Mohon tunggu...
Abu Rosyid
Abu Rosyid Mohon Tunggu... profesional -

PEMERHATI MASALAH-MASALAH KEPOLISIAN DAN SOSIAL

Selanjutnya

Tutup

Politik

Salahkah Unras Menyambut Kunker Presiden?

13 Maret 2014   16:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:59 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebentar lagi, tepatnya hari kamis tanggal 13 maret 2014 sampai dengan minggu tanggal 16 maret 2014, Bapak presiden akan mengadakan kunjungan ke Jawa Tengah. Kedatangan pemimpin yang dipilih oleh rakyat ini akan disambut dengan beberapa unjuk rasa menyampaikan aspirasi oleh beberapa elemen, dengan maksud yang berbeda. Rencana unras tersebut telah mengikuti prosedur dalam UU no 9 tahun 1998 tentang menyampaikan kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum, diantaranya memberitahukan  kegiatan kepada Polri (bukan minta ijin) dan dalam surat pemberitahuan tersebut terdapat beberapa hal yang harus dicantumkan serta ketentuan lain. Selanjutnya, dari pihak penanggung jawab keamanan, yakni Kodam IV Diponegoro, berdasarkan masukan rekan yang langsung menghadiri rakorpam(rapat koordinasi pengamanan) menyampaikan bahwa Evoria resisten terhadap unras yang dilakukan oleh masyarakat masih sangat kental, bahkan dari pihak BIN menyampaikan agar semaksimal mungkin diupayakan ditiadakan unras dalam rangka menyambut kunjungan RI 1. Benarkah demikian halnya? Di NKRI negara yang berdemokrasi, memiliki tatanan hukum, masyarakat akan kembali dibungkam oleh aparaturnya sendiri, dan pihak aparatur pun resistence terhadap adanya unras. Salahkan bila masyarakat yang telah secara langsung memilih Presidennya menyampaikan aspirasinya saat presiden berkunjung kedaerahnya? Dimana letak kesalahannya? Bukankah ini sebuah Ironi di negri NKRI?

Unjuk rasa menyampaikan pendapat terhadap sesuatu hal, dalam ranah demokrasi adalah elemen yang tidak bisa dilepaskan, bahkan wujud nyata dalam berdemokrasi adalah kebebasan berpendapat, menyampaikan aspirasinya demi kelangsungan, kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Berbagai aspirasi yang ada pada masyarakat memang terkadang tidak terdeteksi oleh intelijen, bahkan penyelidikan yang dilakukan intelijen pun kurang peka dan kurang mendalam menggali aspirasi masyarakat. Intelijen bekerja hanya pada ranah antisipasi keaamanan, sedangkan hajat hidup dan bidang kemasyarakatan sangat banyak dan luas, untuk itulah menyampaikan pendapat menjadi sah-sah saja. Apalagi ditujukan kepada pimpinan yang sedang berkunjung kedaerah. Pengalaman masa lalu, menjadi pengalaman pahit bangsa ini manakala pimpinan datang ke suatu daerah, yang disajikan adalah asal bapak senang(ABS), kondisi dan situasi di set sedemikian rupa sehingga menjadi bumerang dikemudian hari, dan meledak tak tertahan pada ujungnya. Praktek pembungkaman kepada para aktivis, masyarakat, sala bapak senang, cipta kondisi sebelum kedatangan merupakan langkah buruk dan jalan mengulang kembali pada masa lalu yang kelam. Terdapat simpul dalam masalah ini, yakni masyarakat yang akan unjuk rasa menyampaikan pendapat dan aparat keamanan yang mengamankan RI-1.

Aparat keamanan yang bertugas memberikan pengamanan, sah-sah saja memang memberikan dan menunjukan kinerjanya semaksimal mungkin agar Presiden dipastikan aman. Karena presiden adalah simbol negara, kehormatan sebuah bangsa, maka kegagalan dalam mengamankan presiden adalah kegagalan aparat keamanan negara. Namun yang diinginkan dalam tulisan ini adalah aparat harus pandai, dan “melek matanya” mana yang berupa ancaman harus ditiadakan dan mana ancaman yang harus diwaspadai dan mana ancaman yang dapat diamankan. Khusus pada kegiatan unjuk rasa yang dilakukan beberapa komponen yang menyambut kedantangan RI 1, ini adalah sah-sah saja dalam era demokrasi, tidak perlu “alergi” yang berlebihan bahkan sampai mengatakan dan menggaris bawahi harus ditiadakan, ini bumerang, dan justru menunjukan ketidak pahaman aparat negara dalam mengawal demokrasi di negri NKRI ini. Setelah memilah dan memilih bentuk ancaman dan bentuk kegiatan, selanjutnya aparat harus elegan dalam menentukan cara bertindak, tidak bisa lagi pukul rata(pukul dulu baru berkata-kata), ini zamannya berbeda bung...popor senjata bukan hal yang menakutkan sekarang tapi perkataan dan sikap yang sopan-satun humanis akan membuat segan.

Dari sisi masyarakat, dalam berdemokrasi, yakni menyampaikan pendapatnya, kita semua haruslah mawas diri dan banyak menahan emosi. Menyampaikan pendapat adalah sah selama masih dalam koridor ketentuan UU no 9 tahun 1998. Kemerdekaan setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum merupakan perwujudan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Namun dalam membangun negara demokrasi yang menyelenggarakan keadilan sosial dan menjamin hak asasi manusia diperlukan adanya suasana yang aman, tertib,dan damai. Menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku. Ikuti aturan yang berlaku, mana kala unjuk rasa berubah menjadi massa yang tidak terkontrol maka menjadi kewajiban aparat untuk melakukan upaya paksa mentertibkannya.

Dengan demikian, unjuk rasa menyambut kedatangan RI 1 adalah bukanlah hal salah, namum perlu adanya mawas diri baik dari Aparat yang harus merubah mainsetnya, agar tidak lagi resisten dan dari sisi masyarakat yang mampu menahan emosi dan menjalani koridor dan ketentuan yang berlaku. Indahnya hidup berdemokrasi tidak ada lagi sikapp resistensi dan tidak ada lagi emosi dalam orasi....

Salam NKRI harga mati dari Lembah tidar...bakti tiada henti, merah putih jaya selalu....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun