Oleh: Rosyidah Purwo*)
Ayat-ayat suci itu dilantunkan setiap habis maghrib dan selesai sholat subuh. Satu ayat tak pernah alpa ia hafalkan setiap pagi menjelang berangkat ke tempat kerja. Setiap harinya ia bacakan ayat-ayat suci Tuhan tak pernah telat dari satu juz.
Dari pukul 07.00-14.30 ia bagikan ilmu yang dimiliki bersama anak-anak kecil yang lucu dan imut. Di sore dan malam harinya, ia manfaatkan waktu luangnya untuk mendampingi anak-anak slow learn sebanyak 14 anak ditemani dengan dua kawan karib yang mendapat tugas dari sekolah di mana mereka mengajar.
Suatu seorang bapak setengah tua datang menghampirinya. Malam itu ia sedang duduk santai bersama nenek tua di rumah kostnya. Bapak itu mengenakan setelan batik dan celana panjang hitam serta kopyah beludru warna hitam. Duduk santai mereka di teras rumah kost. Hujan turun rintik-rintik. Rumah kost yang luas dan tua terkesan lebih serem dari biasanya.
Cas cis cus, bapak setengah tua ini berkata dengan penuh semangat dan hati-hati sekali. Dengan keramah tamahan yang tidak dibuat-buat, bapak setengah tua ini mampu meluluhkan hatinya yang angkuh setinggi gunung dan sekeras es.
“Hmm…saya tidak tahu, Le’. Saya masih bimbang dan bingung. Saya perlu konsultasi dulu” jawabnya setelah mengetahui dengan jelas maksud dan tujuan kedatangan bapak setengah tua itu.
Malam itu, adalah 25 Februari 2011. Setelah itu ia menderita sakit yang berkepanjangan dan berujung pada typhus yang sempat membuat ia terbaring di rumah selama 10 hari.
Kata-kata dari bapak setengah tua itu telah membuat dirinya jatuh sakit dan tak berdaya. Sakit yang membuat dirinya tak bisa maksimal berbagi ilmu bersama dengan anak-anak kecil yang lucu dan imut di sekolahnya.
Suatu hari di sebuah pengajian. Seorang guru ngaji berkata, “sakit adalah adzab dari Tuhan!” kata-katanya begitu tajam dan menusuk. Salah seorang kawan sesama peserta pengajian terkejut-kejut dengan kata-kata guru ngaji itu. Kebetulan kawan ini sesama penderita sakit. Satu orang kawan juga sama-sama senasib sepenanggungan, ia sakit batuk sudah lama tak kunjung sembuh.
Sedikit informasi ia peroleh dari seorang kawan lama, bahwa istri guru ngaji ini perrnah sakit selama tiga bulan sampai tulang-belulangnya bermunculan di sana-sini akibat typhus yang menggerogotitubuhnya. Wah, istrinya guru ngaji ini berarti kena adzab juga! batinya berkata.
Guru ngajinya pernah berkata bahwa orang sakit harus bersabar karena sedang diberi ujian dari Tuhan. Sakit adalah penghapus dosa dan kesalahan. Orang-orang yang beriman pasti akan diberi sakit oleh Tuhan. Fir’aun bukan orang beriman, maka sepanjang hidupnya tidak pernah sakit.
Nah, bagaimana? Sakit itu adzab atau ujian? Tergantung bagaimana latar belakang orang yang menderita sakit. Jika ia adalah seorang yang baik dan taat pada tuhannya, apakah sakit itu adalah adzab? Jika ia adalah orang yang tidak pernah taat pada Tuhannya, apakah sakit itu adzab atau ujian?
*)Rosyidah Purwo. Nama staff pengajar di RSDBI Al Irsyad Al Islamiyyah 01 Purwokerto
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H