Mohon tunggu...
mas ros
mas ros Mohon Tunggu... wiraswasta -

aku ingin tahu ketidaktahuanku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kota Malang Kini: Dulu Ijo Royo-royo, Sekarang Ijo Ruko-ruko

25 Januari 2015   20:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:24 1467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14221863291791840374

[caption id="attachment_393214" align="aligncenter" width="560" caption="balaikota malang"][/caption]

Dingin dan sejuk, itu kesan pertamaku ketika 7 tahun lalu aku menginjakkan kaki sebagai mahasiswa baru di salah satu perguruan tinggi negeri di Kota Malang. Dulu jalan-jalan masih lengang, masih banyak ditemui hamparan ladang persawahan, kabut tebal selalu datang menjelang malam atau pada saat hujan dan belum terlalu banyak perumahan. Kini Kota Malang berusaha menjelma menjadi kota metropolitan. Gedung-gedung tinggi mulai menghiasi, mall-mall menginvasi tanpa tau aturan, komplek-kompleks perumahan menjamur, pasar-pasar tradisional mulai kehilangan eksistensi, ruko-ruko bertebaran di mana-mana, minimarket membunuh geliat pedagang kecil, jalan-jalan ramai dipenuhi kendaraan, macet tak terelakkan, panas meradang di seluruh penjuru kota. Ruang terbuka hijau disisakan 20% yang seharusnya harus memenuhi kuota minimal 33%.

Entah apa yang ada di dalam otak si peni kala itu, mengapa Malang-ku menjadi begini, membangun kota yang nyaris tanpa perencanaan, yang lebih mementingkan komersialisasi tapi minus harmoni. Sebenarnya ada tiga branding image yang dimiliki Kota Malang. Malang sebagai kota pendidikan, Malang sebagai kota wisata dan malang sebagai kota industri. Sebagai kota pendidikan, setiap tahunnya terjadi peningkatan yang signifikan terhadap minat mahasiswa untuk kuliah di Kota Malang. Hal inilah yang menurut penulis menjadi penyumbang terbanyak atas kemacetan yang menghiasi jalan-jalan protokol di Malang.

Pernah ketika itu H-3 lebaran, saya sengaja belum pulang kampung untuk mudik dan saya melihat jalan-jalan di Kota Malang nampak lengang tanpa mahasiswa. Seharusnya pemerintah Kota Malang bisa berpikir cerdas bahwa untuk mengatasi kemacetan bukan dengan membuat bus sekolah atau membuat jalan satu arah yang semakin menambah macet tapi bagaimana merundingkannya dengan pihak kampus yang menjadi penyumbang kemacetan terbanyak. Bus sekolah hanya akan semakin memelaratkan supir angkot di tengah sepinya penumpang, naiknya harga BBM dan mahalnya harga onderdil. Kebijakan bus sekolah juga tidak masuk akal karena tidak mampu menjangkau semua siswa miskin dan dengan jalur yang tidak jelas mobilitasnya.

Tapi tidak seburuk si peni kala itu, meski Abah Anton belum mampu mengatasi kemacetan tapi setidaknya ada sedikit prestasi yang membanggakan dari seorang Abah Anton. Jalan di sekitar kontrakanku sudah diaspal bagus, lingkungan di kontrakanku begitu indah hingga menyabet juara 2 tingkat nasional sebagai kelurahan terbersih dan terinovatif. Selain pengaspalan, ada juga program blusukan kampung untuk menampung kebutuhan setiap kelurahan yang berbeda-beda, ada juga program bedah rumah dan pembangunan beberapa taman kota melalui program CSR.

Sebagai kota wisata, saya tidak tahu mana tempat andalan wisata yang dibanggakan. Ada Museum Brawijaya, Museum Siti Hinggil, pemandian yang di belakang balai kota, Benteng Velodrom. Tak ada yang menarik dari beberapa tempat wisata itu. Atau mungkin aku yang tak terlalu paham dengan tempat wisata baru. Yang akhir-akhir ini menjadi perhatian publik yaitu pembangunan Alun-alun Kota Malang tematik yang pengen kayak di Alun-alun Kota Batu. Tapi hal itu sekarang jadi masalah karena pembangunannya tanpa persetujuan DPRD. Karakter Abah Anton itu pengen membangun Kota Malang tapi minim perencanaan yang matang. Oh iya aku lupa, brand kota wisata itu cocok disematkan pada Kota Malang karena berbagai macam wisata kuliner bisa dijumpai di Kota Malang.

Sebagai kota industri, Malang tak bisa diragukan lagi berbagai macam industri kecil seperti keripik tempe, sanitair, keramik dan masih banyak lagi ada di Kota Malang. Mungkin yang perlu digalakkan di sini adalah promosinya. Karena kaya industri yang minim promosi takkan berarti apa-apa. Sebagai penutup dari tulisan saya yang belepotan ini. Saya ingin memberikan saran kepada pemerintah Kota Malang sebagai berikut:


  1. Perbanyak ruang terbuka hijau melalui taman tematik dan hutan kota.
  2. Batasi pembangunan ruko dan perumahan lewat pengetatan izin.
  3. Batasi jumlah kendaraan bermotor dengan mengoordinasikan dengan pihak kampus, dishub, kepolisian, organda.
  4. Galakkan promosi industri kecil di Kota Malang melalui promosi ke luar kota dan event tahunan seperti malang tempo dulu.
  5. Razia bangunan yang tak berizin.
  6. Komunikasikan perencanaan pembangunan kota dengan para akademisi di Kota Malang.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun