Mohon tunggu...
Rosy Dearnita
Rosy Dearnita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitsd Sarjanawiyata Tamansiswa

.

Selanjutnya

Tutup

Trip

Jathilan Sembrani Dusun Kleyodan, Gadingsari, Sanden, Bantul

10 Januari 2025   18:05 Diperbarui: 10 Januari 2025   17:05 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp


Errienda Meisetyawati
Prodi PGSD, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta, Indonesia

Kesenian yaitu salah satu bagian dari beberapa unsur kebudayaan yang memiliki ciri khas, yang terlahir di suatu lingkungan etnis tertentu. Kesenian tersebut, diantaranya seperti kesenian tradisional yang merupakan peninggalan masyarakat terdahulu dan masih dipelihara oleh para pelaku seni hingga sekarang. Upaya memelihara kesenian tradisional supaya tetap eksis dengan cara memberikan kesempatan pada pelaku seni untuk berkarya dan berinovasi dalam berkesenian. Salah satu kesenian tradisional yang dimaksud adalah kesenian jathilan sembrani
Jathilan merupakan salah satu kebudayaan Jawa, yang memiliki gerakan tari yang bervariasi secara lokal dan unsur magis, serta piranti bambu yang dirancang atau dikepang membentuk jaran atau kuda yang disebut jaran kepang. Ketika hendak memainkan kesenian tersebut, nantinya ada roh yang memasuki para penari. Jathilan ini dinamakan jathilan kuda sembrani, karena jathilan kuda sembrani ini nantinya ada sepasang kuda yang paling berbeda dari kuda yang lainnya. Kuda tersebut tidak dibuat dari bambu seperti kuda kepang lainnya, tetapi kuda sembrani ini terbuat dari lulang atau kulit asli yang tebal. Asal mula kuda sembrani dalam bahasa Jawanya artinya datang secara tiba tiba, dipercaya kuda ini memiliki roh nenek moyang, dan tidak sembarang orang bisa menaiki kuda ini. Hanya orang tertentu untuk dapat menaiki kuda sembrani tersebut. Penunggang atau yang menaiki kuda sembrani tersebut juga harus melakukan ritual ketika akan menaiki kuda sembrani. Biasanya penunggang akan melakukan ritual puasa selama satu hari malam. Saat penunggang ini menaiki kuda tersebut, kesadaran penunggang ini sudah dikendalikan oleh roh yang ada di dalam kuda sembrani tersebut.
Kesenian tradisional di wilayah Gadingsari, Sanden, Bantul cukup banyak yang dapat digali dan dikembangkan diantaranya kesenian jathilan sembrani yang masih bertahan dan berkembang memodifikasi gerakan tarinya. Kesenian tersebut sangat menarik, menakutkan, dan menambah kekompakan dalam menyambung silaturahmi antar pemain dan warga sekitar. Berdasarkan latar belakang tersebut, kesenian jathilan sembrani dapat dikembangkan dalam memodifikasi bentuk tariannya.

        Kuda Sembrani adalah salah satu warisan nenek moyang yang diturunkan dari nenek moyang sejak berabad-abad lalu. Kuda Sembrani ini dijaga dan dirawat oleh Simbah Sayat. Ada dua macam Kuda Sembrani yang dirawat yaitu kuda betina yang berwarna merah dan kuda jantan yang berwarna hitam. Pada awalnya, Kuda Sembrani yang diwariskan hanyalah kuda betina yang berwarna merah. Namun, tahun 2016 kemarin telah ditemukan pasangan dari Kuda Sembrani betina yaitu Kuda  Sembrani jantan yang berwarna hitam. Kuda Sembrani jantan ditemukan oleh salah seorang warga di Wonosobo, Jawa Tengah. Oleh warga tersebut, Kuda Sembrani jantan tersebut hanya disimpan karena dianggap sebagai warisan pusaka dari nenek moyangnya. Hingga, tahun 2016 kemarin diambil oleh Simbah Sayat dan dibawa pulang ke rumahnya. Saat ini, Kuda Sembrani yang dirawat Simbah Sayat sudah satu pasang. Saat baru menemukan Kuda Sembrani jantan tersebut, beliau melakukan puasa tiga hari tiga malam sebagai ritual adat. Dulu, tujuan digelarnya kesenian Jathilan Sembrani untuk pertunjukkan dan juga berhubungan dengan nenek moyang. Namun, saat ini tujuan digelarnya pertunjukkan Jathilan Sembrani hanya untuk hiburan bagi masyarakat. Fungsi lain digelarnya pertunjukkan Jathilan Sembrani untuk melestarikan kesenian tradisional dan menjaga keberadaan warisan nenek moyang.
          Perlengkapan yang digunakan penunggang Kuda Sembrani ketika pentas juga perlu diperhatikan. Penunggang Kuda Sembrani betina mengenakan kaos lengan panjang berwarna merah, celana hitam, tidak memakai alas kaki, blangkon dengan bulu ayam ditancapkan di bagian depan, dan selendang yang dikenakan di pinggang berwarna merah. Sedangkan untuk penunggang Kuda Sembrani jantan mengenakan perlengkapan yang sama, namun memakai kaos lengan panjang berwarna hitam. Alat unsur yang digunakan saat pertunjukkan juga memiliki kekhasan tersendiri. Gendang dan angklung harus wajib ditabuh saat pertunjukkan digelar. Penunggang Kuda Sembrani akan berlari seperti kuda seiring dengan irama suara gendang dan angklung. Apabila penabuh salah memainkan gendangnya, Kuda Sembrani akan menghampiri dan menendang penabuh gendang. Alat musik lain seperti kecrek, kempul, dan gong juga digunakan. Ketika penunggang Kuda Sembrani sudah benar-benar menaiki Kuda Sembrani, dia sudah dalam kendali makhluk yang ada dalam Kuda Sembrani tersebut. Menurut keterangan penunggang Kuda Sembrani, ketika menunggang kuda rasanya sudah ringan berlari begitu saja. Dalam matanya hanya ada cahaya terang dan dia berlari mengikuti cahaya terang itu. Untuk menyadarkan kembali penunggang Kuda Sembrani, di telinganya dibacakan bacaan tertentu. Inti dari bacaan itu adalah makhluk yang merasuki penunggang Kuda Sembrani disuruh untuk kembali ke tempat tinggal asalnya.
        Daya tarik pertunjukkan ditingkatkan dari nilai estetika dan pertunjukkan yang atraktif. Kuda bagi para penari keindahannya juga ditingkatkan dari pemberian warna pada kuda-kudaan yang dipakai. Dahulu dalam unsur warna, ada kecenderungan seperti warna-warna kuda aslinya, seperti hitam, putih, coklat kemerahan. Saat ini dapat lebih variatif berdasarkan nilai keindahan yang unsur warna ataupun permintaan kelompok. Pengembangan Jathilan Sembrani dalam meningkatkan nilai-nilai estetika sudah disarankan oleh para ahli kesenian tradisional setempat. Hal ini sejalan dengan Usman Pelly (1994:162) yang menjelaskan, kebudayaan itu dinamis dan berubah, hanya kecepatan perubahannya yang berbeda. Selanjutnya Edi Sedyawati (1987) mengungkapkan perubahan terjadi karena manusia pendukung kebudayaan daerah itu sendiri telah berubah, karena perubahan cara hidup dan bergantian generasi. Seperti temuan lapangan menunjukkan pergantian generasi Jathilan Sembrani telah mengubah bentuk pertunjukan yang selama ini pemainnya harus kesurupan, tetapi saat ini pemainnya dibolehkan tidak kesurupan. Ini artinya pola dan bentuk pertunjukan mengalami pergeseran. Dengan demikian, pertunjukan tanpa menghadirkan makhluk halus pun dapat ditampilkan. Menurut Umar Kayam (1981:5) kesenian adalah salah satu unsur yang menyangga kebudayaan, dengan demikian kesenian harus dimengerti pada situasi masyarakat yang akan menikmatinya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun