3
Gelisah
“ Virdaaaa…..”
Teriak Calsa keras. Virda yang mendengar teriakan itu, langsung berlari tunggang langgang menuju kearah asal suara, di halaman depan. “ Iya, non…” jawab Virda setelah berada di dekat Calsa. “ Vir, kemana aja sih? gue ngga’ mau datang terlambat hanya gara-gara nungguin ello tahu “ ucap Calsa keras sambil mendorong Virda. Virda jatuh terduduk. Kemudian bangun dan langsung masuk ke mobil menyusul Calsa yang sudah duduk di jok belakang. Setelah Virda duduk, mobilpun melaju meninggalkan pekarangan rumah Calsa.
“ Pak Mardhi, berhenti, berhenti….!” Ucap Calsa tiba-tiba. “ Ada apa non? “ Tanya pak Mardhi heran sambil mengerem mobilnya. “ Eh Vir, turun ello…! “ perintah Calsa sambil mendorong Virda. “ Kenapa non?......” Tanya pak Mardhi heran, mencoba membela Virda. Tapi Calsa tidak menanggapi pertanyaan pak Mardhi. “ Udah ayo cepat turun dari mobil gue….!!! “ ulang Calsa, kali ini pintu mobil terbuka sehingga Virda langsung meloncat keluar setelah Calsa mendorongnya. “ Non, apa salah saya? “ Tanya Virda setelah kakinya yang beralaskan sepatu hitam menyentuh bumi. “ Ello mau tahu, kenapa gue nurunin ello di sini? “ Tanya Calsa tertawa sinis. Virda menanti jawaban dengan harap-harap cemas. “ Karena ello udah berani melawan gue. ello lupa apa yang udah ello lakuin sama gue tadi malam? “ ucap Calsa sambil menutup pintu mobilnya. “ itu adalah balasan dari gue. “ lanjut Calsa. “ Jalan pak ! “ perintah Calsa. Pak Mardhipun langsung tancap gas. Mobil kembali melaju, meninggalkan Virda seorang diri. Virda menangis.
“ Ya Allah, beginikah nasib seorang pembantu? Nona Calsa sangat berbeda dengan mamanya. “ ucap Virda ditengah tangisnya. “ Vir, bareng yuk… “ ajak Radit yang tiba-tiba berada di dekat Virda. “ Radit…? “ ujar Virda terkejut. “ Ayo…” ajak Radit sambil membuka pintu mobilnya. Virda masih ragu. “ Virda, ayo naik! Ntar telat lho…” paksa Radit. Virda masih ragu. Ditatapnya sekelilingnya, takut kalau Calsa melihatnya. “ Ayo Vir…” paksa Radit untuk yang sekian kalinya. Dengan sedikit rasa was-was, Virda naik ke mobil Radit, dan duduk di jok depan, berdampingan dengan Radit. “ Yess “ ucap Radit girang sambil masuk ke dalam mobilnya.
“ Makasih ya Dit, udah mau nolongin aku. “ ucap Virda di tengah kebisuan yang mencekamnya. “ Aku senang, bisa bantu kamu “ tanggap Radit tersenyum. Virda membalas senyum Radit, senyum yang lebih indah. Sepanjang jalan, mereka hanya saling membisu, tidak ada suara yang keluar dari mulut masing-masing, hanya suara gantungan kunci mobilnya Radit yang terdengar ketika berbenturan dengan benda di dekatnya. Seperti biasa, dada Virda berdegup kencang saat berdekatan dengan Radit. Mata elang Radit melirik kea rah Virda, lirikan itu akan berhenti ketika mata Virda dan radit bertemu. Lima belas menit berlalu, mobil Radit berhenti di tempat parkir. Virda yang memang tidak bisa membuka pintu mobil, membiarkan Radit yang membukakannya. “ Terima kasih…” ucap Virda tersenyum.
“ Busyeeet…” teriak Beky ketika melihat Virda turun dari mobil Radit. “ Cal, pembantu ello blagu banget si….” Ucap Beky sambil melihat kearah Virda yang berjalan bersama Radit. “ Kenapa sih….? “ Tanya Calsa, pandangannya berusaha mencari sosok Virda yang ditinggalkannya tadi. “ Tu..” jawab Beky menunjuk kearah Virda dan Radit. “ Hah…Virda, jalan sama cowok gue? “ ujar Calsa saat melihat Virda dan Radit. “ Wow… bisa jadi gosip terbaru nih, “ celetuk Fani asal-asalan. “ Eh Fan, jangan coba-coba usik cowok gue ya…” Calsa berkata sambil memukul pundak Fani. “ Sory deh non….” Bantah Fani kemudian. Calsa memang sering mendapat panggilan ‘non’ dari teman-temannya. “ Cal, kayaknya, pembantu ello itu, perlu di beri peringatan deh “ hasut Beky tiba-tiba. “ Maksud ello? “ Tanya Calsa tak mengerti “ Ya, pelajaran, gimana caranya agar pembantu brengsek ello itu ngga’ berani lagi deketin cowok ello. “ jawab Beky jelas, membuat Calsa mengangguk-angguk paham. “ Nah, tu dia yang lagi ada di pikiran gue..., ello pada ada ide ngga’? “ mendengar perkataan Calsa, Fani dan Beky langsung memutar otaknya, mencari cara untuk memberi pelajaran pada Virda. Dan untuk saat ini pikiran mereka bertiga buntu, tak ada jalan yang tepat untuk lancarnya rencana usilnya.
***
“ Vir, Linda mana, ngga’ mau ikut belajar sama kita? “ Tanya Ilham sambil berjalan kearah perpustakaan saat terdengar bel istirahat berbunyi. Virda hanya menggeleng, mendengar pertanyaan Ilham, sepasang bahunya, terangkat ke atas. “ Memangnya, Linda ngga’ bersama kamu? “ tanya Ilham lagi, langkahnya terus mengayun menuju ke perpustakaan. “ Tadi, sebelum bel istirahat, Linda keluar duluan, ngga’ tahu mau ngapain. Udah, pas bel istirahat berbunyi, aku langsung ngajakin kamu ke perpustakaan. Tapi aku yakin, Linda tahu kita ada dimana. “ jawab Virda menjelaskan. Langka kaki keduanya terhenti ketika sampai di depan pintu perpustakaan. Seperti biasa, siapapun yang akan masuk ke perpustakaan, ia harus menyerahkan kartu anggota perpustakaan. Dan mengisi formulir yang ada di meja penjaga perpustakaan.
“ Zal, kita masukya berdua, tapi kartunya satu, boleh ga’? “ Tanya Ilham pada penjaga perpustakaan yang ternyata bernama Rizal. “ Ko’ bisa gitu? “ Tanya Rizal sambil menerima kartu anggota perpustakaan milik Ilham.
“ Ini Virda, murid baru di kelas XII, jadi belum sempat buat kartu anggota perpustakaan. Masuknya kan baru kemaren. “ jawab Ilham mejelaskan. Mata Rizal beralih memandang Virda yang hanya diam saja. “ Sekalian aja hari ini, buatkan kartu anggota perpustakaan. “ lanjut Ilham, kemudian masuk ke perpustakaan setelah Rizal mengangguk setuju. “ Vir, pelajaran apa yang paling kamu sukai? “ Tanya Ilham sambil duduk di samping Virda. “ Pelajaran ekonomi, dan bahasa Indonesia “ jawab Virda tangkas. “ Oke, kalau begitu, hari ini kita belajar bahasa Indonesia. “ ucap Ilham sambil membuka buku bahasa Indonesia yang memang membawanya dari kelas. “ Ko’ bahasa Indonesia sih? “ Tanya Virda heran “ Vir, kamu kan suka pelajaran bahasa Indonesia, jadi jika kita belajar apa yang kita senangi, itu akan membuat semangat kita semakin besar terhadap pelajaran yang lainnya. “ jawab Ilham menjelaskan. Pandangannya tetap kearah buku bahasa Indonesia yang ada di depannya. Tangannya berhenti ketika sampai pada halaman ‘20’, tentang cara menulis karya ilmiah yang benar. Kemudian Ilham mulai menjelaskannya. Virda mendengarkan dengan telinga di pasang lebar-lebar, ia tidak mau ketinggalan satu huruf pun dari bahasa Indonesia, pelajaran yang sangat di gemarinya.
” Il, memangnya jika ada karya ilmiah yang tidak memenuhi syarat seperti yang kamu ucapkan tadi, apakah masih dikatakan sebagai karya ilmiah? “ Tanya Virda dengan kening berkerut, Ilham tersenyum mendengar pertanyaan Virda. Tampaknya Virda mengerti dengan apa yang dijelaskannya, sehingga ia bertanya. “ Vir, sebagai seorang muslim, kita di wajibkan untuk melakasanakan shalat yang lima waktu, dan shalat tersebut mempuyai beberapa syarat yang harus kita lakukan agar shalat kitabisa dibilang sah. Nah sekarang, jika ada satu syarat shalat saja yang tidak kita penuhi, apakah shalat kita sah? Ngga’ kan? “ ucab Ilham mengkiaskan jawaban Virda. “ Jadi, maksud kamu, dalam menulis karya ilmiah, kita harus tempuh semua syarat-syaratnya agar bisa dikatakan sebagai karya ilmiah? “ tanggap Virda, berusaha menjelaskan jawaban ilham yang dikiaskan. “ Sip,…” ucap Ilham sembari mengangkat jempolnya. Virda tersenyum girang. Ada kebahagiaan yang terlukis di senyumnya.
“ Il, sory ganggu. “
Tiba-tiba Rizal datang menghampiri Ilham dan Virda, ditangan kanannya tergenggam kertas putih, “ Ada apa Zal? “ Tanya Ilham menghentikan penjelasannya. Rizal tak menjawab, ia hanya menyodorkan selembar kertas putih kearah Ilham. Ilham menerimanya dengan perasaan heran. “ Untuk apa? “ Tanya Ilham kemudian. “ Buat ngisi formulir teman kamu yang mau daftar sebagai anggota perpustakaan “ jawab Rizal sambil duduk di depan Ilham. “ Ooooh….!! “ ucap Ilham tampak mengerti apa yang di maksud Rizal. “ Vir, ngisi formulir dulu, jangan sampai salah, “ Ilham berkata sambil memberikan kertas putih itu pada Virda, Virda menerimanya, dan langsung mengisinya. “ Selama Virda mengisi formulir tersebut, Ilham bercengkrama dengan Rizal, sebentar-sebentar mereka tertawa, Virda tak menghiraukan mereka berdua, ia fokus pada formulir di depannya.
“ Udah, “ ucap Virda tujuh menit kemudian. Rizal menerima Vormulir itu dengan tanpa ada rasa canggung. Hal itu, merupakan hal yang biasa baginya, karena Rizal sering melakukan hal itu jika ada yang mendaftarkan diri sebagai anggota perpustakaan. “ Virda Ramadhani, “ ucap Rizal membaca nama Virda yang tertera di kertas formulir itu. “ Oh, nama kamu Virda Ramadhani? “ lanjut Rizal, “ Nama yang indah dan suci, Ramadhan. “ tambah Rizal memandang Virda. “ Terima kasih, “ ucap Virda tersenyum. “ Egheem….” Ucap Ilham berdehem, membuat pandangan mata Rizal kabur. “ Ya udah, aku ke sana ya, thank’s “ pamit Radit kemudian pergi.
Belum sempat Ilham melanjutkan penjelasannya, bel tanda masuk berbunyi. Mendengar itu, Ilham dan Virda langsung beranjak menuju ke kelas. Tentunya, setelah pamit pada penjaga perpustakaan dan mengambil kembali kartu yang tadi diserahkannya. “ Besok, belajar apa Vir? “ Tanya Ilham setelah berada di luar perpustakaan. “ Terserah yang ngajar dong….” Jawab Virda sambil mengambil bukunya yang di pegang Ilham, “ Eh, Virda…” Virda terkejut saat tahu, Calsa dan dua orang temannya telah berdiri di depannya. “ Non Calsa, “ ucap Virda pelan, hingga dari pelannya suara Virda, Ilham yang berjalan di sampingnya tak mampu mendengar suaranya, ia hanya terpaku heran dengan sikap Calsa yang langsung membentak Virda. “ Vir, ada apa? “ Tanya Ilham memandang wajah panik Virda. “ Ngga’ ada apa-apa ko’ Il, “ jawab Virda bohong. “ Ya udah Il, kamu duluan aja! Nanati aku nyusul. “ putus Virda pada Ilham yang masih tak mengerti dengan apa maksud Virda menyuruhnya duluan. “ Ada apa sih…? “ Tanya Ilham penasaran. “ Ngga’ ada apa-apa ko’ “ jawab Virda lagi. “ Bener ngga’ ada apa-apa? “ ujar Ilham tak percaya, karena ia menemukan segurat ketakutan di wajah Virda. “ Iya, ngga’ ada apa-apa. “ ucap Virda meyakinkan. “ Ya, udah aku duluan ya, “ Setelah berkata, Ilham pergi, meninggalkan Virda yang berdiri terpaku. Ketakutan.
“ Ada apa non? “ Tanya Virda tanpa bergeser dari tempatnya. “ Kamu tu ya…..” ucap Calsa, menjambak rambut Virda, tak ayal lagi, Virda mengaduh kesakitan. “ Aduh, aduh… sakit non, sakit…… “ ucap Virda saat jambakan tangan Calsa, semakin keras. “ Apa salah saya non,? “ Tanya Virda, mulai menangis karena sakitnya jambakan Calsa. “ Apa ello bilang, ello belum tahu apa salah ello, atau ello pura-pura hah….? “ ucap Calsa keras. “ Aduh, sakit non…..” teriak Virda tak kalah keras. “ Emangnya, ello pikir gue ngga’ tahu, kalau ello tadi pagi jalan sama cowok gue? “ ucap Calsa semakin menjadi-jadi, kedua temannya, memandang Virda puas. “ Saya, ngga’ ngerti maksud non Calsa,” bantah Virda berusaha mengingat-ingat. “ Dasar…ello emang murahan ya, “ ucap Calsa mendorong Virda, Virda terjatuh, kepalanya membentur dinding. “ Denger ya Vir, gue peringatin ama ello, jangan sekali-kali ello deketin Radit. Kalau ngga’ ello tahu sendiri akibatnya, ingat itu!...” setelah berkata Calsa dan dua orang temannya pergi dari hadapan Virda, Virda menangis.
“ Ya ampun Vir, kamu kenapa? “ Tanya Linda saat melihat Virda menangis di depan ruang biologi. “ Linda, “ ucap Virda sambil menghapus air matanya. “ Vir kamu kenapa? “ Tanya Linda lagi. Virda hanya menggeleng. Membuat Linda tidak puas. “ Vir, cerita dong sama aku, kamu kenapa? Kita kan sahabatan…” bujuk Linda sambil berjalan menuju kelas. “ Ngga’ ada apa-apa Lin, “ jawab Virda tersenyum berusaha menyembunyikan kegetiran hatinya. “ Loh, Ilham kemana? “ Tanya Linda saat di sadarinya, Ilham tidak bersama Virda, sahabatnya. “ Ini pasti gara-gara Ilham kan? “ ucap Linda asal-asalan. Virda hanya menggeleng sambil tersenyum. “ Ya udah deh, lo’ kamu ngga’ mau cerita sama aku, tapi jangan nangis lagi dong….!! “ hibur Linda yang akhirnya mengundang senyum Virda. Dalam hati Virda bersyukur, mempunyai sahabat seperti Linda yang selalu bersamanya, saat suka maupun duka.
***
“ Ni, bawa tas gue!!... “ perintah Calsa pada Virda saat pulang sekolah. Virda menurutinya, tanpa rasa dendam, Virda membawakan tas Calsa menuju ke pintu gerbang, tempat pak Mardhi, sopir Calsa menunggunya. “ Bek, Fan, pulang bareng gue aja yuk…” ajak Calsa pada dua orang temannya. Tubuhya yang terbungkus seragam sekolah, masuk ke dalam mobil saat kedua temannya, menggeleng, menolak ajakannya. “ Eh, nyampek rumah, ello ngga’ perlu cerita tentang tadi di sekolah sama mama, ngerti ello? Kalau ello cerita, awas ello “ ancam Calsa, pada Virda. Virda hanya mengangguk tanpa berani bersuara. Mobil terus melaju, menuju rumah mewah Calsa.
“ Silakan non, “ ucap pak Mardhi sambil membuka pintu mobil. Calsa turun dari mobilnya, Virda berjalan di belakangnya, membawakan tas Calsa. “ Antar tas gue ke kamar! “ perintah Calsa. Virda langsung melangkah menuju kamar Calsa. Meletakkannya di atas meja belajarnya. “ Vir, sudah pulang ? Calsa mana? “ Tanya nyonya Marina saat melihat Virda berjalan menuju dapur. Belum sempat Virda menjawab, Calsa datang dan langsung memeluk mamanya. “ Ayo makan siang sayang…” Ajak nyonya Marina “ Oke mam, Calsa ganti baju dulu ya…” setelah berkata Calsa berlari menuju kamarnya. Ganti baju. Nyonya Marina menunggu Calsa di meja makan.
Telfon rumah, di ruang tamu berdering, Virda yang kebetulan menyapu di sana, langsung mengangkatnya. “ Hallo….” Ucap Virda setelah gagang telfon berada pas dilubang telinganya. “ Virda?...” ucap penelfon tiba-tiba. Virda terperanjat mendengar namanya disebut. “ Ya, ini siapa? “ Tanya Virda yang masih terheran-heran. Tut..tut…tut… panggilan terputus. “ Hallo, hallo….” Ucap Virda keras hingga tuan Taufiq yang baru pulang kantor dan lewat di ruang tamu, memandang kearah Virda, cepat-cepat Virda menutup gagang telfon yang di pegangnya. “ Siapa? “ Tanya tuan Taufiq menghampiri Virda. “ Tidak tahu tuan, saat di tanya siapa, tiba-tiba telfonnya terputus. “ jawab Virda apa adanya. Kemudian Virda melanjutkan pekerjaannya, setelah tuan Taufiq pergi menuju ke kamarnya.
Sang penelfon, yang ternyata adalah Ilham, merasa sekujur tubuhnya gemetaran ketika mendengar suara Virda, orang yang baru dua hari di kenalnya. “ Kenapa aku jadi seperti ini? “ Tanya Ilham tak mengerti pada dirinya sendiri. “ Ya Tuhan……” desah Ilham menghempaskan tubuhnya ke atas kasur di kamarnya. Gelisa. Itulah yang saat ini dirasakannya, hatinya selalu merindui Virda, orang yang belum lama di kenalnya.
Matahari yang masih lama menuju tempat tenggelamnya, membuat hati Ilham semakin gelisah. Ia ingin cepat-cepat mengantarkan sang matahari menuju peristirahatannya, hingga jika matahari kembali muncul ia akan bertemu Virda lagi. Akhirnya malam itu, Ilham lewatkan tidurnya dengan keresahan hati yang di penuhi tanda tanya.
Munculnya matahari pagi, membuat Ilham tertawa riang, karena ia akan segera bertemu dengan orang yang meresahkan jiwanya, Virda. Setelah menyisir rambut ikalnya yang sebelumya memoleskan minyak rambut khasnya, Ilham mengeluarkan mobil gengsinya, dengan segudang senyuman, ia berangkat ke sekolah. Sesampainya di halaman sekolah, cepat-cepat Ilham memarkir mobilnya, sebelum Virda, pengobat keresahannya datang, dan mengajaknya belajar.
“ Wow…… Il, tumben banget ni bawa mobil ke sekolah? “ Linda yang melihat Ilham keluar dari mobil gengsinya, langsung menyapa sambil berjalan kearah Ilham.” Ada apa ni? “ Tanya Linda setelah Ilham menoleh kearahnya. “ Lagi kasmaran ya…? “ goda Linda sambil mencubit lengan Ilham. “ Bisa aja…..” ujar Ilham setelah mengunci pintu mobilnya. “ Memangnya, tidak boleh ya bawa mobil ke sekolah? “ Tanya Ilham sambil berjalan kearah kelas, ia membiarkan Linda berjalan di sampingnya. “ Kamu lagi kasmaran ya Il, “ mata Linda melirik tajam saat bertanya hal itu pada Ilham. Ilham terdiam mendengar pertanyaan Linda, sejak pulang sekolah kemarin, pikiranya kalut, ingatannya tertuju pada Virda. “ Tu kan…. Benar kan kamu lagi kasmaran?....” goda Linda tak bosan-bosan. Ilham tersenyum mendengar godaan Linda, dalam hati ia merasa kalau dirinya sedang merasakan apa yang di ucapkan Linda, tapi pada siapa? Virda?
Sesampainya di kelas, Ilham belum melihat sosok Virda. Ia pun tidak bertanya pada Linda, “ Il, udah jam segini, Virda ko’ belum datang ya? “ Tanya Linda pada Ilham tanpa beranjak dari bangkunya. Ilham tak menjawab, Linda cukup mengerti pada jawaban Ilham ketika melihat Ilham menaikkan ke dua bahunya. Lindapun tak bertanya lagi.
“ Ni bawa ke kelas! “ perintah Calsa ketika turun dari mobilnya, tanpa ragu Virda melakukan apa yang Calsa perintahkan. “ Aku mau ke toilet dulu, “ lanjut Calsa sambil berlari kearah toilet. Melihat Calsa telah hilang dari pandangan mata, Virda melangkah menuju kelas. “ Selamat pagi Vir…..” sapa Radit sambil berjalan disamping Virda. “ Pagi…..” balas Virda tersenyum kearah Radit. Raditpun mebalas senyum Virda. “ Sini, aku bantu…..” pinta Radit berusaha mengambil alih barang yang di bawa Virda. “ Ah, ngga’ usah Dit, makasih, “ tolak Virda menarik barang yang hampir berpindah tempat ke tangan Radit. “ Ngga’ apa-apa…” paksa Radit, yang kemudian behasil memindah barang yang ada di tangan Virda. “ Jadi ngerepotin…” ucap Virda setelah usahanya untuk merebut kembali barang yang berhasil Radit ambil, tk berhasil. “ Ah, ngga’ ko’, aku senang bisa Bantu kamu. “ tanggap Radit sambil terus berjalan di samping Virda.
“ O ya, kamu udah sarapan belum? “ Tanya Radit menoleh kearah Virda. “ Belum, “ jawab Virda singkat. “ Sarapan di kantin yuk…” ajak Radit tanpa basa-basi. Virda diam tak menjawab, pandangannya yang semula kedepan, kini mulai menekuri lantai kotak-kotak warna putih. “ Vir….” Gertak Radit, sambil meletakkan tangannya keatas bahu Virda, Virda tersontak kaget, “ Maaf, aku tak bermaksud mengagetkanmu “ ujar Radit, tangannya memegang tangan Virda, langkah keduanya terhenti. Mata bulat Virda langsung memandang Radit, Raditpun membalas pandangan Virda dengan mata elangnya.
Virda selalu merasakan getaran yang aneh bila berada di dekat Radit, tak terkecuali saat itu. Hati Virda bergetar hebat saat tangannya berada dalam pelukan tangan Radit. Pandangan mata elang Radit menembus jantung Virda. Perasaan Radit tak kalah hebatnya, jika gemetar yangVirda rasakan, maka gelisah yang Radit rasakan saat tangannya menyentuh tangan Virda, seumur-umur ia tidak pernah merasakan hal seperti itu. Gelisah. Rasa itulah yang Radit rasakan. “ Maaf, “ ucap Radit sambil melepas tangan Virda. Virda hanya tersenyum sambil mengangguk. “ Gimana? “ Tanya Radit menanti jawaban Virda. “ Apanya yang gimana? “ ujar Virda balik nanya. “ Em, sarapan pagi di kantin… sama aku, “ jawab Radit mengingatkan ajakannya yang tadi. Virda diam tak menjawab. Ada sekuntum bunga yang tiba-tiba mekar di hatinya. “ Sarapan pagi……??? Di kantin? Sama Radit…? Ya Tuhan apa aku ngga’ mimpi? “ ucap Virda dalam hati. Radit memperhatikan tingkah Virda yang tersenyum sendiri. “ Jangan khawatir, aku ko’ yang bayar “ tambah Radit meyakinkan. Virda diam, bukannya dia takut di suruh bayar sendiri hidangan yang telah di nikmatinya, tapi Virda diam karena ia bingung, antara mau atau tidak.
“ Gimana? “ Tanya Radit lagi, kali ini ia berjalan mundur, di depan Virda. Virda belum menjawab, Radit menunggu jawaban Virda dengan nada gelisah di dadanya. Virda menggigit bibir batu rubinya, matanya memandang Radit, ada sesuatu yang tak bermakna di sana. “ Gimana ya…? “ ujar Virda kemudian setelah lama membisu. Tanggan lembutnya, meraih buku yang sejak tadi di pegang Radit. “ Kamu mau kan Vir….? Please….., “ ucap Radit berharap, “ Oke deh….” Jawab Virda kemudian. Seperti ada secercah harapan yang merasuki kehidupannya. “ Tapi, aku ke kelas dulu ya….” Ujar Virda saat kakinya berhenti di depan pintu kelas. “ Vir, aku tunggu di kantin ya, “ Radit berkata penuh semangat, hingga dari semangatnya, ia tak berminat masuk kelas walau sekedar hanya menaruk tas di bangkunya. Virda menoleh kearah Radit, ada seutas senyum di bibirnya. “ Yess…! “ ucap Radit girang saat tubuh Virda memasuki kelas. Kemudian Radit menuju kantin.
“ Vir, tumben siang? “ Tanya Linda saat melihat Virda meletakkan tasnya, di samping Linda. Virda tak menjawab, hanya gelengan kepalanya yang membuat Linda tak puas. “ Eh mau kemana Vir? “ Tanya Linda lagi, saat tahu Virda tak berniat duduk setelah meletakkan tas yang di bawanya. “ Mau keluar sebentar, lagian bel masuk masih sepuluh menit lagi “ jawab Virda, kemudian berlalu. “ Aah, tu anak kenapa ya? Aneh banget… “ Tanya Linda pada dirinya sendiri. “ Ah, masa bodoh, ngapain juga coba, ngurusin urusan orang lain…” setelah berkata, Linda melanjutkan apa yang lakukannya, menekuni buku kesukaannya. Komik.
“ Lin, Virda mau kemana lagi tuh? “ Tanya Ilham menghampiri Linda, dan duduk di sebelahnya. Linda tak menjawab, hanya gelengan kepalanya yang menjadi jawaban bagi Ilham, walau tak memuaskan. Ilham pun tak bertanya lagi, karena sepertinya Linda tak ingin di ganggu. Hingga hal itu membuat Ilham tergerak dan melangkah pergi dari samping Linda, menuju bangkunya.
Radit menunggu Virda di kantin, perasaannya sulit di lukiskan, selama ini, ia memang selalu mencari waktu agar bisa bersama Virda, walau itu hanya sekejap. “ Maaf Dit, kamu harus nunggu lama “ ujar Virda setelah sampai di kantin dan berdiri di dekat Rdait. Radit hanya tersenyum ramah, mata elangnya tak pernah lepas dari Virda. “ Silakan duduk! “ Radit berkata sambil menarik sedikit ke belakang kursi yang pas di hadapannya. “ Terima kasih, “ ujar Virda tak lupa tersenyum.
Radit langsung mempersilakan Virda menikmati hidangan yang sudah tersedia sebelum kedatangan Virda. “ Vir, kamu ngga’ suka ya sama makanannya? “ Tanya Radit saat melihat Virda yang belum menyentuh makanannya. “ Bukannya, ngga’ suka Dit… “ jawab Virda memandang Radit, ada kedamaian di sana. “ Terus kenapa? “ Tanya Radit lagi, ia menghentikan makannya, kemudian menatap Virda. “ Makanan-makanan ini, terlalu mewah untuk aku makan Dit, “ jawab Virda polos, “ Vir, aku tidak suka cara kamu merendahkan diri seperti itu, “ ujar Radit yang tetap menatap Virda, tangannya memegang tangan Virda yang terhampar di meja, di dekat jus jeruk.
Tak ayal lagi, dada Virda yang sejak tadi berdebar, saat tangan lembutnya berteduh dalam genggaman tangan Radit, dadanya bukan hanya berdebar, tapi lebih dari itu. Perasaan yang Virda rasakan seperti seseorang yang mendapat apa yang selama ini di harapkannya. Mata elang Radit yang sejak tadi menghujamkan pandangan maut kearah Virda, semakin dalam menembus bola mata Virda yang bulat.
Radit yang selalu ingin di dekat Virda, tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, saat Virda tak bisa menyelamatkan tangannya yang terkena sihir Radit, Radit semakin membacakan mantra yang benar-benar Virda tak bisa menghindarinya.
Bhuuuk ……
Suara buku terjatuh menghancurkan suasana mereka berdua. Secepat kilat, Radit dan Virda mengalihklan pandangannya pada asal suara, ternyata seseorang menggoda salah satu penjaga kantin yang latah. Suara tawa langsung pecah diantara mereka berdua.
“ Kamu kelihatan lebih cantik kalau tertawa….” Ucap Radit tiba-tiba, membuat Virda mengatupkan kedua bibirnya. Matanya tak beralih dari kuasa mata elang Radit. “ Eh, maaf…. Aku tak bermaksud untuk…..” Radit tak melanjutkan kata-katanya, dilihatnya Virda tersenyum menggelengkan kepalanya. “ Sudahlah ayo kita makan, “ ucap Radit mengalihkan. Virda pun langsung menikmati apa yang ada di hadapannya. Makanan yang belum pernah dimakannya kecuali saat itu, Virda merasa Radit benar-benarorang yang bisa menghibur hatinya. Hingga perasaan halus yang sampai saat ini di rasakannya, semakin bersemi hebat di hatinya.
Teet teet teteeeeeeet……
Suara bel masuk membubarkan suasana sarapan pagi Radit dan Virda. Setelah Radit membayar semua hidangan yang menjadi menunya pagi itu, ia berjalan beriringan dengan Virda, mereka menuju ke kelas. “ Terima kasih ya Vir, kamu sudah mau nemenin aku sarapan pagi “ ujar Radit sambil terus melangkah “ Aku yang harus berterima kasih, Dit, karena kamu sudah mau ngajakin aku makan gratis. “ balas Virda tersennyum “ Kapan-kapan boleh dong ikutan makan gratis lagi…” canda Virda saat langkahnya pas di depan perpustakaan. Mereka belok kanan dan jalan lurus. Di sanalah letak kelas XII, kelas Radit dan Virda. “ Dengan senang hati…..tuan putri….” Sahut Radit sambil membungkukkan badannya di depan Virda, Virda tersenyum kearah Radit yang masih membungkukkan badan didepannya
Sesampainya di pintu kelas, Virda langsung masuk setelah menghadiahkan senyumam pada Radit yang berjalan di belakangnya. Radit menganggukkan kepalanya, membuat Virda mengerti bahwa ia harus cepat-cepat masuk ke kelas.
“ Dari mana saja neng? “ Tanya Linda saat Virda menghempaskan tubuhnya pada sandaran kursi di samping Linda. Lima menit murid-murid ramai di kelas, tak satupun guru yang berminat untuk masuk, apalagi mengajarnya. Memang, selama ini, murid kelas XII terkenal sebagai murid yang paling ramai, tidak sedikit guru yang selalu menahan sakit hati ketika mengajar di kelas XII. Tapi seramai-ramainya kelas XII, tak pernah membantah sedikitpun pada pak Ridwan, wali kelas mereka.
“ Dit….” Panggil Calsa sambil duduk di depan Radit. Tak ada jawaban, hanya kedua alis Radit yang tampak bertaut, membentuk sebuah kerutan. “ Radit, “ panggil Calsa sekali lagi. Tetap tak ada jawaban. “ Kamu kenapa sih? “ tanya Radit, beberapa menit kemudian. “ Kamu kenapa sih Dit, dingin banget sama aku? “ sesal Calsa kecewa. “ Memangnya aku harus gimana? “ Tanya Radit sambil menurunkan bukunya dari pandangan matanya, kemudian meletakkannya di meja depannya. Calsa diam, tangannya memainkan bolpoin Radit, ternyata Radit tak suka, ia langsung merampas bolpoin yang di pegang Calsa. “ Mau ngapain ke bangku aku? “ Tanya Radit kemudian, pertanyaan itu, membuat Calsa berpindah duduk ke samping Radit. “ Ada apa sih Cal? “ Tanya Radit yang kedua kalinya. “ Aku mau ngajakin kamu ke supermarket besok pagi, mau ya….! “ jawab Calsa memohon. “ Memangnya kamu kekurangan orang buat membawa semua belanjaanmu? “ protes Radit sebelum menjawab pertanyaan Calsa. “ Bukannya gitu Dit, aku merasa ingin pergi sama kamu aja. “ Calsa kembali memainkan bolpon Radit lagi. Tapi kali ini, Radit tak menghalanginya.
“ Dit, kamu mau kan?....” Tanya Calsa menunggu keputusan. Radit tampak berpikir sejenak. “ Dit,” Calsa berkata sambil menggoyangkan tubuh Radit. “ Aku ngga’ bisa “ jawab Radit yang langsung membuat perrsendian Calsa lemas seketika. Padahal ia sangat berharap, Radit akan berrsedia menemaninya, apalagi besok hari minggu. Sekolah libur. “ Kenapa? “ Tanya Calsa dengan suara yang di paksakan “ Besok aku ada latihan basket, minggu depan pertandingan akan di mulai, yang jelas aku tidak mau pertandingan ini sampai kalah tanding dengan sekolah tetangga.” Jawab Radit tanpa memandang Calsa, pandangannya lurus ke depan, memandang papan tulis yang banyak di gerumuti teman-temannya, “ Memang latihannya sehari penuh ya? “ Tanya Calsa dengan nada memaksa. “ Sepertinya sih, gitu “ jawab Radit, kemudian bangkit dari bangkunya, berjalan kearah bangku Angga, meninggalkan Calsa yang terpaku menatapnya.
***
“ Vir, tunggu…..!! “ teriak Radit saat pulang sekolah. Virda menghentikan langkahnya, menoleh kearah Radit yang berjalan menuju kearahnya. “ Besok ada latihanbasket di sekolah, kamu bisa datang kan Vir? “Tanya Radit setelah sampai di dekat Virda. “ Jam berapa? “ ujar Virda balik bertanya. “ Jam tujuh pagi “ jawab Radit meyakinkan. “ Jam tujuh pagi semua pekerjaan di rumah masih belum kelar…” ucap Virda dalam hatinya. “ Kamu bisakan? “ Tanya Radit saat melihat kediaman Virda. “ Ya, deh, aku usahakan….” Jawab Virda kemudian melangkah. “ Eh, Vir tunggu “ cegah Radit secepat kilat, tangannya menyergap lengan Virda. Virda mundur selangkah ke belakang, “ Aku mohon Vir, kamu datang ya…! “ ucap Radit menggenggam tangan Virda. Virda mengangguk . kemudian pergi setelah Radit melepaskan genggamannya. Virda berjalan kearah Calsa yang marah menunggunya. “ Eh, babu… dari mana saja sih? gue ngga’ mau ya nanti nyampek rumah mama nanya’in ello, hanya gara-gara ello ngga’ pulang sama gue. “ bentak Calsa. “ Maaf non…” balas Virda mengakui kesalahannya “ Ya udah ayo naek!” perintah Calsa mendorong bahu Virda. Virda masuk mobil, duduk di jok belakang, sedangkan Calsa, ia lebih memilih untuk duduk di jok depan bersama pak Mardhi, sopirnya dari pada duduk berdua dengan pembantu yang sangat di bencinya itu. Mobilpun melaju, mengikuti lorong yang bergaris putih di tengahnya.
***
“ Aaaaakh…….” Ucap Radit seraya bangun dari tidurnya. Matanya yang terasa kantuk tak jua bisa terpejam. Sejak tadi hanya tubuhnya yang mengguling-guling, berbalik kekanan dan kekiri, Virda, dialah yang membuatnya tak bisa tidur malam itu. Bayangan Virda menghantui setiap detak jantungnya, perasaan yang memang sudah ada sejak awal, kini semakin menggerogoti hatinya. Radit bangkit, dibukanya pintu kamar yang tembus keluar, Radit melangkah, saat ini, ia berdiri diteras atas, matanya menatap langit yang mengedipkan cahaya terangnya. Seakan memberi tahu bahwa hatinya sedang gelisah, ya gelisah. Gelisah seperti yang pernah Virda rasakan saat berjumpa Radit pertama kali.
***
_BERSAMBUNG_
Nantikan Edisi Selanjutx, BUKAN DIRIKU 4 "DI LAPANGAN BASKET"
Selamat Membaca :-)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H