5
Dia Hanya Milikku
Pagi ini, Virda berangkat ke sekolah lebih awal dari sebelumnya. Karena ia harus menemui Ilham dan melanjutkan belajarnya. “ Hai Vir, good morning…” sapa Ilham pada Virda sambil duduk di dekat Virda. “ Morning…” balas Virda tersenyum. “ Gimana Vir, apa kita bisa lanjutkan sekarang belajarnya? Ujian semester sudah tinggal beberapa hari lagi kan? “ Tanya Ilham mengingatkan Virda pada pelajaran yang masih belum lengkap. “ Siap pak guru..” jawab Virda sambil menundukkan kepalanya, seolah-olah Ilham adalah guru wali kelasnya. “ Bagus! “ tanggap Ilham menganggukkan kepalanya. “ O ya Il, tunggu, tunggu…..” Virda berkata sambil mengeluarkan buku dari dalam tasnya. “ Kemarin kamukan minjemin aku buku paket kamu, terus aku coba deh merangkum dan mengerjakan soalnya, sory Il bukannya aku mau mendahului kamu, dan sekarang, aku mau kamu menilai hasil kerjaku. Gimana, mau ngga’? “Tanya Virda memandang Ilham, Ilham membentuk sebuah kerutan di keningnya. “ Coba sini aku lihat…” Ilham mengambil buku yang di pegang Virda. “ Eh Il, jangan di buka dulu dong….! Jawab dulu pertanyaan aku, kamu mau apa ngga’ menilai semua kerjaku? “ Tanya Virda sambil merampas bukunya kembali. “ Ia, tapi aku mau lihat dulu Vir…” pinta Ilham. “ Ngga’ “ tolak Virda mempertahankan buku yang ada di tangannya. “ Vir…” teriak Ilham sambil berlari mengejar Virda. Dalam beberapa menit Virda dan Ilham berlari, saling kejar-kejaran, mereka tidak berbeda dengan Tom and Jerry yang selalu berlari mengejar satu sama yang lain.
“ Ah, get you……”ucap Ilham sambil memeluk Virda dari belakang. “ Eh, kamu curang…..” teriak Virda“ Pengecut, jangan nangkap lawan dari belakang dong….” Teriak Virda semakin meronta-ronta, berusaha melepaskan diri dari dekapan Ilham. Tapi, Ilham malah semakin erat memeluknya.
Dari kejauhan, Radit yang kebetulan lewat di situ, ia melihat Ilham yang sedang memeluk Virda. Radit merasa cemburu, ia meremaskan gumpalan tangannya. Ia benci pada Ilham, ia berjanji akan membalas sakit hatinya itu. “ Oke, oke… kita baikan, lebih baik sekarang kita ke kantin, sarapan pagi…” ajak Ilham pada Virda. “ Iya, tapi balikin dulu dong bukunya….” Pinta Virda, tapi Ilham, bukannya mengembalikan buku yang di pinta Virda, ia malah memeluk Virda, memapahnya menuju ke kantin. “ Gimana? “ Tanya Virda saat Ilham selesai mengoreksi hasil kerjanya. “ Wah,wah, wah… benar-benar di luar dugaan. Kamu hebat banget Vir, padahal kemarin aku belum ngajarin apa-apa, dan sekarang kamu bisa mengerjakan soal-soal ini dengan sempurna, kamu benar-benar hebat Vir…..” puji Ilham sambil menganggukkan kepalnya. Virda hanya tersenyum sambil menikmati bakso sayur kesukaannya.
“ Sebagai ucapan selamat, gimana, kalau aku yang traktir kamu hari ini? “ Tanya Ilham “ Setuju, setuju…” jawab Virda mengangguk mantab. “ Kamu mau pesan apa lagi Vir? Mumpung gratis…” tawar Ilham saat Virda memasukkan pentol terakhir ke dalam mulutnya. “ Emmh, apa ya? “ Tanya Virda pada dirinya sendiri. Ilham menanti jawaban meluncur dari bibir Virda, Ilham berjanji, apapun yang Virda pinta, pasti ia akan memberikannya, rasa cintalah yang mendorong semuanya, karena Ilham mencintai Virda. “ Mie ayam pedas, ngga’ pake’ sayur “ jawab Virda kemudian, Ilham tahu, Virda tidak suka mie ayam, tapi Ilham cukup mengerti kalau oarng yang di cintainya itu selalu peduli pada temannya. Mie ayam yang dipintanya, pastilah buat sahabatnya, Linda. “ Yuk….” Ajak Ilham setelah seorang pelayan memberikan sebungkus mie ayam pedas ngga’ pake’ sayur pada Virda. Merekapun melangkah menuju kelas XII.
“ Hai Lin, “ sapa Virda sesampainya di kelas. Linda tak menyahut, dengan asyik ia rebahkan kepalanya, ke atas meja. “ Kamu marah ya Lin, gara-gara aku dekat sama Ilham? “ goda Virda, tapi godaannya itu tak jua membuat Linda mengangkat kepalanya. “ Linda…” ucap Virda sambil mencubit pipi Linda. “ Ih, genit ah, sakit tahu…. “ Linda memukul tangan Virda yang mencubitnya.
“ Kalau aku bawakan ini buat kamu, apa yang namanya Linda masih tetap marah sama yang namanya Virda? “ Virda berkata sambil meletakkan mie ayam pedas tanpa sayur ke depan Linda yang masih belum mengangkat kepananya. Mendengar aroma sedap mie ayam pedas tanpa sayur, Linda langsung mengangkat kepalanya, memandang Virda penuh terima kasih, kemudian langsung menyantapnya. Virda tertawa melihat tingkah sahabatnya itu.
“ Vir, lagi ngapain? “ tiba-tiba Ilham menghampiri dan berdiri di dekat Virda. “ ilham?...” ujar Virda terkejut, “ Ngga’ ada, Cuma baca-baca biasa, “ jawab Virda kemudian setelah pulih dari keterkejutannya. “ Udah mau belajar sekarang? “ Tanya Virda seraya menutup bukunya. “ Eh, ngga’ “ jawab Ilham tergagap. “ Terus ada apa? “ Tanya Virda tak mengerti “ Ngga’ ada sih, cuman aku mau ngajakin kamu ke toko buku nanti setelah belajar. Gimana? “ mendengar perkataan Ilham, Virda berpikir, jika mau tentunya itu akan membuat Ilham senang hati, tapi ia akan di marahi Calsa lagi seperti kemarin, dan ia tidak mau salah satu anggota rumah mewah itu tahu pada kelakuan Calsa yang sebenarnya. Tapi kalau menolak, Ilham akan kecewa, dan ia akan merasa bersalah yang takkan pernah termaafkan oleh dirinya sendiri. “ Vir, “ ucap Ilham membangunkan Virda dari lamumannya. “ Aduh, Il, gimana ya? Bukannya aku ngga’ mau, tapi aku sudah janji sama Linda mau ke internet, buat mencari Filsafat Yunani kuno, sekalian mau beli obat buat bunda. “ ujar Virda panjang lebar, “ Sory ya Il? “ tambah Virda sambil memegang tangan Ilham, Ilham terkejut. Rasa yang menggelayut manis di hatinya, semakin ia rasakan. “ Ngga’ apa-apa kan?.....” Tanya Virda panik. Virda takut untuk membuat Ilham sakit hati. Karena bagaimanapun juga Ilham adalah satu-satunya teman yang selalu membantunya. “ Ngga’ apa-apa ko’ Vir, aku bisa ngerti, mungkin aku memang ngajakin kamu bukan pada waktu yang tepat. “ jawab Ilham kecewa dan Virda bisa merasakan itu semua. “ Il, kamu ngga’ marah kan? “ Tanya Virda lagi. “ Ngga’ “ jawab Ilham hambar. Kemudian berbalik, hendak kebangkunya. “ Il, “ cegah Virda sambil menarik lengan Ilham. Ilham menoleh kearah Virda, Virda berdiri, tingginya sebahu dengan Ilham. “ Kamu masih maukan ngajarin aku, walau aku ngga’ bisa bantu kamu? “ ada penyesalan dalam ucapan Virda, tapi ia terlajur menolak, hingga membuat persendian tulang Ilham serasa tak kokoh lagi. “ Vir, apapun yang kamu lakukan ke aku, itu semua ngga’ akan merubah keputusan aku untuk ngajarin kamu, menyusul pelajaran yang tidak kamu ikuti, “ sambut Ilham ramah. Ada sesuatu yang mengalir di hati Ilham. Dengan sabar Ilham kembali ke tempat duduknya setelah Virda melepaskan tangannya.
***
Sepulang sekolah, Ilham bersiul santai kearah mobilnya yang tak jauh dari lapangan basket. Ia tak menyadari bahwa Radit dan ketiga temannya, telah menunggunya sejak tadi. Ilham dicegat oleh Radit dan ketiga temannya. “ Eh brengsek….” Ucap Radit sambil menghujamkan gumpalan tinjunya, ke wajah Ilham sebanyak dua kali. “ Au,… “ keluh Ilham meraung kesakitan. Ia bangun sambil memegang hidungnya yang mengalirkan darah segar. “ Dit, apa salah gue? “ Tanya Ilham tak mengerti. “ Ello pura-pura ngga’ tahu hah…..? “ jawab Radit sambil memukulkan tinjunya kearah perut Ilham.
CEEESS …..
Ilham jatuh tak berdaya, karena pukulan Radit yang diarahkan keperutnya yang saat itu dilanda rasa lapar.“ Dengar Il, jangan mentang-mentang ello bintang di kelas, ello seenaknya saja berbuat curang. “ Radit berkata sambil menendang perut Ilham yang sudah jatuh tak berdaya
“ Aaaaaaaaa…..kh, “ keluh Ilham menahan rasa sakit sambil memegang perutnya. “ Apa maksud ello Dit? “ Tanya Ilham sambil berusaha bangun tapi tak berdaya. “ Eh, dengar ya Ham, mulai besok, gue ngga’ mau ngeliat ello deket-deket sama Virda lagi, ingat itu, atau kalau ngga’, ello akan merasakan yang lebih parah dari ini. “ jawab Radit dengan mata melotot kearah Ilham, Ilham hanya bisa memandang sendu wajah Radit. “ Ingat, gue ngga’ mau ngeliat ello dekat-dekat Virda lagi, karena kenapa? “ Tanya Radit tajam. “ Karena Virda hanya milik gue, Dia hanya milik gue…. “ jawabnya kemudian. “ Ayo kita pergi…! “ ajak Radit pada ketiga orang temannya. Radit berjalan melangkahi tubuh Ilham yang sudah terkapar tak berdaya, puas rasanya karena bisa membalas sakit hati yang menusuknya.
***
“ Eh Virda…” suara Calsa berteriak memanggil Virda yang berjalan kearah dapur. Virda menoleh pada Calsa yang berjalan menuruni anak tangga. “ Non, Calsa, ada apa? “ Tanya Virda mengmapiri Calsa yang sudah berdiri di anak tangga paling bawah. “ Apa ello bilang, ada apa? “ protes Calsa keras. Siang itu Calsa memang sudah berniat akan memarahi Virda habis-habisan, karena siang itu, nyonya Marina, mama Calsatidak ada di rumah, Calsa tahu, mamanya sangant menyayangi Virda, pembantunya.
“ Coba lihat jam berapa sekarang!..” perintah Calsa sambil menunjuk jam yang tergantung di dinding. “ Sekarang, jam 12. 30 “ jawab Virda sambil melihat jam yang terpasang di pergelangan tangannya. “ Kalau ello tahu ini sudah jam 12.30, kenapa ello baru pulang? Dari manasaja? Ello kira, ello bisa seenaknya di sini? Keluar pagi, pulang malam…. Emang ello kira ello siapa? Jangan mentang-mentang karena mama gue sayang sama ello, ello bisa saja berbuat seenaknya. “ Virda menundukkan kepalanya mendengar omelan Calsa, hatinya menjerit sakit, walau Calsa adalah majikannya, Virda tetap sakit hati mendengar semua ucapannya. Lagi pula tadi, Virda harus ke toko buku untuk membeli buku yang di perlukannya. “ Non, Calsa…. Ada apa non? “ bi, Imah bunda Virda dating dari dapur, dengan langkah cepat ia menghampiri Virda. “ Eh, bi’ Imah, bilangin ya sama anak ello itu, kalau di sini itu bukan hotel yang seenaknya saja keluar masuk. Emang dia piker, kalian itu siapa? Kalian itu, Cuma pembantu di rumah ini, tahu….”Setelah memaki, Calsa melangkah pergi, kembali menaiki tangga menuju ke kamarnya.
“ Suday ya Ndok, ngga’ usah di ambil hati, non Calsa memang suka begitu. Tapi dia itu orangnya baik….” Bi’ Imah melangkah, tangan kanannya memnuntun Virda. Virda hanya mengangguk, tapi tidak bisa membuat air matanya berhenti. Kemudian Virda masuk ke kamar mininya.
“ Bi’ Imah, Virda mana? Dari tadi ko’ ngga’ kelihatan? “ Tanya nyonya Marina sambil membantu bi’ Imah menata makanan di meja makan. “ Mungkin Virda, ada di kamar, Nya….” Jawab bi’ Imah tanpa menghentikan pekerjaannya. “ Bi’ tolong panggilkan Calsa di kamarnya ya….! “ perintah nyonya Marina yang langsung membuat langkah kaki bi’ Imah berlari-lari kecil, menaiki tangga menuju kamar Calsa. Belum sampai di kamar Calsa, tiba-tiba Calsa sudah menuruni tangga, kemudian langsung menghampiri nyonya Marina yang sudah duduk di meja makan, menunggunya. “ Siang, ma….” Sapa Calsa sambil duduk di kursi yang biasa di tempati ketika makan.
“ Sayang, gimana di sekolah? “ Tanya nyonya Marina di sela-sela makannya. “ Ma, tumben banget nanya’in tentang sekolah? “ Tanya Calsa sambil memasukkan nasi kedalam mulutnya. “ Ya, bukannya tumben sayang, beberapa hari ini, Calsa kan punya teman baru di sekolah. Pastinya, menyenangkan sekali kan…? “ nyonya Marina menaikkan alisya. Bibirnya tersentum kearah putrid yang tidak pernah menggetarkan jiwanya. “ Ha….? Menyenangkan? Yang ada malah gue kena sial terus gara-gara ada anak gembel itu di sekolah. “ ucap Calsa dalam hatinya. “ Sayang….” Panggilan nyonya Marina mengagetkan Calsa, “ E….i….i….iyama…? Jawab Calsa terperangah. “ Ditanya mama ko’ malah bengong sih? “ Tanya nyonya Marina lembut, kemudian mengelapkan selembar tisyu ke mulutnya yang sama sekali tidak ada bekas makanannya. “ Seneng banget ma, apalagi teman baru Calsa kan cantik ma….” Jawab Calsa bohong. Nyonya Marina mengangguk senang.
Makan siang selesai nyonya Marina langsung melangkah menuju ruang tamu, karena telinga indahnya, mendengar dering telfon yang sudah sejak tadi. Sedangkan Calsa, usai makan siang, dia langsung menemui Virda ke kamar mungilnya. Tanpa mengetok pintu, Calsa langsung masuk. Matanya membesar melihat Virda yang tidur nyenyak. “ Eh, bangun dong….!! Jangan tidur terus. Gertak Calsa sambil melemparkan guling kearah Virda. Virda terkejut dan langsung bangun. “ Ya Allah non Calsa, ada apa non….? “ Tanya Virda dengan wajah heran. “ Eh, ni anak… ada apa, ada apa….emang ello ngga’ lihat ini jam berapa? “ Tanya Calsa mendoront keras tubuh Virda, Virda tersandar ke dinding. “ Jam, 2 siang non….” Jawab Virda sambil mengucek matanya, yang diarahkan ke jam dinding merah yang tergantung di sebelah barat.
“ Memangnya ada apa non? “ Tanya Virda yang masih terus mengucek matanya. “ Eh, Vir… ello itu emang keterlaluan banget ya, ello itu di sini , bukan buat tidur, ello kan pembantu, dasar pemalas, udah ni kerjakan PR gue! awas jangan sampai salah….” Setelah berkata Calsa pergi dari kamar Virda, Virda hanya diam memandang langkah kaki Calsa yang perlahan hilang dari pandangan matanya. Virda menghela nafas berat, di depan matanya, terdapat buku pe-er matematika milik Calsa yang harus diselesaikan. Dengan sedikit sisa-sisa rasa kantuknya, Virda beranjak menuju kamar mandi, ambil wudhu’ kemudian menghadap sang Pencipta, diatas sajadah birunya.
***
“ Bunda, ayah, Virda berangkat dulu….” Pamit Virda sambil menciu telapak tangan kedua orang tuanya. “ Hati-hati di jalan Vir,…” teriak bi’ Imah yang sudah ada di tempat cuci piring. “ Ya, “ jawab Virda berteriak.
“ Vir,… Virda, “ panggil pak Mahmud, ayahnya. “ Iya, ayah “ sahut Virda memenuhu panggilan ayahnya. Kakinya melangkah pelan kearah ayahnya. “ Vir, ini ayah ada uang sedikit, tapi pasti cukup untuk beli buku baru, “ ujar pak Mahmud sembari membuka dompetnya yang sudah bolong di pojok kanannya. “ Ni, …” pak Mahmud menjulurkan tangannya yang memegang uang. “ Ayah…..” ucap Virda pelan“ Bunda sama ayah pasti lebih membutuhkan uang ini, dari pada Virda kan? “ lanjut Virda menolak lembut pemberian pak Mahmud. “ Vir, uang ini memang ayah sisakan buat kamu. “ ujar ayahnya sambil meraih tangan Virda,menyelipkan uangnya di genggaman tangan Virda. “ Terima kasih ya ayah….” ucap Virda tersenyum, kemudian mencium kening ayahnya. “ Virda berangkat Yah, assalamualaikum…” kemudian Virda melangkah. “ Waalaikum salam……” jawab pak Mahmud tersenyum, dalam hatinya bersyukur, karena di karuniai anak seperti Virda yang sangat berbakti pada orang tuanya.
Pagi ini, Virda berangkat tidak bersama Calsa, karena Calsa sudah berangkat lima menit yang lalu, dia diantar oleh papanya, tuan Taufiq. Virda tahu alasan Calsa minta diantar ke sekolah. Tuan Taufiq juga tidak pernah senang dengan kehadiran Virda di rumah itu, hingga hal itu menjadi sangkar emas buat Calsa untuk semakin membenci Virda. Sesampainya di kelas, Virda langsung duduk di bangkunya, matanya melirik kearah Calsa yang berjalan mendekat ke bangkunya. “ Mau apa lagi non Calsa….? “ Tanya Virda dalam hatinya.
“ Hei anak babu…..mana pe-er gue? “ Tanya Calsa sambil memukul bangku di depan Calsa. Virda tak berani memandang Calsa, tanpa menunggu gertakan Calsa lagi, Virda membuka tasnya dan mengambil buku pe-er Calsa. “ Ini non….” ujar Virda seraya mengulurkan tangannya, memberikan buku yang dimaksud Calsa. “ Cepat…” ucap Calsa merampas buku di tangan Virda. “ Cal, kaya’nya ngga’ adil banget deh, kalau pembantu ello itu juga ngumpulin pe-er nya, “ hasut Beky“ Ya Cal, pastinya pembantu ello itu tidak semuanya mengerjakan tugas ello dengan benar, pasti ada yang disalahkan, sehingga dia bisa dapat nilai lebih tinggi dari pada nilai ello “ sambung Fani. “ Ya juga ya, kenapa gue ngga’ berfikiran kearah sana…. “ ucap Calsa membenarkan, dia memang mudah di hasut orang lain, apalagi dengan kedua temannya itu.
“ Vir, sini buku ello, “ ujar Calsa mengambil tas Virda yang sejak tadi ada di pangkuannya. “ Jangan non,…” teriak Virda merampas tasnya dari tangan Calsa. “ Udah sini…rewel banget sih…” Calsa kembali merampas tas Virda, kemudian menuangkan isinya ke lantai, semua isi tas Virda berantakan, jatuh ke lantai. Melihat hal itu, Virda langsung turun dari bangkunya, memunguti barang-barangnya yang jatuh berantakan. “ Ni dia….” Ujar Calsa senang, sambil mengambil buku matematika Virda. “ Jangan non…, jangan “ teriak Virda berusaha mengambil bukunya dari tangan Calsa, tapi sia-sia.
“ Calsa…..” teriak seseorang dari arah pintu. “ Ilham….? “ ucap Virda pelan “ Balikin ngga’ buku Virda, ? “ teriak Ilham sambil melangkah mendekati Calsa, “ Ooh, ternyata ada juga yang berani belain pembantu gue? “ ujar Calsa mendekat kearah Ilham. “ Ello keterlaluan banget ya…” ucap Ilham saat langkahnya terhenti di depan Calsa. “ apa urusannya sama ello? “ jawab Calsa tenang, sama sekali tak ada rasa takut di wajahnya. Harta yang dimilikinya, telah membuat angkuh sifatnya. “ Cal, aku tahu Virda adalah pembantu kamu, tapi ini sekolah, bukan rumahmu. Kalau di rumahmu sendiri, kamu bebas mau ngelakuin apa saja pada Virda, tapi disini sekolah Cal, bukan rumahmu, aku bisa saja ngelaporin sikap kamu ini jika aku mau, tapi aku masih menghormatimu sebagai majikan Virda, karena aku tahu Virda sangat menghormati majikannya yang tidak tahu diri. Sekarang, balikin ngga’ buku Virda…” ucap Ilham tegas. Ilham memang pantas melakukan itu semua, melindungi Virda, karena selain Ilham adalah ketua kelas, Ilham juga orang yang sangat mencintai Virda, yang tentunya tidak mau jika melihat orang yang di cintainya tersakiti.
“ Iiiih, awas ello ya Vir, “ ucap Calsa sambil melemparkan bukunya ke wajah Virda, Virda tak sempat menghindar. Kemudian Calsa pergi, di ikuti kedua temannya yang mau saja di perbudak Calsa. “ Makasih Il, “ ucap Virda sambil memasukkan barang-barangnya yang berantakan. “ Vir, lain kali kamu ngga’ perlu takut sama Calsa, kita semua sama, tidak ada yang perlu kita takuti kecuali yang menciptakan kita. “ nasihat Ilham sebelum kembali ke bangkunya. Virda hanya diam, Ilham tidak tahu siapa Calsa dan keluarganya yang telah banyak membantu keluarga Virda. “ Ya, udah, aku ke bangku dulu ya….” Pamit Ilham mengelus kepala Virda yang mengangguk. Kemudian Ilham berlalu dari bangku Virda.
***
“ Linda…..” teriak Radit memanggil Linda, sahabat Virda. “ Ada apa? Aku juga lagi nyari’in Virda nih….” Ucap Linda sewot. “ Siapa yang mau nanya’in Virda…. “ bantah Radit sambil menyilangkan kedua tangannya di dadanya yang bidang. Mata Linda membesar seperti bola pimpong. “ Apa? Jadi kamu manggil aku, bukan karena nyari’in Virda….? “ ujar Linda salah tingkah. Ia langsung merapikan tataan rambutnya yang sebahu. Radit tersenyum melihat tingkahnya. Radit adalah cowok paling keren di sekolah itu, selain keren, Radit juga cowok yang kaya raya, sehingga siapasih yang ngga’ bakalan salting jika di dekati Radit. Tak terkecuali juga Linda.
“ Terus, ada perlu apa dong Radit manggil Linda? “ Tanya Linda genit, bulu matanya dikedipkan seindah mungkin kearah radit. Radit tersenyum, membuat Linda tambah salah tingkah di depannya, pipinya mulai merah merona. “ Kamu mau ini? “ Tanya Radit sambil memperlihatkan gambar mie ayam pedas tanpa sayur kesukaan Linda. “ Wah, mau banget Dit…..” jawab Linda menggigit ibu jarinya. “ Aku janji, aku akan memberimu mie ayam ini, sebanyak apapun yang kamu minta, “ ucap Radit yang langsung membuat Linda meloncat kegirangan. Dia sudah membayangkan nikmatnya makan mie ayam pedas tanpa sayur kesukaannya,apalagi makannya pas ditemani Radit. “ Yang bener Dit….? “ Tanya Linda tak percaya. Radit mengangguk meyakinkan. “ Tapi, ada satu syarat yang harus kamu lakukan. “ jawab Radit “ Apapun syarat itu Dit, akan aku penuhi, janji…” Linda mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya. Membuat Radit mengangguk puas. “ Syaratnya apa? “ Tanya Linda kemudian.
“ Syaratnya gampang aja.” Jawab Radit, membuat Linda tak sabar.” Kamu harus berhasil membawa Virda keluar nanti malam, gimana? “ lanjut Radit. Wajah ceria Linda tiba-tiba mendung. “ Oh, jadi kamu mau manfaatin aku, untuk deketin Virda? “ tebak Linda mengerti. “ Lin, aku hanya menawarkan saja, tidak memaksa. Jika kamu tidak mau, tidak apa-apa, aku bisa ko’ minta bantuan yang lain, tapi mie ayam pedas tanpa sayur ini, akan menjadi milik orang lain juga tentunya.” Jelas Radit, membuat Linda bingung. “Gimana? “ Tanya Radit menanti keputusan. Linda tampakberpikir, sambil mengelus-elus dagunya. “ Kalau kamu ngga’ mau ngga’ apa-apa, aku akan cari orang lain. “ setelah berkata Radit pergi. “ Dit, tunggu….!! “ teriak Linda. “ Gimana? “ Tanya Radit tersenyum. “ Ya, deh, aku mau bantuin kamu untuk ketemu sama Virda nanti malam. Tapi janji ya, kamu akan memberiku mie ayam sebanyak yang aku mau….” Jawab Linda setuju. “ Yap, pasti….” Ucap Radit sambil menaikkan jempolnya. Kemudian melangkah pergi
“ Dit, dimana? “ teriak Linda keras. “ Di taman dekat sekolah…” jawab Radit sambil menunjuk taman yang tak jauh dari sekolah mereka. “ Mudah-mudahan aja, aku berhasil membawa Virda malam ini, dan sebagai gantinya, aku akan makan mie ayam pedas tanpa sayur kesukaanku, sebanyak yang aku mau….. Hemmmm “gumam Linda sambil berjalan, lidahnya menari-nari di atas kedua bibirnya.
***
_BERSAMBUNG_
Pastikan anda membaca edisi selanjutnya BUKAN DIRIKU 6 (TAMAN DEKAT SEKOlAH)
tentu ceritax makin dan semakin seru...
jangan sampai terlewatkan.... :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H