Masalalu adalah kenangan, ada yang harus diingat ada juga yang harus dilupakan tergantung dari momennya, setelah membaca head line Kompas hari sabtu kemarin asaku terbang ke masalalu dikala masih kecil yang begitu asyik bermain di sungai. Sungai tempat ku belajar berenang, sungai tempat ku bercengkrama aneka mainan dengan teman, sungai tempat ku belajar menjaring ikan, membuat perangkap ikan dan masih banyak lagi aktifitas lainnya.
Melihat beningnya air Situ Cisanti, rimbunnya pepohonan dan selimut kabut tipis sungguh sangat romantis jika kita berada disekitarnya, ironis begitu beranjak 2 kiometer dari situ air Citarum sudah berubah yang lebih parah setelah 20 kilometer dan bisa dibayangkan setelah sampai di Jakarta (kali malang) seperti apa.
Nenek moyang kita dahulu sudah mengajarkan bagaimana mengelola sungai dengan bijak sehingga kita bisa lihat jejaknya diberbagai prasasti sejarah, namun sangat disayangkan kita tidak bisa meneruskan kebudayaan yang sangat arif tersebut.
Sungguh disayangkan upaya penyelamatan lingkungan yang ada sekarang itu lebih mengandalkan tokoh-tohoh heroik yang tanpa pamrih dibandingkan dengan upaya masif terstruktural yang terncana dari para birokrat sebagai pemegang regulasi. Harusnya mereka malu yang berada dalam gedung megah sebuah lembaga yang mengatasnamakan KLH atau BAPEDALDA yang dibiayai oleh uang rakyat tetapi jejak kerjanya tidak dapat dirasakan oleh rakyat. Mungkin kita sangat naif kalau meratapi nasib yang tidak diperhatikan oleh beliau-beliau dan kita lupa untuk berbuat semampu kita.
Hal pertama yang harus dirubah dalam merevitalisasi fungsi sungai adalah management dan paradigma yang harus dirubah dari orientasi darat dikembalikan ke orientasi sungai bagi daerah yang memiliki aliran sungai. Dengan orientasi management dan paradigma dirubah maka secara otomatis perilaku juga akan berubah. Kita bisa lihat kondisi yang ada sekarang sudah sangat sulit kita temukan ada rumah yang menghadap ke sungai kebanyakan pasti membelakangi sungai, dampak dari pola seperti itu akhirnya sungai tidak terekspos sehingga terbengkalai dan yang paling parah jadi tempat pembuangan berbagai macam sampah, sehingga sungai di Indonesia itu identik dengan tempat sampah terpanjang di dunia, harusnya MURI bisa membukukannya itu.
Sebenarnya tidaklah sulit kalau para beliau itu mau sedikit bekerja, sudah jelas tugas dan perannya itu kok siapa yang merancang draft UU/peraturan, siapa yang mengesahkan, siapa yang menjalankan, siapa yang mengawasi dan siapa yang menindak kalau ada yang melanggar semua itu sudahlah sangat terang benderang, cuman herannya berat banget untuk direalisasikan secara paripurna. Sebagai ilustrasi saya sendiri atau mungkin kebanyakan orang Indonesia kalau di luar negeri yang perutaran dan sangsinya tegas&jelas bisa kok hidup disiplin. Itu artinya mayoritas masyarakat kita pun akan bisa diatur sepanjang seluruh perutaran itu tegas & jelas serta aparaturnya juga tegas menjalankannya. Ada trik yang lebih jitu lagi sebenarnya untuk mempercepat masyarakat lebih berpartisipasi dalam program revitalisasi sungai itu, yaitu iringi program ini dengan program yang bernilai ekonomi banyak sektor yang bisa dikembangkan dari mulai pariwisata, agro ataupun peternakan, libatkan secara aktif warga sekitar beri sosialisasi yang cukup ungkapkan nilai ekonomis jangka pendek yang akan didapat dan paparkan juga nilai investasi jangka panjang yang akan dicapai InsyaAllah akan lebih berhasil. Jangan takut untuk menindak Industri yang bandel jadikan masyarakat sekitar sebagai pengawas yang paling efektif beri pengarahan/kelengkapan untuk mengambil bukti apabila masih ada industri yang membandel. Ancaman investor akan kabur gara-gara itu hanya isapan jempol belaka sekarang semua negara sudah ketat terhadap pencemaran lingkungan artinya tidak ada negeri manapun yang mau menerima industri yang lalai terhadap penanganan limbah.
Semoga tulisan ini walau singkat dapat menjadi inspirasi bagi kita untuk lebih peduli dengan sungai, lakukanlah sebisa kita untuk menjaganya.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H