Mohon tunggu...
Royan Juliazka Chandrajaya
Royan Juliazka Chandrajaya Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pekerja lepas yang sedang berusaha memahami makna hidup.

Saya suka hal-hal yang berbau fiksi. Jika diberi kesempatan, saya akan terus menulisnya. Instagram : @royanjuliazkach Twitter : @royanazka

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dilema Pembangunan Kosmodrom: Lompatan Katak di Atas Tanah Papua? (Bagian II)

21 Juli 2022   16:33 Diperbarui: 21 Juli 2022   16:34 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kosmodrom. (Sumber : cnnindonesia.com)

Pembangunan kosmodrom di Biak akan menjadi sebuah pertemuan kolosal antara ujung tombak teknologi antariksa Indonesia dengan wilayah yang sejak awal dipaksa bergabung dengan Indonesia tetapi sampai hari ini masih menyandang sebagai daerah tertinggi buta aksara.

Pola Pembangunan di Papua dan Masa Depan Pembangunan Antariksa

Pada pertengahan tahun 2006-2007, sejumlah kelompok intelektual di Biak Numfor menggelar diskusi terbatas perihal sikap penolakan mereka akan wacana pembangunan kosmodrom di wilayah adat mereka. Penolakan tersebut terus berlangsung hingga kini. Sesuatu yang tak dapat mereka lakukan ketika di era orde baru dahulu.

Alasan penolakan mereka ialah wacana pembangunan kosmodrom dilakukan tanpa sosialisasi dari pemerintah. Selain itu mereka berpendapat bahwa kehadiran kosmodrom akan membawa dampak yang berbahaya bagi lingkungan hidup serta akan merampas lahan-lahan kelola miliik masyarakat adat.

Jika dikatakan bahwa Papua adalah "tanah tempat tembak mati" seperti yang tertulis dalam potongan lirik lagu Pangalo -- Kweiya, maka hampir tak ada yang bisa menyangkalnya. Sejarah mencatat deretan kasus pelanggaran HAM di Papua sudah seperti layaknya menu makanan di restoran-sangat beragam. Dari awal berdirinya NKRI hingga proses integrasi Papua (sebelumnya Irian) melalui Pepera 1969 dan sampai hari ini tembak menembak di bumi cendrawasih itu tak pernah berhenti.

Biak Numfor sendiri adalah salah satu kabupaten yang terletak di pesisir utara Provinsi Papua. Wilayah ini pun tak luput dari peristiwa kelam pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara. Pada Juli tahun 1998 terjadi penembakan brutal yang dilakukan oleh pasukan gabungan TNI Angkatan Darat terhadap ratusan warga sipil yang sedang melakukan aksi damai.

Peristiwa itu dikenal sebagai Tragedi Biak Berdarah. Hampir sama dengan banyak tragedi lainnya di Papua, kasus itu pun menguap dan terabaikan.

Berbekal peristiwa kelam masa lalu, pemerintahan Jokowi saat ini mewarisi luka hasil ciptaan orde baru yang sewaktu-waktu dapat kambuh jika pendekatan pembangunan yang digunakan masih dengan pola yang sama. Masih berdasarkan laporan Project Multatuli, proses penetapan Biak Numfor sebagai lokasi pembangunan Kosmodrom dilakukan dengan pola khas orde baru di saat itu.

Berawal dari pertemuan dengan beberapa warga, mengisi daftar hadir, memberikan iming-iming akan kehidupan yang lebih baik, beberapa tanda tangan dan sat sit set! Berdasarkan beberapa intrik tersebut, pemerintah mengklaim bahwa mayoritas masyarakat telah setuju untuk melepaskan tanah mereka.

Adapun yang menolak akan dianggap sebagai bukan warga asli dan yang paling sial dituduh sebagai OPM. Tuduhan OPM dianggap sangat efektif untuk memuluskan jalan pembangunan versi pemerintah. Karena masyarakat akan segera tahu konsekuensinya jika seseorang tertuduh sebagai OPM. Kini pemerintah mengklaim telah menguasai sekitar 100 Ha lahan milik masyarakat adat. Tetapi apakah dengan cara seperti itu pembangunan akan berjalan efektif?

Masyarakat adat seringkali dilihat sebagai masyarakat terbelakang, miskin dan perlu dimodernkan. Terlepas apakah masyarakat menginginkan itu atau tidak dan ironisnya negara seringkali merasa lebih tahu apa yang mereka lakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun