Suatu ketika, saya membeli susu di salah satu penjual kaki lima di sekitar jalan sukabirus IT Telkom, kampus saya. Penjualnya seorang ibu-ibu. Percakapanny kurang lebih seperti ini :
saya       : Buk, beli susu rasa mocca 2 yaa...
penjual susu: Iya dek, yang berapaan? 3000 atau 5000?
saya       : Yang 3000 ribuan aja uk, dua ya buk. rasa mocca.
penjual susu : iya dek, silahkan duduk.(sambil nunjukin kursi yg kosong)
saya       : iya buk, saya tinggal beli roti bakar dulu ya buk.(jalan ke penjual roti bakar yg letaknya tak jauh dari situ) sambil duduk menunggu roti bakar, akhirnya pesenan susu mocca saya selesai dibuatnya.
penjual susu: ini dek, udah selesai. 2 bungkus susu mocca.
saya       : oh ya buk, berapa jadinya?
penjual susu: 6000 dek.
saya       : ini buk uangnya. penjual susu; iya dek makasih.
kemudian saya menunggu roti bakar yang saya pesan. Tapi tak lama kemudian, ibu penjual susu tadi mendekati saya
penjual susu: maaf dek, saya tadi melamun. tadi takaran susunya kurang. saya tambahin ya dek.(sambil ngasih 1 bungkus susu kecil, nggak nyampe 1/4 liter keliatannya)
saya       : ooh iya buk, ngga apa apa buk. (merasa kaget, karna nggak seberapa kekurangan susunya)
penjual susu: maaf ya dek.(sekali lagi minta maaf)
saya       : iya buk, nggak apa-apa. (masih terkejut)
Dari situ saya menilai bahwa kejujuran ibu penjual susu tersebut sangat luar biasa. Di hidupnya yang biasa-biasa saja, beliau tetap berlaku jujur. Walaupun menurut orang lain itu hanya sepele dan hal kecil, tapi dari kejujuran tersebut kita bisa belajar bahwa hidup tidak hanya mengejar keuntungan ataupun kekayaan semata. Masih ada kehidupan yang lain lebih penting daripada di dunia yang fana ini. Semoga para Tikus-tikus kantor bisa belajar dari Ibu penjual susu ini. Jujur apa adanya. Luar biasa Kau Pejuang Kejujuran, Ibu Penjual Susu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H