Plastik merupakan salah satu polutan yang paling berkelanjutan produksinya di dunia. Yang paling hebat, plastik dibuat agar dapat bertahan selama 400 tahun atau lebih.
Akan tetapi, banyak dari kita yang menganggap enteng sampah plastik hanya mengancam ekosistem hewan laut saja, walaupun ada beberapa yang beranggapan dapat mengancam eksistensi makhluk hidup di daratan pula. Namun hanya sebatas hewan, manusia tak termasuk.
Sejauh ini masalah yang dianggap serius dapat mengancam eksistensi manusia hanya perubahan iklim ekstrim yang sebahagian besar disebabkan oleh karbon dioksida, nitroksida, uap air, dan metana.
Masih banyak yang belum tahu dampak pencemaran sampah pada perubahan iklim bumi. Matt Kelso, manajer data dan teknologi di FracTracker Allience, mengungkapkan keresahannya dengan menjelaskan bahwa tahap pertama dalam pembuatan plastik dimulai dari pengembangan minyak dan gas.
Dimana terkandung di dalamnya propilena dan etilena dalam jumlah besar. Ini pula yang berkontribusi besar dalam pembentukan emisi gas rumah kaca (Greenhouse Gas Emissions).
Lantas, siapa yang tidak tahu bahwa emisi gas rumah kaca adalah yang pertama kali mesti bertanggung jawab atas perubahan iklim ekstrim?
Center for International Environmental Law, pada Mei 2019, menjelaskan bahwa dampak produksi plastik pada iklim bumi tahun ini setara dengan limbah 189 pembangkit listrik tenaga batu bara. Dan perkembangan produksi tiap tahunnya telah mancapai sekitar 100 juta ton. Yang mana tidak hanya menyumbat TPA dan mengancam kehidupan laut, melainkan mempercepat perubahan iklim.
Dapat disimpulkan bahwa dampak plastik dalam perubahan iklim dapat kita ketahui jelas dari sesi produksinya bukan konsumsinya, karena sejauh ini kita hanya menggunakan plastik tanpa tahu apa yang terjadi di balik pembuatannya.
Untuk itu tak sepatutnya kita diam tanpa tahu bahwa bumi kita sedang mengalami krisis eksistensial, dan kita berada di dalamnya. Tiada opsi lain sejauh ini untuk dijadikan tempat tinggal baru selain bumi, there's no planet B.
"Saya tidak butuh harapan kalian, saya tidak ingin kalian berharap, saya ingin kalian panik sebagaimana bertindak ketika rumah terbakar" Greta Thunberg, Aktivis Konservasi Lingkungan.