Mohon tunggu...
Rob Roy
Rob Roy Mohon Tunggu... profesional -

Dharma Eva Hato Hanti

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Politik Sinergi

5 Juni 2018   13:04 Diperbarui: 5 Juni 2018   13:26 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Vivere pericolosamente (vivere pericoloso) berarti hidup berbahaya, orang yang tinggal di daerah berbahaya. Dipopulerkan oleh Bung Karno (BK) dalam Pidato Kenegaraan pada Peringatan ke-19 Kemerdekaan RI pada tahun 1964 dengan judul Tahun Vivere Pericoloso (TaViP, Tahun Hidup Berbahaya), persis setahun sebelum G30S.

Tavip membahana ke seluruh penjuru dunia hingga mengilhami novel yang berjudul The Year of Living Dangerously karangan Christopher Koch penulis Australia yang diterbitkan tahun 1978. Novel tersebut berkisah tentang peristiwa di Jakarta sebelum dan sesudah G30S.

Tavip yang dikobarkan BK mengandung lima pesan bagi rakyat pada masanya:

  1. Menolak eksploitasi manusia atas manusia dan bangsa atas bangsa;
  2. Belajar dari pengalaman buruk yang telah dialami di masa lalu;
  3. Bersiap menghadapi perubahan revolusi yang menjelaskan siapa lawan siapa kawan dari kubu mana pun;
  4. Perjuangan yang tidak lekas puas sampai memunculkan tokoh bangsa masa depan;
  5. Dialektika revolusi yang membutuhkan sintesa dari kubu tesis dan antitesis.

Melihat isi pidato Tavip itu, tidaklah berlebihan jika semua pesan BK masih relevan diterapkan kepada generasi sekarang, apalagi tahun ini dan tahun depan bangsa ini sedang berpesta demokrasi.

Mengacu kepada jargon Jalimerah, siapa pun kita hendaknya tidak lupa ini: jangan mudah terbuai dengan bubble politics, politik kamuflase dan politik nomad serta - istilah BK - ranjau-ranjau subversif yang ingin menggagalkan kemajuan bangsa. Selalu waspada dan bersikap hati-hati dalam kondisi siap berdiri tegak.

Ada peribahasa dalam khazanah Jawa yang mirip dengan gambaran Tavip:

"ancik-ancik ing pucuk ri, lumaku ing wot ogal-agil".

Agar tidak jatuh ke dalam jurang, sinergikan naluri, nurani dan pikir secara seimbang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun