Nama : Rovita Jayanti
Nim   : 205102030012
Menurut saya, saat ini adalah dimana kita berada dalam bangsa negara yang sudah cukup dikatakan maju dan berkembang pastinya sudah mengenal dengan teknologi transaksi elektronik yang sudah dikenal dan di manfaatkan oleh masyarakat Indonesia. Sebagaimana yang kita lihat kondisi saat ini, semua berubah menjadi semakin cepat, semakin pintar dan semakin efisien. Transaksi bisnis yang semula dilaksanakan secara konvensional, dimana pelaku usaha bertemu langsung dengan konsumennya itu berubah karena dengan adanya internet dan media elektronik.Â
Dalam perkembangan yang sangat pesat ini dalam kegiatan perdagangan, sebagian besar masyarakat Indonesia sudah menggunakan teknologi transaksi karena di pengaruhi oleh perkembangan teknologi berbasis internet, yang sedemikian itu di tujukan dengan adanya sistem transaksi elektronik atau bisa disebut dengan e-commerce. Transaksi elektronik yaitu perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Begitu juga dengan e-commerce yaitu segala bentuk transaksi perdagangan atau perniagaan barang atau jasa dengan menggunakan media elektronik.
Seiring berjalannya waktu dengan semakin berkembangnya teknologi di suatu negara yaitu transaksi elektronik berada dalam tingkat kedudukan yang paling tinggi karena, sudah menjadi peran penting dalam kebutuhan perekonomian masyarakat di bidang perdagangan baik masa kini maupun masa mendatang.Â
Namun, secara lambat laun dengan semakin berkembangnya negara yang demikian ini dalam sistem transaksi elektronik pun akan mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global dengan sendirinya, yang menyebabkan dunia perdagangan ini menjadi tanpa batas dan perubahan sosial. Dengan demikian itu, tidak sedikit dalam kasus e-commers yang merugikan konsumen. Seperti, misalnya kasus;
1. Wanprestasi, tidak kesesuaian barang yang diterima konsumen.
2. Pembatalan sepihak, Pembatalan pesanan sepihak karena stok barang kosong karena terjadi kesalahan program padahal konsumen sudah membayar lunas terlebih dahulu.
3. Pembobolan akun, Â pembobolan akun konsumen yang kemudian pihak lain memanfaatkan data-data kartu kredit atau bank pemilik akun untuk membeli barang dengan dana si pemilik akun tersebut.
4. Pengaduan sulit, konsumen yang memiliki masalah dengan pengembalian dana atau barang, pengiriman barang, serta ketidakjelasan lainnya yang sehingga ketika konsumen ini komplain tidak diperhatikan atau prosesnya lama.
Maka dari hal-hal permasalahan e-commerce ini diperlukan adanya perlindungan hukum terhadap para pihak yang melakukan transaksi elektronik, dengan ini Indonesia mengeluarkan peraturan khusus yang mengatur transaksi elektronik yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE) lalu diperbarui dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Tidak sedikit kasus-kasus yang terjadi di bidang e-commerce juga tidak sedikit pula konsumen yang menindaklanjuti hal itu, sehingga tidaklah banyak konsumen yang tau celah-celah mana penipuan yang terjadi apalagi cara mengatasi hal tersebut.
Bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen dalam transaksi e-commerce, yakni sebagaimana pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yaitu berupa Hak konsumen yang terdapat dalam Pasal 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yaitu pasal 5 ayat (1) yang berbunyi " informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.Â
Pasal 18 ayat (1) yang berbunyi " transaksi elektronik yang dituangkan ke dalam kontrak elektronik mengikat para pihak". Â Pasal 28 ayat (1) yang berbunyi " setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik". Â Perbuatan sebagaimana di jelaskan di dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar (Pasal 45 ayat (2) UU ITE).
UU ITE memang sangat diperlukan namun, UU ITE ini terdapat beberapa pasal yang dapat terjadinya perbedaan penafsiran yang menyebabkan kegaduhan di kehidupan masyarakat. Maka dari itu diperlukan revisi pada pasal yang mengandung multitafsir tersebut terutama terkait pembatasan atau tolok ukur delik dan mekanisme penyelesaian sengketa.Â