Diakhir acara, Shu Che mengajak beberapa peserta untuk merasakan menjadi seperti anak-anak yang melakukan terapi melalui permainan drum circle. Drum circleini dilakukan dengan mengumpulkan anak-anak untuk ambil bagian bermain drum yang digabungkan dengan alat musik ritmis lain seperti marakas.
“Terapi drum circle ini bertujuan untuk melatih anak agar mampu mengikuti instruksi tanpa melalui kata-kata tapi melalui musik, anak mampu peka terhadap isyarat fisikal dari guru atau therapist ketika bermain drum, dan dapat meningkatkan kemampuan sosial,” ungkap Shu Che menutup sesinya.
Monica Subiantoro, selaku Koordinator Peminatan Music Therapy, CoM UPH, berharap acara ini dapat memberi wawasan mengenai pentingnya peran musik dalam kehidupan manusia, khususnya perkembangan seorang anak yang memiliki kebutuhan khusus. Terapi musik ditawarkan sebagai intervensi yang dapat diakses oleh semua pihak, tak berbatas umur. Klinik Terapi Musik di UPH Karawaci menawarkan pelayanan untuk klien anak hingga lansia dengan berbagai kebutuhan.
Dalam beberapa bulan ke depan, Music Therapy UPH akan memulai penelitian tentang peran terapi musik dalam perkembangan komunikasi dan interaksi anak-anak dalam spektrum Autisme (ASD). Jika anda memiliki pertanyaan atau ketertarikan untuk berkolaborasi, silakan menghubungi Monica Subiantoro (monica.subiantoro@uph.edu).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H