Mohon tunggu...
Roy Soselisa
Roy Soselisa Mohon Tunggu... Guru - Sinau inggih punika Ndedonga

Sinau inggih punika Ndedonga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jimat Sumber Percaya Diri

26 September 2014   03:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:30 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Salah satu atlet binaan kami yang berkategori tuna grahita (tiga bulan lalu saat mengikuti tes IQ sebagai persyaratan mengikuti perlombaan, diketahui IQ-nya 69), selalu berhasil menarik perhatian dan membuat saya tersenyum. Ada saja yang dilakukan atlet tersebut, mulai dari berganti warna rambut, berganti nama panggilan sesuai dengan yang diinginkannya (selalu laporan kepada saya setiap berganti nama, dan meminta dipanggil sesuai nama barunya), hingga berganti wanita yang disukainya (selalu laporan pula kepada saya setiap berganti wanita yang disukai). Namun dua minggu terakhir, ada hal lain dari biasanya yang berhasil menarik perhatian saya. Saya memperhatikan selama dua minggu terakhir, setiap kali atlet tersebut menjalankan program latihan, terdapat sebuah plastik dalam genggamannya. Hingga akhirnya saya coba bertanya kepadanya, dan coba melihat benda apa yang ada dalam plastik.

Rupanya plastik yang ada dalam genggamannya berisi tiga buah cincin. Saat menunjukan isi dalam plastik, atlet tersebut berkata kepada saya bahwa tiga buah cincin itu merupakan jimatnya. Sebelum-sebelumnya sih juga sudah pernah menunjukan benda-benda lain, dan mengatakan hal yang sama bahwa benda-benda lain itu merupakan jimatnya. Setiap kali atlet tersebut memamerkan jimatnya, setiap kali itu pula saya menjumpai semangat yang berbeda yang ditampilkannya (seperti menambah repetisi dari yang seharusnya sudah saya tentukan, contoh: bila perintahnya tiga putaran lapangan dengan ukuran lintasan 400 meter, maka atlet tersebut menambah sendiri putarannya menjadi lima putaran, dll.). Lebih menariknya lagi, dibalik semangat yang berbeda itu, saya menemukan rasa percaya diri yang makin meningkat dan rasa yakin bahwa dirinya adalah "hebat" makin diteguhkan, karena telah mendapatkan "sumber kesaktian" dari jimat yang dimilikinya (salah satu contohnya saya menjumpai pertanyaan dari atlet tersebut setiap kali selesai menampilkan "kehebatannya" di hadapan saya: "Bagus ya lariku? Kencang ya lariku?").

Menjumpai sisi lain yang unik dari atlet binaan kami tersebut, saya jadi diingatkan dengan kehidupan yang berkembang dalam era post modern saat ini. Sebenarnya seiring dengan perkembangan pemikiran dan masyarakat, tanpa disadari kita pun seringkali menggunakan "jimat" untuk meningkatkan rasa percaya diri. Tentunya "jimat-jimat" yang ada saat ini lebih rasional, "jimat-jimat" yang berbentuk: mobil, gadget, perhiasan, sepatu mahal, busana mahal, dll. Tanpa disadari (atau malah sadar sesadar-sadarnya), melalui "jimat-jimat" yang lebih rasional itu rasa percaya diri kita makin meningkat, rasa yakin bahwa diri kita "hebat" makin diteguhkan, karena kita merasa mendapatkan "sumber kesaktian" dari jimat yang kita miliki. Hingga tanpa disadari pula, kita terseret ke dalam arus pemenuhan gaya hidup (bukan lagi sesuai kebutuhan hidup) demi bisa memiliki "jimat" yang mampu menjadi "sumber kesaktian" bagi kita.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun