Mohon tunggu...
Roviatus Sa'adah
Roviatus Sa'adah Mohon Tunggu... Writer.... -

DATA DIRI: Nama Lengkap : Roviatus Sa'adah Nama Populer : Dhara Tempat & Tanggal Lahir : Bondowoso, 28 September 1990 Agama : Islam DATA PENDIDIKAN: TK: TK PGRI 02 Koncer Tenggarang Bondowoso SDN : SDN Koncer 02 Tenggarang Bondowoso MTs: MTs NURUL HUDA Peleyan Kapongan Situbondo MA: MA NURUL HUDA Peleyan Kapongan Situbondo SARJANA S1: STAI Nurul Huda Peleyan Kapongan Situbondo BIOGRAPHY: Penulis pemula kelahiran Bonsowoso - Jawa Timur. Sekarang berdomisili sebagai warga Sukowono-Jember. Lulusan Fakultas Syari'ah jurusan Akhwalusy Syakhsyiah S1 STAI Nurul Huda Peleyan Kapongan Situbondo. FB: Dhara Jutex Abyzz Twitter : @roviatussaadah Blog: http://libranovel.blogspot.com/Email:roviatussaadah@yahoo.com Saya menulis sejak berusia 14 tahun. Namun mulai serius menulis dan tulisan banyak digemari teman-teman selama kurang lebih 10 tahun. Saat ini banyak sudah tulisan yang saya genggam. Tidak sedikit yang sudah membaca tulisan saya mengatakan bagus bahkan ada yang mengaku sampai menangis. Namun, tulisan saya masih belum dilirik penerbit manapun. Hingga sampai saat ini saya terus dan tetap menulis meski G.A.L.A.U selalu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

PERJUMPAAN TAK TERDUGA

31 Desember 2014   19:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:05 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

PERJUMPAAN TIDAK TERDUGA

Oleh : Roviatus Sa'adah

"Sayang, bunda mendadak meeting nih, gak masalah kan ditunda dulu liburan tahun barunya?"

Aku kembali membaca pesan singkat Bunda 1 jam yang lalu. Hatiku berusaha mengerti dan memahami kesibukan bunda sebagai ibu sekaligus ayah, karena memang sejak aku hadir ke dunia ini ayah sudah tiada. Bunda bilang ayah meninggal dunia, tapi ada sebagian orang yang tidak membenarkannya, karena menurut mereka ayahku masih hidup dan sampai sekarang entah menghilang kemana.

Pernah aku bertanya sendiri tentang ayah pada bunda, bunda marah dan memintaku untuk tidak mengingat-ingat ayah yang bunda sebut pria brengsek. Akupun nurut, sejak saat itu sampai saat ini, aku tidak lagi menyinggung-nyinggung soal ayah meski jauh dalam lubuk hatiku sebenarnya amat merindukannya. Tapi aku buang perasaan itu demi menjaga perasaan bunda, single parent yang banting tulang dari pagi sampai malam untuk menghidupiku. "Kalau ayah ada disini, pasti bunda tidak akan sibuk bekerja" ucapku dengan air mata yang sudah menetes. Sedih.

Tahun baru 2015 ini usiaku genap 18 tahun, selama itupula aku hanya hidup berdua dengan bundaku dilingkungan rumah yang tidak banyak tetangga, ada beberapa tetangga yang dekat tapi mereka semua tidak mengenalku karena aku selalu bermain di dalam rumah, bunda melarangku bermain selayaknya anak-anak seusia yang lain alasannya karena bunda pulang malam dan khawatir terjadi sesuatu padaku, hingga bunda melengkapi semua mainan yang aku inginkan dan menyuruhku hanya bermain di dalam rumah saja, dan bunda juga memasang CCTV serta perangkat keamanan lainnya di dalam rumah dan aku benar-benar seperti Rapunzel yang tinggal di istana megah namun tidak merasakan kebahagiaan. Dan aku juga sudah 18 tahun hidup seperti ini.

Tiba-tiba seseorang datang dan menekan bel begitu lama, suara yang menyeruak keras dalam hitungan detik sudah membahana diseluruh sudut ruangan dan membuatku melonjak kaget plus bertanya-tanya siapa yang datang. Tidak mungkin bunda, pikirku karena bunda biasanya langsung membuka pintu dengan kunci yang dibawanya. Lantas kali ini siapa? Aku takut dan gemetar, karena ini kali pertamanya ada seorang tamu yang bertandan selama 18 tahun.

Aku masih berpikir panjang untuk segera membuka pintu, bagaimana jika orang jahat yang datang? Atau penculik? Aku semakin takut. Aku raih ponselku dan ku tekan nomor bunda, panggilanku nyambung, tapi bunda tidak mengangkatnya, 1 kali, 2 kali, bahkan hampir 7 kali tapi tidak ada yang menjawab panggilanku. Akupun jadi semakin takut dan panik. Karena sekarang tidak hanya memencet bel, tapi juga mengedor-ngedor pintu.

Dengan mengumpulkan kekuatan, aku berusaha melangkah pelan menuju jendela di samping pintu, mengintip siapa yang datang. Aku berhasil mengintipnya, tapi dalam penilaianku, laki-laki yang sejak tadi menekan bel dan memukul-mukul pintu sama sekali tidak berpenampilan jahat atau menakutkan, malah sebaliknya, wajahnya yang bisa dibilang lumayan tampan dalam usianya yang kutaksir hampir separuh baya, tangannya menenteng kopor yang penuh entah terisi apa.

Dengan mengucapkan basmalah dalam hati, aku beranikan diri memutar kunci. Pintupun terbuka. Dan aku tidak percaya, ini adalah pertama kalinya aku melihat orang selain bunda, dan aku juga melihat halaman rumahku yang luas, pagar yang tinggi dengan pintu gerbang besi ditengah-tengahnya, ternyata di samping rumah ada kolam ikan dengan air mancur datasnya. Masyaalah, begitu indah ciptaan-MU.

"Nisa?" Kekagumanku berubah jadi rasa takut ketika laki-laki dihadapanku ini menyebut namaku, tapi aku merasa tidak pernah mengenalnya. "Nisaa..." dia mengucapkan namku lagi sambil memelukku. "Maaf, anda siapa? dan sedang mencari siapa?" aku melepaskan diri dari pelukannya, bagaimanapun juga ini adalah saat pertama aku melihatnya dan aku belum mengenalnya. "Nisa, ini ayah...." Aku langsung menjauh darinya ketika dirinya menyebutnya ayah, karena yang aku tahu ayahku tidak ada sejak aku hadir dalam dunia yang sepi ini. "Ayah siapa?" meski takut aku berusaha menekan perasaanku. "Ayahmu.... mana bunda?" laki-laki yang mengaku ayahku itu langsung masuk sambil menggandeng tanganku. Aku masih tertegun dan tetap diam.

"Ayah akan membawamu..."

"Tidaaak... Nisa tidak kenal siapapun selain bunda..."

"Tapi ini ayah Nisa... ini ini kalau tidak percaya, ini foto bunda kan?"

Aku memang melihat foto bunda yang sedang dipeluk laki-laki ini, dan bunda sedang hamil besar. Apa mungkin itu aku yang di dalam perut bunda?

"Sekarang percaya kan kalau ini ayah... ayo ikut bersama ayah, kita akan jalan-jalan dan makan ice cream yang banyak..."

Aku menggeleng. "Nisaa.... ini beneran ayah, apa bunda mengatakan ayah sudah meninggal? Tapi ini beneran ayah sayang... Ayah mendapat tugas mendadak menjelang kelahiranmu, foto yang tadi kamu lihat itu adalah foto ayah dan bunda di bandara sebelum ayah berangkat tugas. Sehari setelah keberngkatan ayah, ada kabar bahwa pesawat yang ayah tumpangi menghilang dan penumpangnya juga tidak satupun yang ditemukan, tapi kabar itu bohong, ayah sampai dengan selamat ke tempat tujuan, tidak ada kecelakaan apapun. Mungkin karena itu bunda mengatakan ayah meninggal dan melarangmu pergi kemanapun, bahkan dalam rumah juga ada sistem keamanan. Tapi hari ini ayah pulang, ayah datang untuk menjemputmu dan bunda"

"Tapi bunda tidak di rumah..."

"Kita akan pergi ke tempat dimana bunda pasti akan datang"

"Aku belum yakin..."

"Pantas, karena selama 18 tahun ini kamu hanya di dalam rumah ini saja"

"Mengapa bisa tahu semua ini?"

"Karena ayah ini adalah ayahmu, percayalah... Jika Nisa belum yakin, Nisa bisa kirim sms bunda bilang bahwa pergi dengan ayah, ayah yakin bunda tahu kemana kita pergimeskipun Nisa tidak mengatakan tempatnya"

Karena penasaran, akupun memenuhi sarannya. Aku kirim sms ke nomor bunda dan langsung pergi bersama laki-laki yang mengaku sebagai ayahku. Ini juga yang pertama kali buatku, percaya pada orang selain bunda.

"Bunda, Nisa pergi bersama laki-laki yangmengatakan dirinya adalah ayah Nisa..."

Bunda yang baru selesai meeting ketika membaca smsku langsung memutar arah mobilnya, menuju tempat yang kini aku dan ayah sudah sampai. Tidak sampai 10 menit aku di tempat itu, bunda benar-benar datang. "Nisaaa...." Teriaknya berlari menghampiriku. Pandangan bunda beralih pada laki-laki yang bersamaku, dan aku melihat dengan jelas, air mata bunda langsung tumpah. Bunda terduduk lemas di pasir pantai yang berwarna putih. Tangannya yang tadi menggenggam tanganku kini menutupi wajahnya walau sebagian masih terlihat.

"Bundaa....." Aku merangkul bunda dan ikut menangis.

"Apa dia benar-benar ayah?"

suara ssenggukanku terdengar lebih keras dari pertanyaannku. Bunda hanya mengangguk. Pandanganku seketika beralih pada laki-laki yang ternyata memang ayahku. "A..a..aaayahh.." lidahku terasa kelu mengucapkannya karena 18 tahu ini aku belum pernah memanggil ayah sekalipun. Ayah memelukku dan bunda.

"Ayah janji tidak akan pergi lagi, tidak akan pergi sejengkalpun, karena memang segalanya lebih baik bersama-sama"

***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun