Mohon tunggu...
Roy Soselisa
Roy Soselisa Mohon Tunggu... Guru - Sinau inggih punika Ndedonga

Sinau inggih punika Ndedonga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Berkompetisi

1 Juni 2022   12:12 Diperbarui: 1 Juni 2022   12:14 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kota Surabaya, 29 Mei 2022 (dokpri)

Pengalaman perdana yang kami berikan pada buah hati kali ini yakni belajar berkompetisi, tidak banyak alasan yang kami miliki saat mendaftarkan buah hati mengikuti kompetisi lego building, alasan kami hanya untuk melatih keberanian buah hati---selain memang tak dipungkiri alasan lainnya adalah karena motif ekonomi, biaya pendaftaran yang dikeluarkan terbilang murah dibanding dengan beberapa fasilitas yang bisa didapatkan oleh peserta, wkwkwkwk.                                         

Sebelum mengikuti kompetisi, buah hati kami mendapatkan kesempatan untuk latihan sebanyak empat kali pertemuan, akan tetapi hanya dijalani sebanyak dua kali, karena buah hati menolak untuk mengikuti dua kali pertemuan lainnya. Kami memang tak memaksanya untuk mengikuti latihan, karena selain sesi latihan yang harus dijalani, setiap minggunya buah hati telah mengikuti les di tempat yang sama dengan materi utama yang berbeda dari yang akan dikompetisikan.

Hingga tiba saatnya akan berangkat menuju tempat kompetisi (29/5/2022), kami menitipkan pesan kepada buah hati (pesan yang sempat kami sampaikan pula sehari sebelumnya): "Nak, saat lomba nanti yang perlu diingat hanya (saat) menang tersenyum, (saat) kalah tersenyum, yang terpenting Relthan memberikan yang terbaik." Respons yang diberikan pun seperti biasanya, buah hati kami memutar balikan pesan kami dengan bercanda---tentu kami memahaminya, saat bisa memutar balikan pesan, pertanda telah dipahami makna dari pesan yang kami sampaikan, hanya saja tipikal buah hati memang senang bercanda.

Setibanya di lokasi kompetisi, kami menyaksikan buah hati sangat bisa mengusai keadaan yang hadir di hadapannya, bahkan saat namanya dipanggil untuk berkompetisi pun dihadapinya tanpa gentar---kami bisa mengatakan seperti demikian, karena sebelumnya ada peserta lain (usianya sepadan dengan buah hati kami) yang menangis saat baru duduk di hadapan juri, hingga harus ditenangkan terlebih dahulu dan dialihkan untuk mengikuti sesi lomba yang selanjutnya.

Setelah namanya dipanggil, saya mengantarkan buah hati ke hadapan juri, dan setelahnya saya mendekati istri yang telah bersiap menyaksikan buah hati dari kejauhan. Saat juri akan menjelaskan sesuatu kepada buah hati, istri sempat berkomentar dengan nada bercanda saat menyaksikan yang sedang terjadi: "Hmmm, lihat itu anaknya Roy, ada lomba malah tiduran (menampakan gestur sedang bersantai, pertanda tak gentar), nggak ada takut-takutnya."

Kami memang sempat tercengang saat menyaksikan buah hati yang bertingkah berbeda dari peserta lainnya yang duduk diam, hingga kami pun sempat menginterpretasikan bahwa tingkahnya yang berbeda menjadi pertanda bahwa buah hati tidak akan serius dalam menjalani kompetisi, karena tak ada tuntutan kemenangan dari kami. Hingga akhirnya mata kami dibuat terbelalak saat buah hati mulai menyusun legonya, semua lego disusunnya tanpa melihat lembaran-lembaran panduan yang telah disediakan, buah hati hanya menyaksikan lembaran terdepan yang menampakan keseluruhan struktur rancang bangun berupa bangunan bertingkat yang dilengkapi dengan dua pohon dan pagar di bagian depan.

Buah hati kami menyusunnya dengan cepat, sesuai dengan pesan kami sebelumnya bahwa kompetisi yang dilalui harus berpacu dengan waktu. Di tengah kompetisi yang sedang berjalan, kebiasaannya mengamati sekeliling muncul seketika, buah hati kami sempat terdiam untuk menyaksikan peserta yang berada di samping kirinya, meski setelahnya segera dilanjutkan kembali hingga akhirnya selesai mendahului peserta yang berada di samping kanan kirinya.

Dari kejauhan kami memberikan tanda jempol sebagai bentuk apresiasi atas tuntasnya kompetisi yang telah dijalani, dan setelahnya saya bergegas menghampiri untuk menjemputnya keluar dari arena kompetisi. Tak lama setelahnya kami menanyai buah hati tentang beberapa momen dalam kompetisi yang telah dilalui, dan buah hati memberikan tanggapannya: "Tadi anak yang di samping Relthan itu memasang pagarnya terbalik, kepalanya di bawah, kakinya di atas. Terus anak di samping Relthan itu terus melihat buku (membuka lembaran demi lembaran dari panduan yang ada), kalau Relthan sama sekali nggak melihat buku, karena Relthan ingat (tentang sturuktur rancang bangunnya)."

Sembari menahan tawa, kami mengingatkan bahwa lawannya bukan peserta lain, melainkan dirinya sendiri, dan buah hati kami telah berhasil mengalahkan dirinya sendiri dengan berusaha memberikan yang terbaik, meski kami mengetahui dari hasilnya terdapat satu bagian yang kurang tepat juga yakni letak pagar dalam rancang bangun yang telah disusunnya tidak berada dalam satu garis sesuai dengan panduan.

Sejauh ini tujuan kami mengikutsertakan buah hati dalam kompetisi telah tercapai, kami telah menyaksikan buah hati dengan berani berusaha untuk memberikan yang terbaik---kami memang sejak semula tidak menetapkan target apa pun, semisal harus membelikan lego yang serupa dengan yang dikompetisikan, seperti yang kami ketahui pada saat dilaksanakan pertemuan teknik via daring, ada orang tua peserta yang menunjukan lego serupa yang telah dibeli dan dilatihkan kepada anaknya, sementara kami membiarkan semuanya berlangsung dengan natural.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun