Mengintegrasikan iman dan profesi bukanlah sesuatu yang mudah. Pada prakteknya masih banyak orang yang memisahkan iman dan profesinya. Bahkan sebagian orang menganggap ini sesuatu yang tidak mungkin. Di tengah-tengah kondisi profesi hukum yang banyak diwarnai praktek manipulasi dan korupsi, banyak pihak yang pesimis menjalankan profesi hukum dengan menjunjung kebenaran dan keadilan sesuai iman kepada Tuhan.
Berangkat dari kondisi tersebut, menarik untuk menyimak seminar yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (FH UPH) dalam rangka memperingati dies natalis ke-20 tahun. Seminar tersebut bertajuk ‘Alkitab dan Hukum’ dengan sub tema ‘Membangun Profesi Hukum yang Takut Akan Tuhan’ yang diadakan pada 28 September 2016, di aula Gd. D. 502 kampus UPH Karawaci.
Diusia ke-20 tahun FH UPH semakin menyadari panggilannya untuk menghasilkan lulusan yang tidak hanya menguasai ilmu hukum dan berhasil dalam profesinya, melainkan juga memiliki integritas iman dalam profesionalitasnya. Sejalan dengan visi dan misi yang diusung UPH, sejak awal FH UPH menyelenggarakan pendidikan hukum yang berazazkan wawasan dunia Kristen, karenanya dalam seminar tersebut, panitia dies natalis mengundang empat praktisi hukum Kristen untuk membagikan pengalaman dalam menjalankan profesinya sesuai dengan iman Kristen, diantaranya: Prof. Dr. Gayus Lumbuun, SH., Hakim Agung RI.; Dr. Yozua Makes, SH., LL.M., MA., Praktisi Hukum dan Dosen; Fredrik J. Pinakunary, SH., Lawyer; dan Patrick Moore Talbot, JD., Dosen FH UPH.
Berikut pandangan para nara sumber tentang integrasi iman dalam profesi mereka yang mereka jalani;
Menurut Prof. Gayus, ia setuju bahwa profesi harus dilakukan sesuai dengan kehendak Tuhan, karena profesi adalah pekerjaan yang dipercayakan oleh Tuhan kepada manusia.
“Sebelum jaman reformasi, orang Kriten menganggap profesi yang tertinggi adalah melayani Tuhan. Namun reformasi, telah mengubah pandangan orang Kristen terhadap konsep kerja. Makna kerja bukan lagi dianggap sebagai hal yang duniawi, tetapi dihayati sebagai hal yang kudus, maka setiap orang beriman harus melakukan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh dan benar secara moral. Dengan kata lain, kerja adalah ungkapan dari ibadah,” papar Prof. Gayus.
Dr. Yosua Makes, pendiri Makes & Partners Law Firm, juga mengatakan bahwa topik ‘Alkitab dan Hukum’ ini sangat penting bagi profesi hukum, karena mencakup aspek struktural dan fundamental. Untuk menjadi praktisi hukum yang takut akan Tuhan, pertama berpegang pada hukum kasih, sebagaimana tertulis di dalam Matius 22: 37. Hukum kasih ini mencakup vertikal dan horizontal. Kedua, jangan menyembah berhala, karena dapat menjadikan manusia menyimpang dari tugas utama profesinya. Ketiga, profesi hukum harus mengutamakan kebenaran dan keadilan. Puncak yang terpenting adalah harus memiliki integritas pribadi.
Pandangan optimis dicetuskan Fredrik, dengan menegaskan pentingnya prinsip takut akan Tuhan dalam profesi hukum. Menurutnya, tidak perlu takut atau malu untuk menjadikan Alkitab sebagai pegangan untuk menjalankan profesi dan untuk bisa survive.
“Berpraktek hukum dengan baik dan benar tidak perlu takut kekurangan klien. Market untuk lawyerbersih terbuka luas. Jadilah lawyer yang takut akan Tuhan. Dengan demikian kita bisa menjadikan profesi hukum sebagai profesi yang membanggakan,” kata Fredrik seraya menghimbau para mahasiswa hukum.
Praktisi terakhir, Patrick, membawakan topik mengintegrasikan pandangan Kristen dalam pendidikan hukum dan kurikulum yang berelasi dengan keadilan. Menurutnya kurikulum yang berbasis Alkitab, sebagaimana visi dan misi UPH, sangatlah tepat karena pendidikan dapat mengubah hati dan pikiran.
Keempat narasumber sepakat bahwa hukum dan Alkitab adalah dua area yang bisa dipelajari dan diterapkan dalam profesi hukum di tengah-tengah dunia dan masyarakat saat ini.