Mohon tunggu...
Rosyad Faruq
Rosyad Faruq Mohon Tunggu... Penulis - All social media : @rosyadakew

de omnibus debitandum

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku, yang Berkawan Setan

22 April 2019   00:26 Diperbarui: 22 April 2019   00:37 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Berangkat dari kegelisahanku akhir-akhir ini, jujur saja aku berbagi pengalaman ini dan tidak ada yang kututupi sedikitpun. Diawali dengan hidup yang terkesan membosankan dan tentu saja kini kondisiku sedang tidak memiliki sebuah keyakinan. Semua rencana yang telah kubangun dari dulu kini sedang hilang entah kemana ditambah dengan kini aku sedang bersahabat baik dengan para setan dan siluman. Lihat saja perangaiku akhir-akhir ini!, aku yang kini sedang tidak meyakini untuk apa aku dilahirkan ke dunia yang amat pengap dan terkesan penuh akan kegoblokan. Ya tuhan ampuni aku bila banyak berkata kasar dalam tulisan ini, tapi sebagai makhlukmu aku sedang menjadi makhluk yang nakal dan sulit diatur. Jangan dulu cabut nyawaku ya.

Sudah sekitar 1 minggu lamanya aku tidak bersujud padamu, sudah 1 bulan lamanya aku tidak membaca karya agung-mu yang berbentuk mushaf. Jujur saja ya tuhan, aku sedang dalam keadaan kafir. Aku berwudhu, namun diatas sejadah aku malah hanya terpaku untuk berdiri. Dalam bengong aku berfikir, buat apa aku shalat? Toh aku sudah yakin bahwa sholatku tidak akan diterima. Anjir!, logika macam apa ini seolah bila orang-orang dengan rasionalitas agama yang kuat akan mencaci dan menertawakanku yang fakir akan ilmu agama ini. Tetapi setan dan siluman tetaplah menjadi partner setiaku,

Seketika terbersit akan ayahku yang telah diliang lahat 7 tahun yang lalu.Sialan! saat sedang asyik-asyik nya menjadi makhluk badung, alam fikiranku didatangi bayangan lelaki tua itu, yang saat aku masih kecil dulu aku selalu digendong olehnya. Otomatis kuburannya tergambar jelas di fikiranku. Kuburan yang tidak pernah aku kunjungi lagi selama setahun karena biarpun aku adalah mkhluk yang badung, aku tetaplah makhluk yang dapat berkaca kepada diri sendiri karena merasa malu untuk berhadapan dengan kuburannya. Walaupun kutahu didalamnya hanya tersisa tengkorang dan kain kafan.

Jujur saja, aku kini sedang merindukan ayahku, tapi aku tidak berharap ayah merindukanku karena pasti tahu aku sudah berubah jauh dari yang diharapkannya, aku berubah menjadi anak yang tidak tahu malu, setiap harinya masih menyakiti hati orang disekitarnya, masih menjadi anak durhaka kepada keluarganya, dan parahnya sudah berapa banyak kelakuan diluar batas yang telah dilakukannya. Ah mungkin ini yang dapat kutuliskan untuk para pembaca tulisan abstrak ini. Beneran, kalo diterusin udah ga akan sesuai dengan judulnya. Terimakasih sudah meluangkan waktunya, maaf bilamana kalian dibuat pusing membacanya, dan tolong bilamana tulisan ini membawa dampak bagi kalian, aku harap kita bisa sharing diberbagai kesmpatan nanti.

Terimakasih aku ucapkan kepada kalian, sebut saja Ade Ahmad dan Riki Saripudin. Mereka adalah partner dalam kehidupan organisasi, tapi sayangnya aku baru tahu kalau mereka juga bisa menjadi Psikiater Rumah Sakit Jiwa yang siap menampung segala bacotan yang membuat mereka sebenarnya terganggu dan menjadi bingung karena mendengarkan manusia yang sedang kebingungan. Tak lupa juga kepada Pramuja, adik kelas semasa di pesantren yang aku datangi secara tiba-tiba dengan memukul punggungnya dengan keras, lalu aku memintanya untuk mendengarkan bacotan yang sama sekali tidak ada artinya bagi dia yang notabene-nya seorang filsuf tapi lagi-lagi terpaksa harus berubah profesi menjadi psikolog untuk mendengarkan bacotan yang tidak ada artinya. Mang Nanang dan Mang Herman, selaku satpam penjaga pondok yang direpotkan karena harus membukakan pintu gerbang agar mobilku bisa masuk kedalam pondok. Redi adik kelasku yang telah memberitahu dimana si bajingan Pram berada. Erina Azahra yang memiliki ilmu prediksnya yang kemaren sore secara tiba-tiba mengingatkanku "Akew, tong poho sholat siah!", maaf baru sekarang aku nurutnya.

Oh iya, aku kini sedang menuliskan apa yang sedang aku rasakan, aku pun tidak sedang menggurui siapapun. Aku hanya sedang ingin berbagi keresahanku akhir-akhir ini. Terlepas apakah kalian akan menganggap tulisanku seperti apa, aku tak peduli. Karena yang aku harapkan kini hanyalah kita bisa saling berbagi dan berkolaborasi.

Terakhir, aku kini sedang menulis dengan laptop si Ihsan Lemot (ISL) yang sengaja kusembunyikan dengan niat nge-prank walaupun terkesan sadis karena berdampak merepotkan sebagian besar keluarga PD IPM.. Terimakasih Ihsan Mughni, karena dengan laptopmu ini aku bisa menuliskan apa yang kumau. Jangan menangis lagi ya. Ini laptopnya masih ada dan tidak ada lecet apapun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun