Mohon tunggu...
Ardian Yunizar
Ardian Yunizar Mohon Tunggu... karyawan swasta -

silent reader

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Semi Single Dad I Will Be

12 Desember 2013   20:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:00 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini bukanlah kisah seorang suami yang mengurus anak-anaknya tanpa kehadiran sang istri di sampingnya. Pada kenyataannya… aku masih memiliki istri yang cantik dan sehat. Rumah tangga kami senantiasa dalam keadaan harmonis, walau aku bukanlah sosok yang bisa dibilang romantis. Tidak ada problematika serius di antara kami berdua yang mungkin bisa memaksa kami untuk berpisah. Sekali lagi perlu kutegaskan, agar kelak menjadi do’a yang baik & dikabulkan, tidak ada!

Adalah kami sepasang suami istri yang telah memiliki 2 puteri yang cantik. Si kakak baru saja menginjak usia 2 tahun, sementara si adik tak lebih dari 3 bulan usianya kini. Mahligai perkawinan kami sendiri masih seumur jagung, 3 tahun pada Februari tahun depan. Masih terngiang di telingaku, nasehat pendek bapak mertua ketika kami menikah, “Tolong, berjanjilah nak, kamu akan selalu membantu (menyebutkan nama istriku) untuk meneruskan pendidikannya ke jenjang S3, itu saja pinta papa dari kamu.

Di dalam benak istriku, mengambil S3 berarti uang, uang yang sangat banyak, tidak bisa main-main dalam penganggarannya. Hingga kutawarkan sebuah alternatif, yang tak pernah terpikirkan olehnya, beasiswa! Ya… kami bisa saja mengejar beasiswa untuk mewujudkan cita-cita istriku melanjutkan pendidikannya. Dan terkhusus bagiku, untuk menjalankan amanah dari sosok bapak yang kuhormati.

Sampai akhirnya, beasiswa itu telah berhasil didapatkan istriku, tepatnya di tahun kedua pengejaran kami. Lewat organisasi bernama IIE yang berlokasi di Amerika Serikat & Aminef di Jakarta, istriku telah didaftarkan pada 6 kampus pilihan di negeri Paman Sam. Kini semua keputusan—yang kemungkinan besar akan keluar “paling cepat” bulan Januari nanti—apakah istriku berangkat ke Amerika atau tidak, berada di tangan 6 kampus tersebut. Bila ada salah satu kampus saja yang memberikan LoA (Letter of Acceptance) kepada istriku, itu tandanya kami harus bersujur syukur bahwa segala cita-cita & perjuangan kami selama ini diridhoi & dikabulkan Allah SWT, amin!

Di suatu waktu, istriku bercerita tentang betapa sibuk temannya yang telah terlebih dahulu mengambil program Doktoral di Amerika, setiap hari selalu saja ada tugas-tugas penting untuk dikerjakan. Di kesempatan lain, istriku juga memastikan akan berangkat terlebih dahulu ke Amerika, meninggalkan aku & anak-anak 3-6 bulan lamanya, hingga kami bisa menyusulnya ke sana. Itu berarti aku akan terbang sendiri membawa kedua bidadariku ke sana, penerbangan yang tidak pendek, bisa lebih dari satu hari satu malam di dalam pesawat.

Lalu kami membayangkan bagaimana kelak akan tinggal di sana hingga 5-6 tahun lamanya tanpa sanak famili. Negeri yang pasti tak seramah Indonesia yang kucintai. Negeri yang asing! Walau berjuta informasi mengenai negeri ini telah kami dapatkan, semua masih belum cukup untuk membuat kami bisa membayangkan akan seperti apa hidup di sana. Kami harus menghadapinya, melaluinya dengan pengalaman kami sendiri, bukan orang lain.

Semua cerita & semua bayangan semu itu menyadarkanku kembali bahwa cita-cita mulia ini takkan pernah terwujud tanpa adanya perjuangan. Perjuangan istriku yang kelak akan super sibuk & lelah menuntut ilmu di satu sisi, dan di sisi lain perjuanganku membesarkan & mendidik kedua anak yang masih kecil tanpa banyaknya bantuan dari ibu mereka. Kesadaran yang menuntunku untuk membuat catatan kecil di penghujung malam, bahwa aku harus menjalani pola hidup yang lebih baik dari saat ini, untukku, untuk istriku, dan terlebih untuk kedua anak kami.

Secara garis besar, catatan kecilku meliputi 4 poin penting, yaitu; kedisiplinan, kesehatan, pemanfaatan waktu & perhatian pada keluarga. Tanpa harus menunggu tahun yang baru, tanpa pula harus menunggu istriku mendapatkan LoA, aku telah mencicil menjalankannya dari sekarang. Bismillaah… semua kumulai dari hal yang paling kecil & mungkin kuanggap remeh selama ini, seperti membiasakan bangun di waktu shubuh, sholat wajib di awal waktu, rajin minum air putih, atau sekedar gogok gigi & membersihkan muka sebelum tidur, hemat dalam pengeluaran, dan masih banyak lainnya.


“Nothing can be more hurtful to the service, than the neglect of discipline; for that discipline, more than numbers, gives one army the superiority over another.”


― George Washington

Keputusanku untuk mendukung sepenuhnya langkah istri dalam menuntut ilmu telah bulat. Artinya, aku telah menyadari bahwa aku harus mulai meninggalkan ketergantungan pada istri dalam mengurus kedua puteri kami yang masih kecil. Sukurlah, kedua anakku memang lengket denganku sejak kecil. Nadine, si kakak, saking lengketnya denganku, kalo menangis selalu memanggil kata “ayah”, bukan meneriakkan “bunda”. Setiap pagi, selalu kusempatkan untuk memandikan Nadine sebelum berangkat kerja. Sementara Nadia, si adik, mendapatkan jatah perhatianku sepulang dari kerja. Dari mulai membuat susunya, membersihkan popoknya, hingga menidurkannya, itu kesibukanku setiap malam. Dua hal yang tidak berani (atau tidak bisa) kulakukan untuk Nadia adalah memandikan & memasang guritanya. Yang bikin kelimpungan mungkin ketika kedua-duanya menangis keras dalam waktu yang bersamaan, bingung mana yang harus didahulukan hehehe.

Waktu memang belum menjawab akan seperti aku sebagai ayah yang mengurus anak-anaknya tanpa banyak bantuan dari istriku, baik atau burukkah? Tapi waktu memberikanku kesempatan untuk mempersiapkan diri hingga tiba saatnya nanti aku menjalankannya.


“Waktu akan membuat keadaan menjadi lebih mudah”


― Stephenie Meyer, Eclipse

Catatan kecilku masih tersimpan dalam memopad gadget jadoelku. Sang istri tak mengetahui apa yang kutuliskan di dalamnya. Ia pun tak pernah mengetahui apa yang menjadi resolusiku di tahun depan, dan tahun-tahun berikutnya. Cukuplah istriku nanti merasakan dampak kebaikan untuknya, untuk anak-anak kami, kelak!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun