CHAIRIL ANWAR PEJUANG, PELOPOR '45 KESUSASTRAAN INDONESIA
Puisi bapak Chairil Anwar
Ada yang tidak mengetahui siapa Chairil Anwar? Seorang puisiwan yang melegenda dengan karya-karya puisi yang telanjang dan begitu terbuka dalam mengekpresikan gelojak dalam hatinya.
Jika ditelusuri dari tahun ke tahun seorang Charil Anwar telah mulai dilupakan. Terlebih-lebih generasi millenial zaman sekarang, mungkin hanya segilintir anak sekolahan yang masih paham dengan siapa dan bagaimana perjuangan seorang Chairil Anwar dalam melahirkan perubahan baru dalam kesusastraan Indonesia.Â
Chairil Anwar telah mengubah tradisi dalam membuat penulisan puisi yang biasanya kaku karena terikat oleh bentuk dan sajak, namun puisi-puisi karya Bapak Chairil Anwar bebas eksplorasi diksi dan menekankan isi.
Bisa dicek, siswa-siswi di bangku SD-SMA, jika ditanya "tahu dengan Bapak Chairil Anwar, pernah dengar atau pernah baca karya beliau? rata-rata mereka akan menggelengkan kepala karena tidak tahu, tidak kenal, dan tidak pernah membaca karya-karya beliau. Apalagi siswa-siswi lulusan dua tahun terakhir atau era Pandemi Covid 19, saya yakin sekali mereka semakin asing dengan nama itu "Chairil Anwar". Satu-satu dari generasi sekarang mungkin mengetahui tapi tentu hanya sebatas membaca puisi karya Chairil Anwar, itupun karena permintaan guru bahasa Indonesia karena ada materi penghayatan puisi dalam pelajaran tersebut. Anak-anak muda zaman sekarang tidak lagi merasa betapa indahnya larik-larik puisi dan diksi yang digunakan dalam puisi bapak Chairil Anwar, begitu membius dan emosional.
Terlahir sebagai orang Medan, 26 Juli 1922, darah dan jiwa bapak Chairil meledak-ledak dan ekpresionis yang terlihat dari setiap sajak-sajak puisinya.
AkuÂ
Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang 'kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Dalam puisi AKU bapak Chairil Anwar tidak segan memilih dan meanalogikan aku=binatang jalang demi menyampaikan gejolak emosi dalam dirinya.
Harapan dan keinginan Bapak Chairil Anwar
Seratus tahun telah berlalu. Bapak Chairil Anwar di usia 27 tahun telah pergi untuk selama-lamanya dengan diaognasa kanker paru-paru atau TBC yang merenggut jiwanya tepat pada pukul 15.15 WIB tanggal 28 April 1949 dengan status duda meninggalkan seorang anak yang bernama Evawani Chairil Anwar. Dengan usia yang masih muda, bapak Chairil Anwar telah menorehkan tinta emas dalam perkembangan dunia sastra di Indonesia. Apa jadinya jika seorang Chairil Anwar  masih punya waktu lebih lama tentu tidak bisa dikira karya-karya hebat beliau lainnya yang terus meluncur dan booming dimana-mana. Apakah tahu perjalanan di dunia ini begitu singkat atau telah mendapat ilham kalau akan berusia pendek, Bapak Chairil Anwar telah menitipkan harapan dan keinginan beliau yang tertuang dalam puisi AKU
...
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi