Pada suatu hari saat istri sedang mengikuti kuliah daring, dan pengasuh buah hati kami sedang libur, saya pun mengambil peran untuk mengasuh buah hati kami.Â
Siang itu buah hati kami sedang bermain di halaman kediaman kami dengan teman sepermainan yang jarak kediamannya hanya sepelemparan batu.Â
Saya pribadi lebih memilih untuk mengawasi mereka berdua dari balik jendela, tanpa melibatkan diri lebih jauh, hanya mencermati setiap rangkaian tindakan yang terjadi dalam permainan mereka.
Permainan terus berlangsung, hingga tiba pada satu bagian, mereka mulai bermain air dalam bak yang ada di halaman kediaman kami, dan karena larut dalam permainan, tanpa disadari baju mereka pun mulai basah.Â
Pada bagian ini pun saya tidak mengintervensi, tetap membiarkan mereka larut dalam permainan, karena dalam sudut pandang saya semua rangkaian permainannya masih dalam batas wajar.
Hingga tiba saatnya teman sepermainan buah hati kami dipanggil pulang oleh Ayahnya, dan saya pun keluar untuk membukakan pagar, tanpa saya sempat menjelaskan tentang penyebab mengapa baju buah hatinya basah, sang anak langsung ditarik untuk dibawa pulang, dan dalam kemarahan Ayahnya terlontar sebuah pertanyaan: "Kenapa bajumu basah semua?"
Sang anak pun dengan spontan menjawab: "Disiram Relthan!" Seketika saya tersenyum mendengar jawaban tersebut, karena keadaan yang sebenarnya tidak seperti demikian, mereka berdua bermain air bersama hingga bajunya basah, tanpa terjadi tindakan saling menyiram.
Singkat cerita, setelah sebelumnya saya menceritakan semua rangkaian tindakan buah hati kami dengan teman sepermainannya kepada istri, sore harinya kami sengaja menguji buah hati kami dengan melontarkan sebuah pertanyaan: "Air di dalam bak ini kok keruh ya?" Sembari tersipu karena merasa bersalah, buah hati kami menjawab dengan spontan: "Ethan tadi main-main."Â
Kami pancing lagi dengan pertanyaan lanjutan:"Oh, Relthan aduk-aduk ya?" Dijawab oleh buah hati kami: "Iya, Ethan yang aduk-aduk." Hanya sebatas itu saja jawaban yang diberikan oleh buah hati kami.
Dari peristiwa tersebut, secara tidak langsung kami sedang mempelajari karakter dari buah hati kami. Terlepas dari perbedaan cara mengajukan pertanyaan antara yang disertai dengan hardikan (rasa marah) dan tanpa adanya hardikan.
Setidaknya dari jawaban yang telah diberikan oleh buah hati kami dapat ditarik kesimpulan sederhana bahwa buah hati kami berani mengakui sebuah kesalahan, dan tidak berusaha mencari kambing hitam untuk dijadikan tumpuan atas sebuah kesalahan yang telah dilakukan.