Mohon tunggu...
Ahmad Shodiqurrosyad
Ahmad Shodiqurrosyad Mohon Tunggu... -

Dilahirkan di kawasan yang kental akan nuansa tradisionalisnya, juga mempengaruhi mainset aku yang moderat. Menjadi mahasiswa pun saya selalu berusaha menjadi seorang intermediate antar berbagai individu maupun golongan.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Keamanan Negara: Tanggung Jawab Kita Semua

30 September 2013   16:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:11 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Akhir-akhir ini keamanan di Indonesia semakin dipertanyakan (debatable) dengan adanya penembakan-penembakan yang ditujukan kepada aparat kepolisian, perampokan (bersenjata) toko emas di Kota Medan (13/9/2013) dan hilangnya beberapa koleksi Museum Nasional. Selain itu, tak kunjung usainya konflik komunal (Sunni-Syiah) di Sampang dan di Puger semakin menimbulkan keprihatinan, kerisauan dan rasa khawatir masyarakat.

Aksi-aksi kejahatan dan konflik sosial tersebut menjadi sumber kerisauan banyak kalangan karena di samping penyelesaiannya yang lamban, juga menimbulkan berbagai apriori publik. Selan itu, aspek kemanusiaan juga menjadi salah satu dari sekian keprihatinan masyarakat dengan ‘banyaknya’ manusia dan harta benda yang menjadi korban.

Pertanyaan yang muncul adalah kapankan kerisauan masyarakat tersebut akan hilang? Bila melihat penanganan yang lamban dalam menyelesaikan masalah ini semakin menyamarkan jawaban yang diharapkan. Bahkan, sebagian ada yang percaya akan semakin meluasnya konflik dan menimbulkan aksi-aksi kekerasan dan kekejaman lainnya.

Bila ditarik ke belakang, ‘kegagalan’ aparat pengaman negara (polisi) dalam mewujudkan rasa aman dengan terjadinya berbagai aksi terror, kejahatan dan konflik komunal menjadi wacana dan diskursus yang menarik. Setidaknya ada dua wacana yang perlu dikedepankan. Yang pertama adalah negara (baca: pemerintah) sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam menciptakan rasa aman. Rasionalisasinya adalah bahwa negara dibentuk sebagai wadah untuk kepentingan kesejahteraan rakyat. Rakyat menginginkan rasa aman dalam kehidupannya. Selain itu, setiap individu (warga negara) mempunyai hak rasa aman (Lihat: Pasal 25-35 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM), baik yang bersifat non derogable rights (hak yang dalam keadaan perang harus dilindungi) maupun yang derogable rights (hak dalam keadaan normal harus dilindungi). Hak-hak inilah yang harus dijamin realisasinya ole negara. Negara yang tidak menfasilitasi harapan rakyat berarti telah mengabaikan amanat rakyat. Negara yang mengabaikan amanat rakyat dengan sendirinya akan kehilangan legitimasi rakyatnya (weak state). Pada akhirnya, ‘pembiaran’ ini membuat rakyat bertanya akan abilitas dan kapabilitas negara dalam mengamankan bangsa (state determination).

Pandangan kedua menyatakan bahwa pemberian rasa aman bukan hanya tugas negara, namun juga sebagai tugas individu warga negara. Artinya, pemerintah dan rakyat sama-sama memiliki tanggung jawab dalam menciptakan rasa aman, mempertahankan dan bahkan membuatnya lestari.

Realitas yang menunjukkan bahwa kerisauan masyarakat tidak hanya disebabkan oleh pemerintah kepada rakyat, namun juga oleh rakyat kepada pemerintah dan rakyat kepada rakyat yang lain (kekerasan horizontal) semakin menguatkan akan penting kebersamaan pemerintah dan rakyat dalam mengamankan negara. Kebersamaan ini diyakini dapat mengurai permasalahan-permasalahan yang meresahkan. Kondisi inilah yang dapat dijadikan sebagai konsep ideal untuk mewujudkan keamanan negara. Dan jika membicarakan konsep ideal hubungan antara negara dan rakyat (state and society relations) dalam mewujudkan keamanan negara, dapat dilihat dari teori modeling state-society relation yang dicetuskan oleh Joel S. Migdal (1998:32). Yang pertama adalah compliance (kepatuhan); penggunaan kepatuhan dengan cara menghidupkan sanksi sebagai fungsi controlling. Pola hubungan kedua adalah participation (pelibatan), dalam artian partisipasi tersebut bersifat sukarela (voluntary) dan action dalam mengamankan negara.

Yang terakhir adalah legitimation (keabsahan); berkaitan dengan perencaan negara, policies dan aksi dalam membuat aturan hubungan sosial. Penerimaan rakyat atau bahkan persetujuan dengan aturan main yang dibuat negara sangat menentukan hubungan antara keduanya.

Dengan adanya hubungan kolaboratif antara rakyat dan pemerintah akan semakin memperkecil potensi akan terjadinya konflik, kekerasan dan aksi-aksi kejahatan yang lain, sehingga kemungkinan timbulnya rasa aman menjadi semakin besar. (Arsyad)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun