Mohon tunggu...
Daniel Aguira
Daniel Aguira Mohon Tunggu... -

A Kafkaesque fantasist whose life impeded by seemingly imperishable chain of mental ilnesses. Loyal Rothfussian, inclined to believe Socinian Theology

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Rodgers vs Balotelli? Modus Vivendi dan Misteri Detraksi

15 Maret 2015   17:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:37 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14264150541309029566

Anda mungkin sudah bosan membaca sebuah artikel yang mengangkat perseteruan Mario Balotelli dengan pelatih yang menanganinya. Sebutkan saja : Balotelli vs Mancini pada sebuah sesi latihan, Balotelli vs Mourinho pada sebuah pertandingan beberapa tahun yang lalu. Sudah terlalu banyak. Namun kesemuanya memiliki satu kesamaan. Semua itu adalah konflik satu jalan yang menyangkut dua belah pihak.

Beberapa minggu ini, saya dibuat nyengir dengan keputusan Brendan Rodgers membangkucadangkan Mario Balotelli setelah ia mencetak beberapa gol krusial meski salah satunya dliputi kontroversi. Di akun instagram miliknya, pemuda Italia yang dicap badung ini mengatakan bahwa seseorang tidak menyukainya. Tanpa perlu banyak deduksi yang njelimet, semua orang tahu bahwa yang dimaksud adalah Brendan Rodgers.

Namun mengapa? Di saat kepercayaan diri sang striker menanjak, bukankah aneh jika posisi ujung tombak justru dipercayakan pada Raheem Sterling yang memiliki finishing tidak lebih baik dari Fernando Torres pada masa terburuknya sekalipun? Ini adalah sebuah conundrum yang menarik untuk ditelusuri.

Teori yang paling populer adalah Balotelli bukanlah tipe pemain yang cocok dengan skema permainan Rodgers. Terlihat di beberapa laga sejak debut melawan Tottenham, Balotelli memiliki tipe permainan hold-up play, strategi ala Tony Pulis yang mana ia menahan bola di kotak penalti untuk menunggu rekan tim masuk ke kotak penalti lawan. Tentu saja teori ini mudah patah karena pada dua laga melawan Besiktas, ia menunjukkan versatilitas dengan pergerakan dinamis dan permainan satu-dua yang memanjakan rekan setim. Rodgers bahkan cenderung memilih untuk memasukkan Rickie Lambert yang notabene pemain tipe hold-up play sejati setelah dua laga melawan Besiktas itu.

Teori kedua adalah etos kerja Balotelli yang dinilai sangat rendah. Total nonsense. Jika mau melepas lensa stereotip dan lensa stigma dari kacamata kita, akan disadari bahwa Balotelli bahkan bekerja lebih keras melakukan tekanan dan membantu pertahanan daripada Raheem Sterling dan Daniel Sturridge. Komentar Rodgers bahwa Balotelli harus bekerja lebih keras juga tidak masuk akal. Apakah Rogers meminta Balotelli bergerak mengkover setiap jengkal lapangan, baru ia puas? Saya yakin Park Ji Sung pun tidak mampu melakukannya.

Kemudian ada yang menyebutnya bahwa ini adalah hukuman akibat keegoisan Balotelli menentang strata hak pengambilan tendangan penalti di Anfield pada laga melawan Besiktas. Nah, itu tidak terdengar seperti Brendan Rodgers.

Mungkinkah ada maksud lain di balik keputusan Rodgers? Apakah keputusan ini melibatkan pihak ketiga? Anda boleh menertawakan saya sebagai conspiracy nutjob.

Sebuah berita transfer mengejutkan Inggris pada 21 Agustus 2014. Mario Balotelli dipastikan akan mengenakan seragam Liverpool setelah persetujuan nilai transfer sebesar 16 juta poundsterling. Brendan Rodgers terlihat seperti menelan liur sendiri karena pada awal bulan itu ia membuat pernyataan di depan awak media bahwa ia secara kategoris dan pasti tidak akan pernah membeli Mario Balotelli.

Pertanyaan beredar di kalangan Kopites. Mengapa Rodgers sampai mengubah pendiriannya dalam waktu singkat? Benarkah ini adalah pembelian panik karena gagal menemukan pengganti Luis Suarez, dengan jendela transfer menyisakan waktu yang sedikit? Kemudian yang terpenting : Apakah pembelian Mario Balotelli saat itu merupakan keinginan Rodgers? Cabang dari pertanyaan terakhir adalah : Apakah Balotelli sebenarnya merupakan pemain berprofil tinggi pilihan komite transfer, panel yang memiliki 50% otoritas dalam pembelian pemain?

Dengan asumsi dugaan itu benar, maka pada 21 Agustus 2014, dimulailah sebuah modus vivendi, pengaturan yang memaksa dua belah pihak yang tidak memiliki kecocokan satu sama lain untuk bekerja sama, yang mengikat Brendan Rodgers dan Mario Balotelli.

Semua bermula dengan baik. Latihan di Melwood terhiaskan senyum cemerlang Mario, chant dukungan mewarnai debut gemilang Balotelli. Sayang sekali, layaknya banyak perkawinan kontrak, ujung menyakitkan telah menunggu.

Kosongnya catatan rekor gol Mario di EPL pada rentang waktu yang cukup panjang membuat hubungan terpaksa ini mulai retak. Insiden pertukaran kaos dengan pemain Real Madrid Pepe pada pertengahan laga membuat Rodgers murka. Kejadian ini menarik keluar satu lagi hal tidak lazim yang berada dalam diri Rodgers. Insting protektif Rodgers hilang malam itu. Kepada media, Rodgers menyemburkan pernyataan berisiamarahnya pada Balotelli. Menilik sejarah, itu adalah pertama kalinya Rodgers mengkritik pemain di muka publik. Semenjak itu, preferensi Rodgers jatuh pada Rickie Lambert dan kompatriot Balotelli, Fabio Borini.

Lantaran keduanya tak kalah mandul, Rodgers pun beralih kembali ke Balotelli. Kepercayaan itu dibayar lunas dengan gol-gol krusial yang berhenti setelah peristiwa perampasan hak pengambilan penalti dari Jordan Henderson. Inilah kejatuhan karir Balotelli ke titik nadir.

Ada keanehan pengambilan keputusan Brendan Rodgers dalam kurun tiga hari setelah insiden itu. Setelah menolak berkomentar mengenai anarki sistem pengambilan penalti itu, Rodgers justru mengkritik Balotelli melalui tuduhan yang tak relevan kondisi sesungguhnya. Rodgers mengkritik etos kerja Balotellli. Sebuah detraksi yang aneh. Semua tidak masuk akal, hingga sorotan lampu harus diarahkan pada latar belakang pembelian Balotelli.

Dua pertanyaan baru muncul. Inikah babak baru penolakan Rodgers terhadap panel komite transfer? Apakah Balotelli hanyalah korban dari perang ini? Mungkin saja.

Didirikan oleh konsorsium FSG, komite transfer adalah sebuah panel yang terdiri atas anggota direksi tim bertujuan untuk menjadi penasihat pelatih utama dalam hal transfer. Mereka memiliki otoritas besar untuk bersuara dalam pembelian pemain. Tentu saja keberadaan mereka mendesimasi hak pelatih untuk menentukan pilihannya dalam pengembangan tim.

Sudah bukan rahasia lagi bahwa dari 23 pemain yang telah dibeli Brendan Rodgers selama karirnya di Liverpool, beberapa di antaranya kesulitan beradaptasi dengan taktik miliknya. Balotelli, malangnya, adalah epitomi sekaligus puncak kegagalan sistem ini.

Balotelli adalah orang yang paling tepat untuk dijadikan pariah oleh Rodgers demi menunjukkan bahwa sistem komite dapat menghambat perkembangan permainan tim. Meski telah tampil baik, Balotelli tetap diasingkan Rodgers karena tidak cocok dengan dirinya. Segala modus vivendi yang telah dipersiapkan komite transfer antara dirinya dengan Balotelli menjadi hancur berantakan.

Apakah keputusan Rodgers melempar Balotelli ke bangku cadangan merupakan sebuah upaya menyampaikan pesan kelam kepada FSG bahwa ia tak berniat memberi kesempatan pada pemain pilihan komite transfer terlepas dari performa terbaru? Sebuah protes simbolik? Entahlah. Tak ada jawaban yang benar-benar masuk akal untuk deretan anomali keputusan Rodgers belakangan ini.

Saya kira, semuanya akan terkuak dalam beberapa bulan ke depan.

Apapun stratagem yang sedang dimainkan Rodgers, Kopites akan selalu mendukungnya jika itu demi kebaikan tim. YNWA Rodgers. YNWA Balotelli.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun