Mohon tunggu...
Rosni Lim
Rosni Lim Mohon Tunggu... -

Seorang cerpenis kota Medan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sebuah Pembalasan (2)

15 Agustus 2012   22:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:42 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Sedangkan Brian telah menduduki bangku di barisan belakang dengan seorang siswa laki-laki bertubuh kurus dan berkacamata minus.

"Halo, aku Bobby, panggil saja Bob. Senang berkenalan denganmu." Diulurkannya tangan pada Brian yang menyambutnya segera.

"Aku Brian," balas Brian setelah menjatuhkan dirinya di bangku samping Bob itu. "Sudah lama sekolah di sini?" tanyanya sekilas sambil memasukkan tas.

"Sudah enam tahun," jawab Bob cepat. "Kamu pindahan dari sekolah mana?" tanya Bob ingin tahu sambil memandang Brian lekat-lekat, seolah mengagumi ketampanannya.

Brian terdiam sesaat tanpa memandang Bob, tapi saat berikutnya ia segera berkata, "Sekolah di luar kota, jauh sekali dari sini. Kusebutkan pun kau tidak akan tahu, karena bukan sekolah terkenal seperti ini." Brian mengeluarkan sebuah buku notes berwarna ungu berikut sebuah pulpen hitam, bersiap-siap untuk menulis.

"Oh...," Bob mendesis panjang sambil melihat Brian mencorat-coret buku notes itu. Sebenarnya masih banyak lagi yang ingin ditanyakannya pada Brian, karena ia merasa Brian adalah sosok yang misterius. Tapi melihat sikap Brian yang seolah tidak suka kalau orang mengorek data-data tentang dirinya, membuat Bob jadi terdiam. Akhirnya mereka hanya saling membisu dan mencatat jadwal pelajaran yang ditulis oleh Ibu Guru di papan tulis.

Violetta yang duduk di dekat Brian, hanya dipisahkan oleh sebuah lorong kecil sebagai jalan, tidak mampu menyembunyikan keingintahuannya tentang Brian. Walaupun tangannya mencatat jadwal pelajaran di papan tulis, tapi pikirannya tidak ke situ, karena ia terus memasang telinga sejak tadi, mendengarkan percakapan singkat antara Bob dan Brian barusan.

Mata Violetta melirik buku notes kecil berwarna ungu yang dipakai Brian. Ungu sama dengan Violet? Kenapa kebetulan sekali sama dengan namanya? Dan pulpen berwarna hitam pekat dengan tinta hitam yang dipakai Brian untuk mencorat-coet buku notes ungu itu? Ah, Violetta cepat-cepat membuang pikirannya yang tidak-tidak. Dia dan Brian bahkan belum sempat kenalan. Apakah setelah melihat Brian untuk pertama kali tadi sudah membuatnya terobsesi, jadi apa pun tindak-tanduk Brian membuatnya penasaran?

Sebuah suara khas menyadarkan lamunannya, "Papan tulisnya di depan, Nona, bukan di samping..." Entah mengapa Brian seperti tahu jalan pikirannya. Ia menolehkan kepalanya ke samping, tersenyum pada Violetta yang ketahuan sedang menatapi dirinya.

Violetta merasa malu setelah kepergok terus mencuri lihat pada Brian sejak tadi. Ditundukkannya kepalanya dengan wajah bersemu merah jingga.

"Kenalkan, aku Brian," Brian berusaha membantu Violetta mengatasi rasa salah tingkahnya.

Violetta mengangkat kepalanya, melihat uluran tangan Brian. Ia merasa sangsi, tapi setelah Brian mengangguk dan tersenyum ramah padanya, barulah Violetta merasa lega dan menyambut uluran tangan Brian.

"Namaku Violetta, senang berkenalan denganmu!"

"Sama-sama!" Brian membalas. Setelah itu Brian kembali lagi melihat ke papan tulis dan menekuni tulisannya.

Violetta juga sibuk menyalin, dan kali ini ia tidak berani lagi mencuri lihat karena takut akan ketahuan. Walaupun dalam hatinya sangat tersiksa karena ia sudah ingin secepatnya bisa mengenal Brian lebih dekat. Rasanya pasti bangga sekali bila bisa berjalan bersama dengan Brian yang gagah, tampan, atletis, sempurna fisiknya bak seorang pangeran itu. Lain sekali bila dibandingkan dengan semua teman lelaki yang pernah dikenalnya selama ini.

"Violet!" suara Josh yang duduk di sampingnya membuyarkan lamunan Violetta.

"Apaa?!" sahut Violetta kaget, merasa sebal karena khayalannya terganggu.

"Sebaiknya kau jangan dekat-dekat dengan Brian," Josh memperkecil suaranya sampai volume yang terkecil. Volume yang hanya bisa didengar oleh Violetta seorang yang duduk di sampingnya, sedangkan Brian yang duduk agak jauhan tidak mungkin bisa mendengarnya.

"Memangnya kenapa?" tanya Violetta heran.

"Apa kau tidak melihat sorot matanya tadi sewaktu di depan kelas? Begitu dingin dan misterius, seolah menyimpan suatu rahasia. Tapi begitu melihat dan berbicara denganmu, sorot matanya bisa tiba-tiba berubah drastis menjadi ramah, seperti disengaja untuk menarik simpatimu. Orang seperti ini pasti memiliki maksud jahat. Sebaiknya kau berhati-hati!"

"Ah, kau jangan mengada-ada, Josh!" ujar Violetta bertambah sebal. "Aku tahu maksudmu! Kau tidak ingin aku berdekatan dengan Brian karena kau takut tersaingi bukan? Biar kuberitahu ya, Josh, kau itu bukan tipeku, dan kau juga tak bakalan bisa menyaingi Brian. Jadi jangan bicara yang tidak-tidak tentangnya, oke?"

"Tapi aku benar mengkhawatirkanmu, Violet! Aku punya prasangka buruk terhadap Brian. Biasanya prasangka dan firasatku itu kebanyakan benar lho!"

"Seandainya prasangkamu itu benar pun, aku tidak takut! Karena mulai detik ini aku sudah bertekad untuk mendapatkannya, puas?!" tegas suara Violetta bersamaan dengan tangannya yang menyelesaikan salinan di papan tulis. Dihempaskannya pulpen di tangannya ke atas meja dengan kasar, lalu membuang muka ke samping. Eh..., malah tatapannya bertemu dengan mata Brian yang entah sejak kapan sudah mengawasinya. Rona wajah Violetta langsung memerah. Semula hendak marah, jadi merasa malu. Apakah Brian mendengar kata-katanya barusan? Mungkinkah volume suaranya jadi agak keras karena emosi tadi? Gawat, berarti Brian sudah mendengar percakapannya dengan Josh tadi?

"Ada yang membuatmu tidak senang?" pertanyaan Brian yang spontan membuat Violetta terhenyak.

"Ah, tidak!" Violetta menjawab gugup. Dengan cepat ia menyembunyikan wajahnya yang sedang bersemu merah dari pandangan Brian. Sorot mata Brian begitu tajam dirasakannya, seolah-olah ingin mengoyaki isi hatinya. Apakah dikarenakan Brian mendengar kata-kata Josh tadi, dan sekarang ia merasa marah? Salah mereka juga, kenapa harus bicara hal seperti ini di saat Brian ada di dekat mereka?

"Kalau ada yang sengaja membuatmu marah, sudah seharusnya diberi pelajaran," ucap Brian seenaknya.

Josh yang merasa tersindir oleh kata-kata Brian, spontan bangkit dari duduknya, sorot matanya tak senang menatap Brian dan suaranya terdengar keras, "Hati-hati kalau bicara ya! Kau ini orang baru! Sombong sekali!"

Brian tersenyum dikit, dingin dan sinis. Melihat reaksi Brian itu, Josh bertambah emosi. "Memangnya kamu hebat!"

"Sudahlah, Josh..., sudah!" Violetta menarik tangan Josh supaya duduk kembali. Mata Violetta yang menatap Josh seolah memerintahkannya untuk tidak lagi bertikai.

"Iya, Josh, tidak ada yang ingin berebutan Violetta denganmu!" Seorang siswa perempuan ikut menimpali, seolah ingin memanasi Josh.

"Iya, Josh, aku mendukungmu. Kalau ada yang sengaja ingin berebutan Violetta denganmu, sudah seharusnya diberi pelajaran," kata-kata Brian dibalikkan kembali oleh salah seorang siswa laki-laki yang duduk di depan Josh.

Biran melihatnya sekilas. Siswa laki-laki yang duduk di depan Josh itu bertubuh tinggi besar dan bersikap menantang. Nada suaranya terdengar mengancam. Ia adalah Ted, teman sekelompok Josh. Jadi sudah tentu ia membela Josh.

"Sudah! Sudah! Sudah cukup belum?!" Nada suara Violetta terdengar agak marah. Beberapa orang siswa memang sedang memperhatikan mereka, seolah ingin mengetahui kelanjutan pertikaian itu. Kebetulan guru yang mencatat jadwal pelajaran di papan tulis tadi sedang keluar kelas, jadi mereka lebih bebas.

"Kalian semua puas, sudah memberikan kesan tidak baik terhadap seorang siswa baru, ha?! Ini baru pertama baginya, bagaimana nanti ia bisa melanjutkan belajar kalau sikap kalian seperti ini?" Violetta memandangi mereka satu per satu. Sorot matanya menyiratkan kemarahan. Beberapa orang siswa membuang muka, yang lainnya terdiam. (Bersambung).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun