Mohon tunggu...
Muhammad Roihan Mahesa Putra
Muhammad Roihan Mahesa Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - roymahisa

notforpeople

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesinambungan Konstitusi dalam Penanganan Covid-19

2 Desember 2021   23:11 Diperbarui: 2 Desember 2021   23:41 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dan salah satunya adalah sudut pandang konstitusi. Menurut penulis, persoalan konstitusi dalam konteks ini yakni tentang kesadaran pemerintahan untuk pembaharuan substansi konstitusi menghadapi masuknya wabah Covid-19 di Indonesia. Masalah konstitusi ini utamanya terjadi sebelum dan pekan awal ditemukannya kasus positif corona serta sebagian lagi masih berlangsung saat ini. 

Salah satunya yakni sikap pejabat-pejabat pemerintahan yang cenderung menolak mentah-mentah atau mengabaikan fakta bahwa virus corona mengintai semua spesies manusia. Padahal senyatanya virus ini telah menyebar secara eksponensial. 

Mereka terkesan menutup mata pada fakta empirik dan saintis keberadaan virus corona. Singkatnya, ada sikap penolakan atau proses penolakan terhadap wabah tersebut. 

Pencegahan seharusnya dilakukan dari awal dengan kuat. Karena wabah ini yang menjadikan kehidupan terancam dan sebagaimana diperintahkan konstitusi pemerintah harus selalu siap melindungi negara dan rakyat.

Pandangan konstitusional tersebut terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV, yang menyatakan bahwa "Berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk membela segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia". 

Jika pemerintah menganggap keselamatan rakyat itu penting, maka prioritas utama tugasnya adalah melindungi rakyat. Hal ini juga sesuai dengan pepatah yang dikemukakan oleh Marcus Tullius Cicero, yaitu "Salus Populi suprema lex esto" yang berarti keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi. Itu artinya segala macam bentuk yang tidak berhubungan dengan keselamatan rakyat dihentikan sementara. 

Persoalan konstitusional berikutnya adalah bahwa hak untuk hidup tampaknya terus menerus terancam oleh corona. Hak untuk hidup sebagaimana dimaksud dalam pasal 28H ayat (1) bersama dengan pasal 28I ayat (1) dianggap sebagai hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, Kemudian ada hak atas kesehatan dan hak untuk mengakses fasilitas/layanan medis yang layak, hak untuk bebas dari penyiksaan yang berada dalam konteks psikologi, hak atas rasa aman dan nyaman. 

Di mata konstitusi murni, kita dapat mengatakan bahwa hak-hak ini telah dilanggar. Padahal, keberadaan hak tersebut dijalankan, dipelihara, dan dilindungi oleh pemerintah. 

Sejatinya, hak-hak itu dipenuhi, dijaga dan diproteksi eksistensinya oleh pemerintah sebagai pengejawantahan perintah Pasal 28I ayat (4) menyatakan "Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah."

Korban jiwa akibat corona berpotensi terus bertambah,  Memang ketika mengevaluasi seperti ini menjadi tidak berlebihan menganggap aparatur pemerintahan buta alias menabrak konstitusi ketika dihadapkan dengan penyebaran Covid-19. 

Namun berbagai upaya telah dilakukan. Kita juga tidak tahu kapan pandemi ini akan berakhir. Hal utama yang harus menjadi fokus pemerintah ke depan adalah pemulihan dan pencegahan. Pencegahan tidak hanya dilakukan pada daerah yang terkonfirmasi positif Covid-19, tetapi juga pada daerah yang belum. Sampai situasi membaik, prioritasnya adalah perlindungan dan keamanan kolektif rakyat Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun