Jakarta era now menjadi terbuka buat beca.
Saya tidak berhak memprotes. Sebab saya bukan pemilih Ahok-Djarot, juga bukan pemilih Anies-Sandi. Saya hanya orang daerah, bisa jadi beberapa abang beca juga berasal dari daerah saya.
Kembali ke topik, kebijakan mbeca ini, demikian saya sebut saja, sama saja dengan Jakarta menerima pendatang baru. Sebab pemilik beca hampir pasti bukan warga Jakarta mengingat beca-beca orang Jakarta jaman dulu itu sudah jadi rumpon di laut. Dampak ikutannya tentu ada. Sedikitnya, akan terjadi peningkatan permintaan pangan dengan segala ikutannya. Maka tingkat penjualan warung kopi semakin bertambah dengan datangnya segmen pasar jenis ini. Idem pula di sektor sandang dan papan. Lalu, satu jenis usaha baru pun akan menarik warga Jakarta, yaitu menjadi juragan (baca: pengusaha) beca. Pokoknya happy-yuppy.
Namun kebijakan mbeca ini jangan cuma dihitung secara parsial. Para pemangku sektor jabatan publik yang terkait mestinya mempersiapkan jalur khusus beca supaya si abang dan penumpang menjadi nyaman, misalnya beca-way (mencontoh pola bus-way). Juga penyediaan tempat parkir/ pool beca yang cukup lapang supaya tidak mengganggu pengguna sarana jalan lainnya yang sudah diakui, serta memudahkan akses bagi calon penumpang yang ingin berbeca-ria.Â
Keteraturan lalu-lintas kendaraan dan lalu-lalang orang yang selama ini sudah tertata jangan sampai terdegradasi menjadi semrawut karena kebijakan mbeca ini. Adakan pelatihan dalam berkendara di Jakarta agar mewujudkan perilaku tertib di jalan publik. Semua memerlukan penyesuaian karena jenis moda beca ini tidak termasuk kendaraan bertenaga motor. Ia adalah kendaraan bertenaga engkol. Jika perlu pula, tetapkanlah tarif bawah-atas yang oke dan oce agar tidak ribut dan habis waktu hanya untuk tawar-menawar.
Kita melompat ke negeri seberang. Kebangkitan smart city (kota cerdas) menjadi sebuah perbincangan yang cukup hangat. Di bawah pesona dunia maya, berbagai kota besar di dunia telah dan sedang berpacu menjadi smart city. Kantor Pemerintah Kota sibuk melengkapi kotanya dengan pengumpulan data tentang berbagai kondisi. Penempatan sensor-sensor berkemampuan wifiyang dilengkapi hard drive melacak elemen lingkungan seperti kebisingan dan tingkat kerumunan, polusi dan kemacetan lalu-lintas, kemudian mentransmisikannya ke layanan data sentral melalui kabel serat optik
Barcelona, Boston, London, Dubai dan Hamburg telah memulai prosesnya. India memiliki rencana ambisius untuk merombak 100 kotanya pada tahun 2022. Bahkan Singapura ingin menjadi Smart Nation pertama di dunia. Negara Singa ini juga sedang menguji beberapa program yang mengumpulkan data tentang masalah infrastruktur di seluruh kota dan jumlah energi yang digunakan di setiap unit rumah warganya. Semua upaya itu menjanjikan kota menjadi lebih bersih, aman, lebih berkelanjutan dan lebih efisien.
Pada dasarnya, setiap kota memiliki saling ketergantungan antara sarana dan prasarana yang merupakan kombinasi dari Pemerintah Pusat, Propinsi, Kota, serta industri/ organisasi swasta, yang semuanya bekerja sama untuk menjaga agar kota tetap berfungsi dengan baik.
Saya percaya bahwa para Pemimpin Jakarta yang lalu-lalu telah merintis perkembangan ke arah smart city. Semoga kebijakan (level) mbeca ini memperjelas dan mempertegas arah ke sana. Bersiaplah menyambut Sunda Kelapa dengan nyiurnya yang melambai, yang mengajak cerdas. Jadi, Anda tentu setuju, bukan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H