Sore yang indah kala itu. Matahari masih terlihat cerah dan terasa hangat. Diriku yang baru saja pulang dari kantor, entah kenapa pengen leyeh-leyeh duduk di teras depan rumah untuk menikmati semilir angin sore.
Tiba-tiba, lewatlah dua anak kecil (mungkin mereka masih SD). Sedang asik mengobrol sambil mengayuh sepedanya pelan-pelan. Teringat jelas di memoriku apa isi percakapan mereka yang menggunakan bahasa jawa itu (sudah saya translate ke bahasa Indonesia)
A : Kakakku kemarin dibeliin sepeda baru. Harganya satu juta…
B : Aku juga mau beli sepeda baru.. Harganya dua juta *gak mau kalah*
A : Ayahku malah sudah janji mau beliin aku sepeda baru juga, merknya w**cycle, harganya tiga juta…
Pembicaraan yang terdengar sepintas itu cukup menggelitik pikiranku saat itu. Sampai aku berdiri dari tempat dudukku, untuk bergegas membuka pintu pagar rumah karena pengen nguping kelanjutan pembicaraan mereka.
Yaaa… namanya juga anak-anak. Pasti ada lah unsur ndobose (bohong dalam bahasa indonesia). Tapi pengalaman mendengar percakapan serupa tidak hanya sekali aku dengar. Dulu aku juga pernah mendengar anak tetangga pamer HP yang baru dibelikan ortunya ke sepupu saya yang waktu itu menginap di rumah. Wow, anak kecil sudah dibeliin smartphone.
Dari sepenggal kisah di atas, menjadi sesuatu yang penting bagi para orang tua untuk mengajarkan anaknya membedakan antara “kebutuhan” dan “keinginan”. Kalau tidak dikontrol serta diawasi sejak dini, bukan tidak mungkin si anak akan tumbuh berkembang dengan perilaku konsumtif. Dan lebih parahnya lagi, jika orang tua lengah dengan terus menerus menuruti keinginan anaknya, jangan kaget kalau si anak akan bersikap menjadi lebih parah lagi, menjadi suka pamer ke teman-temannya seperti kisah di atas tadi.
Sebenarnya membedakan "kebutuhan" dan "keinginan" tidaklah sulit, Berikut saya berikan tips cerdas dari ahlinya, Prof Candra Chahyadi dari Eastern Illinois University dikutip dari beruangcerdas.com.
"Ketika Si Anak memperoleh keinginannya, akan muncul rasa puas yang menggebu-gebu. Tapi perasaan itu hanya sementara saja. Lama-lama akan hilang dan si anak kembali bosan lalu meminta yang baru lagi. Keinginan juga biasanya menghasilkan cost yang lebih tinggi, karena anda dipaksa untuk mengeluarkan uang untuk sesuatu yang sebenernya belum dibutuhkan oleh si anak"
Lebih lanjut Prof Candra Chahyadi dalam bukunya memberikan sedikit trik bagaimana mengajari anak kita untuk bisa menahan keinginannya:
- Jika anak kita mengajukan permintaan, biasakan permintaan itu harus disertai alasan. Alasan inilah yang nanti akan dinilai orang tua. Apakah dapat dipenuhi, ditunda atau ditolak,
- Biasakan menunda permintaan 2 x 24 jam. Permintaan yang tidak terlalu penting biasanya akan hilang kalau anak harus menunggu, Kebiasaan menunggu ini juga membuat anak belajar untuk menghargai barang pemberian itu,
- Jawaban “tidak”, tidak selalu artinya tidak boleh. “Tidak” artinya kita sedang memberikan pengajaran dan waktu untuk anak kita berpikir,
- Ajarkan ke anak kita kalau uang tidak turun dari langit. Supaya mereka terbiasa untuk bekerja keras mendapatkan apa yang mereka inginkan. Hal ini akan membuat anak Anda menjadi pribadi yang tangguh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H