April 2012   03:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:09 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

*) OPM agar Belajar dari Kasus RMS di Belanda

Ketika kasus Rawagede sedang ramai menjadi konsumsi media, Walikota Leerdam Victor Molkenboer melontarkan pernyataan menarik. Pernyataan itu disampaikan saat upacara peringatan komunitas orang Maluku di Leerdam tahun lalu. Pak Walikota pada kesempatan itumenyampaikan permintaan maafnya kepada komunitas Maluku : Belanda harus minta maaf kepada komunitas Maluku.” Ia juga menegaskan bahwa Belanda seharusnya mencontohi dirinya.

http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/belanda-harus-minta-maaf-kepada-komunitas-maluku

Pernyataan walikota Leerdam ini merujuk pada peristiwa tahun 1950-an terkait cara Belanda “menyambut” kedatangan orang Maluku ke negeri kincir angin itu.

Kita tentu ingat, usai penyerahan kedaulatan RI tahun 1949, Presiden Soekarno meminta semua orang Belanda, orang Indo, prajurit KNIL (banyak di antaranya orang Maluku), dan simpatisan Belanda lainnya meninggalkan Indonesia. Dua tahun kemudian, Belandamulai mengakut para prajurit KNIL beserta keluarganya ke Belanda. Mereka masuk ke Belanda melalui pelabuhan Rotterdam dengan menumpang 13 armada kapal laut.Jumlah mereka waktu itu sekitar 12.500 orang. Mereka inilah yang menjadi cikal-bakal keberadaan etnik Maluku di Belanda hingga sekarang.

Mayoritas generasipertama yang datang ke Belanda tahun 1951 itu sudah meninggal.

“Enam puluh tahun lalu, waktu tiba di sini, mereka rata-rata berumur 20 tahun ke atas, sekarang sudah 80 tahun ke atas,” kata Victor Molkenboer.

Menggantungkan Harapan pada RMS

Ketika tiba di Belanda, mereka ditempatkan di barak-barak kecil. Makanan dibagikan melalui dapur umum. Kondisi hidup dan tempat tinggal mereka, boleh dikatakan buruk dan primitif. Bahkan ada yang ditempatkan di kamp yang dulu digunakan Jerman untuk menampung orang Yahudi. Mereka menerima biaya hidup yang sangat kecil jumlahnya. Padahal tidak sedikit keluarga Maluku itu punya banyak anak.

Mereka beranggapan, kondisi itu hanya untuk sementara saja. Begitu situasi darurat berlalu, secepatnya mereka akan kembali lagi ke Indonesia. Apalagi ketika itu pihak Belanda menjanjikan mereka akan kembali ke Indonesia. Karenanya mereka merasa tidak perlu menyesuaikan diri dengan kultur Belanda. Masih banyak wanita Maluku yang tetap berkebaya. Mereka mengajari anak-anaknya tetap berbahasa Indonesia. Bahasa Belanda perlu, tapi jangan sampai lupa bahasa ibu. Soalnya nanti mau kembali ke Indonesia.

Selain itu, mereka juga masih percaya bahwa RMS yang didirikan 25 April 1950 oleh Chris Soumokil itu akan didukung Belanda. Dengan begitu mereka akan bisa kembali ke kampung halaman, berkumpul dengan sanak saudara di pulau Ambon. Dan punya republik merdeka yang berdiri sendiri. Begitulah mimpi mereka.

Tapi harapan itu ternyata harapan kosong. Tidak ada tanda-tanda pemerintah Belanda membantu perjuangan RMS. Bahkan Belanda menolak mendukungan RMS. Ini tentu membuat orang-orang Maluku merasa “habis manis sepah dibuang”. Bagaimana tidak? Sebagai prajurit KNIL, mereka merasa berjasa telah membantu Belanda semasa perang. Inikah balasannya?

Pembajakan Kereta Api

Begitulah kondisi orang Maluku di awal kedatangan mereka ke Belanda kala itu. Diusir dari tanah air. Dipecat dari KNIL. Hidup dalam ketidakpastian. Mau kembali ke kampung halaman, nampaknya hanyalah fatamorgana. Ingin punya negara sendiri, dengan mengharap bantuan Belanda, tapi Belanda lepas tangan. Ingkar janji. Orang Maluku merasa perjuangannya selama ini untuk membantu Belanda, telah dikhianati!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun