Mohon tunggu...
Rosyida Nur Rohma
Rosyida Nur Rohma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa PPG Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

Mahasiswa PPG Prajabatan Gelombang 1 2024 di Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kasus Kekerasan di Lingkungan Sekolah Meningkat, Nilai-Nilai Pendidikan Perlu Diperkuat

15 Februari 2024   14:25 Diperbarui: 15 Februari 2024   14:46 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Ilustrasi: Bullying | Bully Awareness Resistance Education). 

Sekolah sebagai tempat aman, nyaman, dan menyenangkan bagi siswa untuk menambah ilmu dan pengalaman sekarang ini sedang gempar dengan kasus kekerasan. Perundungan, kekerasan fisik, kekerasan seksual, intolerasi, dan lainnya menjadi kasus-kasus tetap bahkan semakin meningkat angka kejadiannya. Perundungan atau bullying menjadi kasus yang terkadang dianggap sepele atau bahkan kita sendiri tidak menyadari jika kasus ini berawal dari masalah yang lumrah terjadi.

Siswa SMP di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah berinisial FF (13) menjadi korban bully kakak kelasnya, yakni MK (15) dan WS (14). Rabu (27/9/2023) Kasus perundungan ini viral di media sosial lewat video kekerasan yang dilakukan dua pelaku dengan beberapa temannya yang melihatnya. Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui pelaku MK tersinggung atas ucapan korban yang mengaku sebagai anggota kelompok atau geng "Basis". Korban mengalami patah tulang rusuk sehingga harus menjalani operasi dan perawatan intensif.[1]

Kasus perundungan juga terjadi di salah satu Sekolah Dasar di kabupatan Pesawaran Lampung. Kajadian ini dilakukan saat jam istirahat, korban berinisiap SK siswa kelas 5 dirundung oleh kakak kelasnya yang duduk di bangku kelas 6 lantaran korban merupakan siswi baru atau pindahan. Dalam video yang beredar korban dipukul dan pelaku melontarkan ucapan yang kasar pada korban.[2]

Sebagian kasus-kasus perundungan atau bullying di dunia pendidikan saat ini, dengan video-video kekerasan yang mudah beredar di media sosial tentu dampak positifnya akan mempermudah untuk menanganinya, hanya saja jika video tersebut dikonsumsi siswa dan melakukan hal sama itu akan jadi masalah lain lagi . Terkadang perundungan bisa terjadi sebab keinginan memiliki kekuasaan atau bahkan melihat orang lain melakukan kekerasan, alasan-alasan ini bisa diatasi jika siswa mendapat tuntunan dari guru, orang tua dan mereka yang terlibat dalam dunia pendidikan.

Dengan maraknya kasus-kasus perundungan yang berujung dengan kekerasan, hal ini sudah termasuk kriminal bukan hanya kenakalan remaja yang bisa dilumrahkan, sebab beberapa kasus sampai ada korban jiwa atau bahkan mempengaruhi psikologi kejiwaan anak. Disinilah guru, orang tua, dan orang sekitar harus peduli dengan sekelilingnya. Lalu apa upaya penghancur budaya kekerasan di sekolah?

infografis-stop-perundungan-bullying-10-65cdba11de948f639110d814.jpeg
infografis-stop-perundungan-bullying-10-65cdba11de948f639110d814.jpeg

Penguatan nilai-nilai pendidikan sesuai dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara menjadi pengetahuan yang harus dipelajari. Bukan tanpa sebab, pendidikan yang pada mulanya digunakan untuk kepentingan para penjajah diperjuangkan sedemikian rupa untuk memerdekakan manusia Indonesia dari belenggu kebodohan. Sayangnya dalam pendidikan masih ada penjajahan antar sesama yang mengakibatkan tidak adanya kenyamanan keamanan dalam pembelajaran, lewat tindakan perundungan atau Bullying secara Fisik, Non Fisik, verbal, non-verbal, dan Cyber sudah membuat keresahan siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekelilingnya.

Guna memerangi kasus kekerasan ini, Pemikiran Ki Hadjar Dewantara datang Kembali untuk menekankan dasar pendidikan yang menuntun. Untuk guru, orang tua, dan orang sekeliling ikut berperan memberi tuntunan dan arahan kepada peserta didik. KHD juga mengingatkan pendidikan anak sejatinya menuntun anak mencapai kekuatan kodratnya sesuai dengan alam dan zaman, pada zaman ini pengaruh dari luar akan sangat mudah diakses anak sebabnya perlu adanya dampingan dalam menyaring mana hal yang baik dan buruk untuk dikonsumsi, dengan tetap mengutamanakan kearifan lokal sosial budaya Indonesia tentunya kasus kekerasan ini bisa segera teratasi.

Di abad ke-21 ini, perkembangan teknologi begitu mempermudah anak untuk mengetahui suatu hal tanpa mereka saring baik buruknya, hal ini banyak merubah atau memengaruhi budi pekerti, atau watak atau karakter yang dimiliki anak. Dengan melihat tontonan yang sekarang ini tidak memperdulikan tayangan itu akan dilihat oleh siapa saja, lagi-lagi ini tugas kita semua sebagai guru, orang tua, dan orang sekeliling anak. Alam keluarga menjadi tempat mencari teladan, tuntunan, pengajaran dari orang tua, salah satu tempat pertama anak menemukan kodrat alam yang sampai sekarang dibawanya. Budi pekerti menjadikan anak memiliki kasadaran diri yang utuh untuk menjadi dirinya (kemerdekaan diri) dan kemerdekaan orang lain.

Angin segarnya, salah satu sekolah Menengah Pertama di Semarang menyuarakan Deklarasi anti kekerasan atau bullying "STOP BULLYING!". Dengan harapan ratusan siswa paham dan tidak akan melakukan aksi kekerasan baik di lingkungan maupun di luar sekolah [3]. Hal ini bisa menjadi contoh baik untuk lingkungan sekolah lain, memberi pengetahuan siswa tentang dampak buruk kasus kekerasan. Bukan hal yang mudah memang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun