Beberapa hari yang lalu saya dan adik perempuan saya melakukan aktifitas "bersih bersih" rumah seperti yang biasa kami lakukan setiap akhir minggu.
Tidak seperti minggu minggu sebelumnya, kali ini objek "bersih bersih" kami adalah album foto tua milik keluarga dan juga beberapa buku pelajaran tua milik saya yang masih tersimpan rapi didalam kardus dipojok ruangan penyimpanan kami.
Saat adik saya menyeletuk " Mbak ada buku matematika SMP kelas 3 nich, punya mbak dulu sepertinya". Saya segera mengambil buku tersebut. Masih tampak terlihat rapi dengan balutan sampul plastik yang menguning. Halaman halaman buku ini masih lengkap, didalam buku itu juga masih terlihat dengan jelas bekas coretan coretan tangan saya semasa sekolah dulu. Yang menggelitik saya kali ini ketika memegang buku tersebut adalah, hampir semua pertanyaan dan soal soal yang ada didalam buku sudah saya bubuhkan jawaban beserta cara menjawabnya dengan tinta biru andalan saya. Saya jadi ingat sekitar 13 tahun yang lalu, seorang teman saya yang tidak terlalu mahir matematika berceloteh " huh buat apa belajar matematika? Toh kalau mau beli sayur dipasar kita tidak pake istilah log atau integral, cukup tambah kali bagi dan kurang saja kita bisa hidup ". Saya tersenyum sendiri mengingat celotehan lama itu. Ada benarnya ucapan itu, karena apabila kita melakukan napak tilas ke masa masa sekolah kita, tidak usah masa kita, cukup kita lihat masa kini. Pendidikan exact seperti Ilmu pengetahuan Alam dan Matematika intinya adalah menghafal rumus.
Lihat saja logika dari kertas pelajaran kali kalian yang dulu saya dan teman teman perlombakan didepan kelas " siapa yang sudah hafal kalian 3 dan 7?" Saat itu ibu guru bertanya kepada kami, dan seisi kelas menaikkan jari telunjuknya sebagai pertanda mereka telah meng-HAFAL pelajaran itu dengan baik.
Tetapi yang menggelitik saya kali ini, mengapa dulu ibu guru tidak bertanya "mengapa 3 x 3 sama dengan 9? Darimana kamu tahu hasilnya demikian, bisa dipakai saat apa 3x3 sama dengan 9 tersebut?" Mungkin apabila pertanyaan tersebut sempat terlontar, anak anak seusia saya waktu itu bisa jadi lebih kritis dan tidak langsung percaya 3x3 adalah 9 dan yang pasti tidak mengfahal pelajaran matematika kami.
Pada akhirnya, ilmu yang kita dapatkan hanya text book, kita belum benar benar memahami esensi dari ilmu alam yang mungkin akan berguna bagi kita yang bercita cita menjadi penemu, dan ilmuwan di masa yang akan datang.
Bimbing dan temani anak anak dan adik adik terkasih kita, kembangkan logika dan otak kanan mereka, sehingga kita bisa membantu negara ini menciptakan generasi yang unggul dan tahu benar apa yang menjadi bekal mereka dalam menyongsong masa depan.
Saya menutup buku tersebut dan bertanya pada adik saya " kenapa 7 x 7 sama dengan 49?" Adik saya hanya menjawab " ya itu yang tertulis di karton hafalan yang mama belikan di pasar dulu".
Saya hanya tersenyum, dan membelai rambutnya dengan lembut, seraya menjawab pertanyaan saya sendiri " karena kalau kamu punya 7 apel, terus ditambah 6 apel lagi oleh masing masing teman kamu yang berjumlah 6 orang maka apel milikmu akan jd 49 buah dek". Mimik bingung terlihat jelas diwajahnya..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H