Di suatu negara berkembang, Suparto, pengamen jalanan mengamen dengan gitar kecil di sekitar stasiun kereta api kota yang kumuh. Juga di dekat lampu merah jalan raya besar di tengah panas menyengat. Juga di terminal yang pengap lalu dia akan menaiki bus antartrayek; mengamen dalam bus yang juga pengap. Suaranya jernih dan bersih ditingkahi udara polusi dan debu. Kulitnya yang sawo matang berubah jadi hitam, menjadi sawo gosong. Ketika malam tiba, dia akan tidur di mana saja. Sebelum tidur, dia selalu merenung atau berhalusinasi. Â
***
 Di suatu negara yang sudah maju, Pras (begitu ia maunya dipanggil, sementara nama lengkapnya Prasetyo), pengamen jalanan mengamen dengan gitar atau harpa atau biola, stand mikrofon, dan kursi penyanyi di sekitar stasiun kereta api yang bersih sebab pembuang sampah sembarangan akan dihukum. Juga di terminal yang bersih, ia mengamen di pintu keluar penumpang sebelum menaiki bus. Juga di depan bar, atau ia kerap disewa mengamen dalam bar atau kafe di malam-malam tertentu, paling sering malam Minggu. Suaranya jernih dan bersih ditingkahi udara kota yang sehat. Ia mengamen di selain hari Senin, Rabu, dan Kamis. Karena itu, harinya mengajar kelas musik di suatu sekolah.
***
 Umur Suparto dua puluh empat. Dua tahun yang lalu lulus SMA selepas enam tahun bersekolah karena selalu gagal naik kelas (dia suka bolos, dan ketika bersemangat ingin belajar, guru-gurunya sering tak masuk sebab berbagai alasan, kalau para guru boleh bolos masa para siswa dilarang, menjengkelkan! Pikirnya). Dia menganggur dua tahun. Sehari-harinya memetik gitar dan bernyanyi merdu di balai-balai depan rumah atau di gardu tongkrongan. Sekonyong-konyong sebentuk kesadaran terlintas di benaknya.Â
 "Mak, Pak, aku mau merantau. Cari uang." Emak dan bapaknya kala itu sekadar menyangka rencana Suparto hanya gurauan.Â
 "Mau kerja apa kamu di kota, Nak?" tanya emaknya.Â
 "Apa saja. Aku punya ijazah SMA."Â
 Suparto anak tertua. Adiknya dua. Adik pertama sekolah SMP, kelas satu, sementara si bungsu sudah masuk PAUD. Dia sudah menentukan kapan akan berangkat, tanggal sekian bulan sekian hari Rabu, katanya. Hari Rabu hari baik.Â
 Tak ada yang dicurigai bapak dan emaknya, selain sekadar keinginan belaka, barang tentu dengan niat hendak memperbaiki ekonomi keluarga atau tak ingin jadi beban keluarga. Entah karena dia anak pertama atau keadaan ekonomi yang buruk, justru bapak dan emaknya melepas Suparto dengan bahagia. Kalau anak itu hengkang, pengeluaran keduanya tak begitu banyak. Dan, kalau dia benar-benar sukses di rantau, keduanya tentu dikirim uang.