1
Namaku, Virda
“ ELICHA HOSPITAL “
Adalah sebuah rumah sakit yang terkenal di Bagor. Di rumah sakit itulah Virda dan Calsa dilahirkan. Virda adalah seorang anak yang tumbuh menjadi gadis berparas cantik jelita, baik hati, pintar, dan mempunyai perangai yang baik. Paling istimewa yang Virda miliki adalah ‘senyum’ yang selalu melekat dibibirnya, siapapun yang menikmati senyumnya, akan langsung jatuh hati padanya. Senyum Virda ibarat racun yang mematikan, hingga yang terpaksa menikmatinya akan mati dalam kegelisahan.
Siang hari, Virda sibuk menyiapkan makan siang di dapur. Saat Calsa pulang sekolah, keadaan rumahnya sangat sepi. Tuan Taufiq, papa Calsa belum pulang dari kantornya, dan yang pasti sopir pribadi Tuan Taufiq, pak Mahmud yang tak lain adalah ayah Virda juga belum pulang dari kantor Tuan Taufiq. Sedangkan bi’ Imah, bunda Virda pergi berbelanja ke pasar karena persediaan makanan didapur sudah semakin menipis. Di rumah yang megah itu, hanya tinggal Virda dan Nyonya Marina , mama Calsa yang tampak tertidur pulas. Tapi Nyonya Marina tiba-tiba terbangun dari tidurnya, karena didengarnya suara Calsa berteriak memanggilnya.
“ Ma Calsa pulang……!! “
Calsa adalah putri dari Tuan Taufiq dan Nyonya Marina, majikan Virda. Calsa sangat berbeda dengan Virda, walau mereka lahir pada hari, jam dan tanggal yang sama. Jika Virda tumbuh manjadi gadis yang berperangai baik, maka sebaliknya. Calsa tumbuh menjadi gadis yang sombong dan tinggi hati, sifat angkuh menyertai kecantikannya, hingga kecantikan parasnya tidak seperti kecantikan yang Virda miliki.
“ Ma, mama…..?! “ Calsa berteriak mmanggil mamanya, kakinya yang terbalut sepatu hitam dengan kaos kaki jingga berjalan cepat menuju kamar mamanya.
“ Sudah pulang sayang?..... “ Tanya mamanya yang keluar kamar menghampiri Calsa sambil mengucek-ngucek matanya.
“ Ada rapat ma di sekolah “ jawab Calsa singkat.
“ Ya sudah kamu ganti baju, terus tunggu mama di meja makan ya….! Mama mau cuci muka dulu. “ ujar Nyonya Marina, mama Calsa.
Kemudian Calsa melangkah pergi dari kamar mamanya, setelah sebuah anggukan setuju atas perintah mamanya. Nyonya Marina tidak membuang-buang waktu lagi, setelah melihat anggukan putri tunggalnya, ia langsung masuk kekamarnya dan mencuci mukanya di kamar mandi. Kemudian menemui Calsa yang sudah lebih dulu duduk di meja makan.
Tangan Nyonya Marina yang dibalut lengan panjang, bergerak mengambil nasi dan meletakkannya ke piring Calsa, tidak lupa melengkapinya dengan lauk kesukaan Calsa, capcai daging sapi muda. Hampir saja sesendok nasi masuk kemulut Nyonya Marina, tapi tiba-tiba terfon yang berada di ruang tamu berdering, hingga hal itu mengurungkan niat Nyonya Marina untuk memasukkan sesendok nasi kedalam mulutnya.
“ Sayang, mama angkat telfon dulu ya…. “ Nyonya Marina berkata sambil beranjak dari duduknya, menuju ruang tamu, tempat telfon berdering keras. Calsa hanya mengangguk tanpa memandang wajah mamanya, ia tampak begitu nikmat dengan capcai daging sapi muda favoritnya.
“ Bik, bik Imah….. “
Calsa berteriak sekuat mungkin memanggil Bik Imah, Bunda Virda yang tidak juga datang mengahampirinya. Karena tahu Bundanya sedang pergi ke pasar, sebelum Calsa marah besar Virda keluar.
“ Eh…. Ello siapa? “ Tanya Calsa heran saat Virda datang memenuhi panggilannya kemeja makan. Ia merasa tersaingi dengan kehadiran Virda yang kenyataannya memang lebih cantik dari padanya.
“ Kamu terkejut ya sayang?....” Tanya Nyonya Marina yang tiba-tiba datang di tengah keheranan Calsa.
“ Calsa, ini Virda putri Bik Imah ia baru datang tadi malam. Virda, ini Calsa putri tante. “ ucap Nyonya Marina tersenyum. Virda mengulurkan tangannya kearah Calsa, Calsa menerimanya dengan begitu dingin, sama sekali tidak terlintas rasa senang di hatinya.
“ Dan mulai besok, Calsa akan mempunyai teman baru di sekolah, karena Virda akan sekolah di tempat Calsa sekolah. Jadi mulai besok juga, Calsa tidak akan sendirian berangkat kesekolah. “ Nyonya Marina berkata sambil memandang kearah Virda dan Calsa, bergantian. “ Apa? Teman baru? Ih, amit-amit deh berteman sama anak babu yang gembel. Dasar mama, hobinya ngumpulin gembel “. Ucap Calsa dalam hatinya. Sorot matanya memandang Virda dengan segala kesehajaannya.
Virda sangat senang dengan keputusan majikannya yang akan membiayai sekolahnya. Hingga dari bahagianya, ia tidak sadar bahwa sepasang mata bening memperhatikannya dari jarak yang cukup dekat.
“ Bunda…. “ teriak Virda sambil menghampiri sepasang mata bening yang memperhatikannya. “ Ada apa Vir…? “ Tanya Bik Imah heran dengan sikap Virda. “ Virda, ada apa? Kenapa kamu? Seperti yang kejatuhan bintang saja “. Tanya Bik Imah lagi setelah tahu Virda enggan menjawab pertanyaannya yang pertama.
“ Ya ampun Bunda…. yang Virda rasakan sekarang ini, bukan hanya sekedar kejatuhan bintang saja, lebih beruntung dari semua itu. “ jawab Virda girang. Giginya yang berbaris rapi, menambah keanggunannya saat Virda tertawa. “ Maksudnya…? “ Tanya Bik Imah berlanjut. “ Aduh Bunda Virda tidak tahu lagi harus mulai dari mana? Virda terlalu bahagia. “ Virda berkata sambil memeluk Bundanya., sehingga mereka tidak tahu kalau Pak Mahmud ayah Virda sudah berdiri di belakang mereka dengan bibir tersungging senyum. “ Ada apa ko’ sepertinya bahagia sekali……?” Tanya Pak Mahmud sambil berjalan mengahampiri Virda dan Bundanya.
“ Ayah, Bunda, dengarkan Virda! Virda punya kabar gembira, besok, Virda akan masuk sekolah lagi….” ucap Virda girang.“ Apa?.....” ucap Ayah dan Bunda Virda bersamaan. “ Tante Marina akan membiayai sekolah Virda…” lanjut Virda yang masih belum menyembunyikan barisan giginya yang rapi. “ Alhamdulillah…. terima kasih ya Tuhan “. ujar Pak Mahmud yang langsung bersujud, Virda langsung dipeluk erat oleh Bundanya. Menyekolahkan Virda adalah harapan terbesar dalam hidup kedua orang tuanya.
***
Sore hari, seperti biasa Virda ngepel lantai di ruang tamu. Bundanya memasak untuk makan malam di dapur, dan ayahnya memotong rumput di halaman belakang. Tiba-tiba Virda dikejutkan oleh orang yang mengetok pintu, sejenak Virda ragu untuk membukanya. Tapi kemudian dia pasrahkan kakinya melangkah untuk membuka pintu yang terus diketuk orang sambil mengucapkan salam, ketika mendengar teriakan bundanya yang menyuruh Virda cepat membukakan pintu.
‘ CLEGG ’
Virda memutar kunci kearah utara. Perlahan, tangan Virda membuka pintu yang sudah tidak terdengar ketokan lagi. Saat di buka, hati Virda benar-benar kacau, dadanya berdegup kencang, bibirnya terkatup seribu bahasa, ucapan yang biasa di ucapkan ketika menyambut seorang tamu, tak kuasa ia ucapkan. Ia tidak mengerti dengan semua yang terjadi padanya saat membukakan pintu buat orang yang tanpa putus asa mengetoknya sambil mengucapkan salam.
Dada Virda semakin berdebar ketika dilihatnya orang yang berdiri di depannya dengan tanpa beban tersenyum padanya. Tanpa sadar Virdapun mengeluarkan senyum yang pastinya akan membuat orang yang menikmatinya, langsung jatuh hati dapanya. Sebatang pohon bunga di hati pemuda itu langsung menggugurkan bunganya ketika bibir Virda mengembangkan senyum terindahnya. Pemuda itu langsung jatuh hati pada Virda.
“ Maaf cari siapa? “ Virda menyapa pemuda itu dengan lembut, hingga membuat pemuda itu terpesona untuk yang kesekian kalinya.
“ Emmh…… kenalkan, aku Radit ! “ Radit mengulurkan tangannya. Virda hanya tersenyum tanpa menyambut uluran tangan Virda ataupun menyebutkan namanya. Ia tahu yang ada di hadapannya adalah seorang yang sangat berbeda dengannya. Tapi tanggapan Virda sudah membuat puas hati Radit.
“ Maaf, aku tidak bermaksud melecehkanmu dengan uluran tanganku. “ ucap Radit sambil menarik tangannya kembali. Virda hanya memandang lembut kearah Radit, tanpa bisa berkata-kata lagi. Tatapan mata Virda membuat tatapan mata Radit semakin tajam menatapnya, setajam mata elang, yang siap menerkam mangsa. Hingga Virda yang merasa tidak sanggup menerima tatapan tajam itu, mulai menundukkan kepalanya, melihat kearah kakinya yang tak beralas apapun. Tapi Radit, dia tambah leluasa menikmati wajah cantik Virda yang baru pertama kali saat itu di lihatnya. Radit tambah berdecak kagum pada kecantikan Virda yang saat itu memakai baju putih berkombinasi biru langit. Virda membiarkan rambutnya tergerai indah diterpa angin, yang kebetulan lewat dihadapannya. Hingga hal itu, menambah kekaguman Radit pada Virda yang tercipta begitu sempurna.
“ Radit……”
Teriak Calsa sambil menuruni anak tangga satu persatu. Dalam beberapa menit saja, Calsa mampu melewati anak tangga yang berkelok tiga, kakinya sangat lincah menuruni tangga-tangga yang baru dipel itu.
“ Udah tadi..? “ tanya Casla sambil berjalan kearah Radit yang beralih menatapnya. “ Eh, Virda ello lancang banget sih? Kenapa ada tamu ko’ dibiarin berdiri di sini aja sih…..udah sana cepat buatin minum. “ Calsa berkata dengan nada tinggi. Hingga langsung membuat Virda pergi ke dapur dengan tergesa.
“ E..e….e… tunggu “ cegah Calsa saat tubuh Virda sudah melewati ruang tamu. Virda menghentikan langkahnya, menoleh kearah Calsa yang mulai meniti langkahnya, menuju sofa yang pastinya lebih empuk dari pada kasur yang di buat tempat tidur Virda.
“ Ada apa non ? “ tanya Virda tanpa berani memandang wajah Calsa yang tidak pernah bersahabat dengannya. “ GPL “ jawab Calsa singkat. Virda hanya mengangguk kemudian melangkah ke dapur.
“ Dit, tumben kesini ngga’ ngasi’ kabar dulu ? “ Tanya Calsa sambil duduk di samping Radit. “ Ada apa ? “ lanjut Calsa bertanya. “ Sebenarnya sih, aku itu malas banget mau kesini, tapi mama sama papa maksa aku untuk datang kesini dan mengundang kalian sekeluarga datang di acara makan malam, nanti jam 8.30 “. jawab Radit tanpa memandang Calsa yang duduk bersebelahan dengannya.“ Apa…tante dan om ngundang aku untuk makan malam…? wow aku seneng banget Dit…” ujar Calsa girang. “ Bukan ngundang kamu, tapi sekeluarga. “ bantah Radit sinis. Tapi bantahan Radit tidak membuat rasa girang Calsa berubah duka.
Virda datang dari dapur dengan nampan yang berisi dua gelas jus Apukat yang ia buat sendiri. “ Eh, Vir ngapain sih ello bengong disitu? cepat bawa ke sini minumannya! Lelet banget sih “ teriak Calsa saat melihat Virda hanya berdiri di samping patung ikan hias yang dibuat seakan-akan berenang di dalam air. Mendengar gertakan Calsa, tidak ada alasan lagi bagi Virda untuk tetap mematung di tempatnya, ia langsung melangkah mendekati Calsa yang memandanya sinis. Kemudian langsung pergi setelah dua gelas jus Apukat berada pas di depan Calsa dan Radit.“ Cal, dia siapa? “ Tanya Radit setelah Virda berlalu dari hadapannya. “ Dia anak pembantu aku Dit,… kemarin malam baru datang dari desanya “. jawab Calsa setelah terlebih dahulu meneguk setengah dari jus yang dibawa Virda. Radit hanya mengangguk paham dengan jawaban Calsa. Tanpa bertanya lagi tentang namanya.
“ Oh ya Cal, dari tadi aku ngga’ ngeliat tante, memangnya tante kemana? “ Tanya Radit mengalihkan pembicaraannya. “ Mama…..” gumam Calsa sambil melihat kesekeliling, mencari nyonya Marina. “ Eh, nak Radit.. udah lama datangnya? “ sapa nyonya Marina, mama Calsa yang baru keluar dari kamarnya. ‘ Nah itu mama….” Ucap Calsa saat melihat mamanya melangkah menuju ruang tamu. “ Lagi ngomongin apa sih?... tapi tante ngga’ ganggu kan ? “ goda nyonya Marina sambil melirik kearah Calsa dan Radit, bergantian. “ Ah tante, bisa aja. Ngga’ ko’ tante kita hanya ngomongin acara makan malam. Mama ngundang tante sekeluarga, acaranya nanti jam 8.30 “. ujar Radit berusaha menjelaskan tentang topik pembicaraannya dengan Calsa. “ Oh…acara makan malamnya jadi? “ ucap nyonya Marina mengulang kata-kata Radit. “ Ya sudah kalau begitu, Radit permisi dulu tante “. Pamit Radit kemudian sambil bangun dari duduknya. Calsa mengantar Radit sampai halaman depan, Radit membiarkan Calsa melakukan hal itu, yang penting ia tidak memintanya.
***
Malam harinya, setelah Calsa dan keluarganya siap, mereka berangkat. Perjalanan menembus kegelapan sungguh menakutkan. Malam itu Tuan Taufiq sengaja menyetir mobilnya sendiri, sengaja tidak dibawanya sopir pribadi yang selalu mengantarnya kemanapun ia pergi. Jarak antara rumah Radit dan Calsa memang cukup jauh. Hingga pergelangan tangan Tuan Taufiq terasa sedikit pegal karena dia harus menyetir sendiri.
“ Hai Taufiq…”
Terdengar sapaan Tuan Rahmat papa Radit, saat kaki Tuan Taufiq menginjak koridor depan. Mereka berpelukan, layaknya seorang sahabat yang baru bertemu setelah sekian tahun lamanya terpisah. “ Ma…mereka datang “ teriak tuan Rahmat pada istrinya yang masih sibuk di dalam. “ Hai Marina….apa kabar ? “ sapa nyonya Susana mama Radit pada mama Calsa yang sudah keluar dari mobil.
Tuan Rahmat dan Nyonya Susana, adalah sahabat baik orang tua Calsa, tali persaudaraan sangat erat diantara mereka, sehingga pada suatu kesempatan mereka sepakat untuk menjodohkan putra putri mereka. Dan malam itu adalah acara peresmian perjodohan antara Radit dan Calsa. Mereka berdua tidak tahu tentang hal itu.
“ Sayang, ko’ kamu hanya diam disitu sih…? sini dong, ayo peluk tante.. “. Nyonya Susana berkata sambil menarik tangan Calsa dan memeluknya. “ Ayo kita masuk kedalam….!! “ ajak nyonya Susana, setelah tahu suaminya sudah mengajak tuan Taufiq masuk kedalam. Radit yang merasa terusik dengan kehadiran Calsa, tidak menampakkan batang hidungnya. Ia membiarkan telinganya mendengar suara orang tuanya di ruang tamu bersama orang tua Calsa yang sesekali tertawa terbahak-bahak. Ia langkahkan kakinya menuju taman samping rumahnya.
“ Hai Dit…… “ sapa Calsa yang tiba-tiba berada di samping Radit. Radit acuhkan kedatangannya. Ia tidak menggeser sedikitpun dari kursi yang di dudukinya, dan membiarkan Calsa berdiri agak lama. “ Emmm…..Dit, boleh ngga’ aku duduk disamping kamu ? “ Tanya Calsa kemudian setelah dirasa kakinya kesemutan karena terlalu lama berdiri. Radit hanya mengagguk sambil menggeser duduknya. “ Dit, kamu kenapa? “ Tanya Calsa tujuh menit kemudian. “ Memangnya aku kenapa?” ucap Radit balik bertanya. “ Aku perhatikan, sepertinya, kamu kurang berkenan dengan kehadiranku “. Jawan Calsa pelan.“ Emamg, aku sama sekali ngga’ suka dengan kehadiranmu. Dasar cewek matre….” Ucap Radit dalam hatinya. “ Dit… kamu denger aku kan? “ Tanya Calsa lagi setelah tahu Radit tak bernafsu menjawab pertanyaannya.
“ Hhmmm “ Radit mendesah kesal.
“ Radit, Calsa… ternyata kalian ada di sini “ ucap nyonya Susana yang tiba-tiba hadir di tengah kekesalan Radit. Radit bersyukur dalam hatinya, karena kedatangan mamanya, ia tidak jadi menjawab pertanyaan Calsa yang pastinya akan berbohong. “ Ada apa ma? “ Tanya Radit yang langsung berdiri dari duduknya dan di ikuti oleh Calsa. “ Sayang, kami semua nunggu kalian di meja makan. Ayo cepat…acara makan malam akan segera di mulai “ jawab nyonya Susana sambil memeluk pundak Calsa. Calsa tersenyum kearah nyonya Susana. Radit yang selalu muak dengan prilaku Calsa, saat melihat senyumnya yang di buat-buat, langsung melangkah menuju meja makan tanpa menunggu ajakan yang kedua kalinya dari mamanya.
“ Dit, Calsa mana? “ Tanya papanya saat melihat Radit melangkah ke meja makan. “ Tahu…” jawab Radit sambil menaikkan kedua bahunya. Kedua orang tua Calsa saling pandang melihat sikap Radit yang tidak sewajarnya. “ Calsa… dari mana saja kamu? “ Tanya nyonya Marina saat melihat langkah pelan Calsa menuju meja makan bersama nyonya Susana. Calsa langsung duduk disebelah Radit tanpa menjawab pertanyaan mamanya. “ Calsa gimana masakan tante…?enak kan? “ Tanya nyonya Susana saat Calsa berhasil memasukkan sesendok nasi ke dalam mulutnya. “ Enak banget tante, ini tante sendiri yang masak semuanya ? “ Tanya Calsa sambil terus mengunyah makanan yang sudah di dalam mulutnya. Nyonya Susana hanya mengangguk sambil tersenyum mendengar pertanyaan Calsa. “ Ayo tambah lagi sayang…! “ nyonya Susana berkata sambil menambah nasi dan lauk ke piring Calsa. Calsa berusaha menghindar, tapi usahanya sia-sia. Dalam sekejap, nasi yang sudah hampir ludes di piring Calsa, bertambah lagi. Calsa melirik kearah Radit sebelum memulai memakannya kembali. Radit, yang merasakan pada lirikan Calsa, diam saja.
Sejak awal acara makan malam, sampai selesai Radit lebih banyak diam, jiwanya serasa tidak hadir bersama jasadnya. Senyuman Virda sore tadi saat Radit berkunjung kerumah Calsa, mampu membuat Radit lupa segalanya, termasuk saat itu, Radit lupa kalau saat itu ia sedang dalam perhatian papanya. “ Radit, bengong saja dari tadi, ada apa? “ Tanya Tuan Rahmat sambil menepuk bahu Radit. “ Papa… bikin Radit kaget aja “ujar Radit sambil sambil mengelus dadanya. “ Kamu kenapa bengong? “ Tanya papa Radit sambil mengelap bibirnya dengan sapu tangan yang sejak tadi ada di pangkuannya. Radit menjawab dengan gelengan kepala.
Setelah acara makan malam selesai, orang tua Radit dan Calsa menuju ruang tamu, untuk melanjutkan percakapan tentang perjodohan antara Radit dan Calsa. nyonya Susana membiarkan Calsa membawa piring-piring kotor ke dapur, agar Calsa tidak mendengar apa yang akan mereka rencanakan. Sedangkan Radit, dia langsung pergi ke kamarnya. Tidak peduli pada tatapan mata nyonya Marina yang tampaknya mengerti kalau Radit tidak suka dengan kehadirannya.
Malam kian larut,keluarga Calsa pamit pulang pada keluarga Radit, orang tua Radit mengantarnya sampai pintu depan. Jalanan yang tadinya bising dengan suara kendaraan yang lalu lalang lewat, kini menjadi sunyi senyap seakan mendapat aba-aba yang memerintahkan bahwa pada jam itu semua kendaraan harus terparkir, jalanan lalu lintas harus istirahat karena seharian penuh di lewati banyak orang.
Begitu juga dengan tuan Taufiq, mobil yang tadinya dinaiki, kini telah terparkir di halaman rumahnya. Sengaja dibiarkan di halaman depan, karena rasa lelah telah menjalar ke seluruh tubuhnya. Hingga dalam waktu sekejab, keluarga Calsa telah lelap dalam mimpi indah masing-masing.
Setelah itu, biarlah sang mentari pagi menjangkau peraduannya. Malam kini berganti pagi. Burung-burung mulai berkicau seakan ikut merasakan betapa enak dan segarnya badan yang kini bangkit kembali setelah semalam penuh terbaring lelah. Pagi ini semua tertawa begitu juga dengan Virda.
Virda yang pagi ini akan kembali masuk sekolah lagi. Virda bangun lebih pagi dari sebelumya, sebelum matahari terbit dengan sinar emasnya, Virda sudah selesai mengerjakan semua tugasnya sebagai seorang pembantu. Perasaan yang dirasakan Virda sulit dilukiskan dengan kata-kata atau apapun.
“ Calsa, kamu mau papa antar atau berangkat di antar sopirmu? “ Tanya tuan Taufiq sambil memasang jas hitam, jas yang memang merupakan pakaiannya saat ke kantor. “ Ih, papa jahat bangetsih… Calsa kan masih belum selesai sarapan pa…” jawab Calsa sambil terus mengolesi roti bakarnya dengan blue bend ples keju. Wajahnya tampak cemberut memandang wajah tuan Taufiq, papa tercintanya. “ Ya sudah sayang, biar papa berangkat aja duluan, nanti yang ngantar Calsa ke sekolah biar pak Mardhi saja. Gimana? “ usul nyonya Marina sambil memperbaiki letak dasi suaminya. “ Ya deh, papa berangkat saja duluan ! “ putus Calsa kemudian. “ Ma, papa berangkat dulu ya… “ pamit tuan Taufiq. Kemudian mulai tancap gas setelah mencium kening istrinya.
Setelah sarapan, nyonya Marina mengantar Calsa ke halaman depan, tempat pak Mardhi berdiri di samping mobil, menunggu Calsa. “ Ma, Calsa berangkat dulu ya…. “ pamit Calsa sambil masuk mobil. “ Eh tunggu sayang, sepertinya ada yang ketinggalan.” Ujar nyonya Marina tersenyum. Calsa bertanya heran dalam hatinya, ia coba membuka tas yang disandangnya, mencari tahu apa yang terlupakan. Kening Calsa berkerut tebal saat tahu tak ada satupun barang miliknya yang ketinggalan. “ Apa sih ma…? “ Tanya Calsa penasaran saat usahanya mengingat sesuatu yang ketinggalan tak membuahkan hasil. “ Sayang, kamu lupa ya, kalau hari ini Calsa punya teman baru. “ jawab nyonya Marina tersenyum. Kali ini Calsa mengerti apa yang di maksud mamanya. “ Sebentar ya, mama panggil Virda dulu….” Setelah berkata nyonya Marina pergi untuk memanggil Virda tanpa memperhatikan raut wajah Calsa yang tiba-tiba mendung.
“ Virda, tante harap, kamu mau menerima dengan senang hati, keputusan tante untuk membiayai sekolahmu. “ ujar nyonya Marina sebelum Virda masuk kedalam mobil. Virda hanya tersenyum. Dalam hati ia berjanji, bahwa sedikitpun ia tidak akan mengecewakan hati nyonya Marina. “ Kami berangkat dulu ya tante…” pamit Virda setelah duduk di samping Calsa. “ Iya, hati-hati….” Sahut nyonya Marina sambil melambaikan tangannya.
Mobil pun melaju, melewati jembatan yang berkurung. Jarak antara rumah ke sekolah Calsa sekitar 850 m. di dalam mobil, Virda lebih banyak diam, ia mengerti kalau Calsa kurang suka dengan kehadirannya. “ Eh dengar ya Vir… walaupun ello itu sekolah sama gue, derajat ello itu, tetap ngga’ akan berubah. Ello tetap seorang pembantu dan gue adalah majikannya. Jadi, walaupun di sekolah, ello tetep harus manggil gue, ‘nona’. Ngerti ello? “ ucap Calsa dengan congkaknya. Calsa memang sombong dengan apa yang dimilikinya. Ia suka semena-mena dengan orang miskin, apalagi jika ada orang yang menyaingi kecantikannya. Virda hanya diam mendengar penuturan Calsa. ‘ Eh, diam aja…, ello denger ngga’ sih apa yang barusan gue bilang? “ ulang Calsa membentak Virda. “ Denger non…” jawab Virda sambil mengangguk. Untuk selanjutnya, Calsa tidak berkata-kat lagi, Virda juga tahu diri, sehingga ia lebih sedikit menggeser duduknya. Calsa tahu akan hal itu, ia membiarkan saja apa yang Virda lakukan.
Setengah jam berlalu, mobil Calsa tumpangi berhenti di depan pintu gerbang. Pak Mardhi turun, dan langsung membukakan pintu buat Calsa. “ Hati-hati non…” ucap pak Mardhi saat Calsa mulai memijakkan kakinya, turun dari mobil. “ Non, nanti jam berapa mau di jemput ? “ Tanya pak Mardhi saat Calsa sudah seutuhnya keluar dari mobil. “ jam, 12.30 “ jawab Calsa singkat. “ Ingat, jangan sampai terlambat ! “ tambah Calsa kemudian melangkah. Pak Mardhipun juga berlalu dari tempat itu. “ O ya Vir, gue ko’ lupa ya, kalau ello itu pembantu gue? udah, ni bawa tas gue “ ucap Calsa sambil memberikan tasnya pada Virda, walau Virda sedikit tersinggung dengan apa yang Calsa lakukan, terpaksa Virda mengabulkan permintaannya. Mereka berjalan menuju ke ruang kelas XII.
“ Hai Dit….” Sapa Calsa saat melihat Radit yang baru turun dari mobilnya. “ Hai…” balas Radit kecut. Matanya beralih memandang orang di belakang Calsa, Virda . mata bening Virda juga memandang kearah Radit. Radit tersenyum, Virdapun membalas senyum itu. “ Bareng yuk..!! “ ajak Calsa, yang langsung berjalan di samping Radit. Radit melirik Virda yang berjalan di belakangnya dengan kedua tangan penuh membawa barang-barang milik Calsa.
Berpasang-pasang mata memandang Virda yang baru saat itu muncul di sekolah SMA 1 Harapan Bangsa.sebaian ada yang memandang kagum, sebagian lagi ada yang memandang heran,” mau saja diperbudak Calsa”ucap salah satu mata yang memandang Virda dengan pandangan heran. Virda tahu akan hal itu, ia tekankan perasaannya, berusaha untuk tegar mendengan cibiran pedas dari teman-teman di sekolahnya.
Setelah sampai di kelas, Virda langsung mengambil posisi duduk di bangku nomer dua dari depan di barisan paling utara. “ Sepertinya bangku ini kosong. “ batin Virda berkata, hingga tanpa di suruh Virda langsung menempati bangku tersebut. Sedangkan Calsa duduk dengan sahabat karibnya, Beky di bangku barisan selatan nomer tiga dari depan, bangkunya terletak pas di belakang Radit. Dan dibelakangnya Fani, dia juga sahabat karib Calsa.
Bel masuk berbunyi, lima menit setelah Virda merasa bebas dari tugas membawa tas yang dibebankan padanya oleh Calsa. Pak Ridwan masuk kelas, beliau adalah wali kelas XII, selain baik hati, beliau juga terkenal karena kesabarannya. Hingga semua murid menaruh hormat padanya. “ Pagi anak-anak…” sapa pak Ridwan sebelum duduk di bangkunya. “pagi pa…..k “ balas murid serempak.
“ Selamat anak-anakku, karena saat ini, kalian semua kedatangan teman baru, dia pindahan dari SMP 2 Teladan, di desa Bagur. “ Siapa namanya pak? “ teriak salah satu murid yang duduk di paling pojok, di kanan. “ Namanya, Ramadhani “ jawab pak Ridwan mantab. Virda yang mendengarnya hanya mengangguk pelan. Memang, di ijazah Virda, hanya menyebutkan Ramadhani saja, tanpa Virda. Tapi nama yang sebenarnya adalah ‘Virda Ramadhani’. “sudah, sekarang keluarkan buku Biologinya! “ perintah pak Ridwan mengalihkan. Kontan semua siswa mulai mengeluarkan buku Biologi yang di maksud. Dan pak Ridwanpun mulai menjelaskan apa itu pelajaran Biologi, apa saja yang terkandung di dalamnya.
Bel istirahat berbunyi, murid-murid keluar kelas dengan berebutan. Mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan tempat duduk di kantin, karena tempat duduk di kantin sangat terbatas. ‘ Siapa yang terlambat akan tertinggal ‘ . kata-kata itulah yang tertulis di depan kantin sekolah. “ Ramadhani….” panggil seseorang ketika Virda melintas di depan kantin. Merasa ada yang memanggil namanya, Virda menoleh ke asal suara. Dada Virda berdegup kencang, saat tahu siapa yang memanggilnya. Sejenak Virda ragu untuk menghadiahkan senyumnya, karena ia tahu, yang memanggilnya adalah Radit, orang yang kemarin sore. Orang yang telah membuat hatinya gelisah. “ Hai…..” sapa Radit“ Hai…” balas Virda tersenyum. ‘ Emmm, kamu, Ramadhani kan?....” tanyaRadit sambil berjalan di samping Virda. Virda hanya tersenyum mendengar nama yang di sebut Radit. “ Kenapa tersenyum? Ada yang lucu sama aku….? “ Tanya Radit sambil memeperhatikan penampilannya, siapa tahu ada salah satu kancing bajunya yang lupa tidak di pasang. Virda hanya menggeleng. “ Aku Radit, masih ingat kan? “ Tanya Radit menghentikan langkahnya di depan Virda, bola mata elangnya, kembali memandang Virda tajam. “ Namaku, Virda…” jawab Virda lembut. Bulu lentik matanya terlihat lebih panjang, saat Radit memandang Virda dari arah samping. “ Virda…? “ Tanya Radit heran. Di keningnya membentuk sebuah kerutan yang semakin lama, semakin lebar. “ Virda Ramadhani “ lanjut Virda, berusaha menjawab keheranan Radit. Kemudian melangkah pergi, meninggalkan Radit yang terpaku sendiri. “ Virda…,Virda Ramadhani, akan selalu aku ingat nama itu “. Ucap Radit, memandang langkah Virda yang semakin menghilang di balik gedung kantin.
***
_BERSAMBUNG_ ^^
Tunggu Edisi Selanjutx di BUKAN DIRIKU 2 SAHABAT BARU
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H