Mohon tunggu...
Rosniawati Nabila
Rosniawati Nabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Saya seorang mahasiswi aktif di salah satu univ negeri di Bandung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengapa dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Ada Pemberat dan Peringan Pidana

27 Juni 2022   19:06 Diperbarui: 27 Juni 2022   19:10 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam wilayah kajian hukum pidana di Indonesia tentu kita sudah tidak asing lagi dengan yang namamnya pemberat dan peringan pidana karena dalam rangkaian proses pemidanaan seseorang salah satunya ada pemberat dan peringan pidana. 

Pola pemberat dalam pidana merupakan bagian dari pola pemidanaan yang harus ada, menurut Barda N. Arief pola pemidaan merupkana salah satu rangkaian pedoman pembuatan atau penyususnan pidana bagi pembentuk undang-undang, yang hal ini dibedakan sebagai pedoman bagi hakim dalam menjatuhkan tuntutan pidana.

Pola pemidanaan termasuk pada pola pemberat pidana karena pola pemberatan pidana ini merupakan pedoman yang telah dipakai dalam pembentuk undang-undang Ketika menentukan pemberat pidana terhadap terdakwa yang terbukti melakukan tindak pidana. 

Sebenarnya dalam pemberat pidana ini ada pula unsur khusus yang memberatkan yaitu Ketika dalam persidangan di hadapan hakim jaksa penuntut umum dan seluruh penegak hukum yang pada saaat itu menghadiri persidangan, terdakwa ini tidak berlaku sopan atau banyak bantahan yang sebenarnya salah dan tidak ada sedikitpun penyesalan pada dirinya atau pemidaannya ini merupakan kasus yang kesekian kalinya maka dalam hal ini patut diberikan pemberatan pidana terhadap terdakwa.

Pada perkara pidana khusus dalam undang-undang ada pola pemberat yang mengatur masalah pidana khusus ini salah satunya ada pemberat umum yang mana pada hal ini jika ada seorang recidive atau yang melakukan pengulangan tidak pidana dalam arti khusus sebagaimana diatur dalam pasal 486, 487 dan 488 KUHP. 

Lalu dalam pasal 52 KUHP disana dijelaskan bahwa apabila seorang pejabat melakukan tindak pidana dan melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya, atau menggunakan jabatan sebagai jalan untuk melakukan tindak pidana ataupun pada saat melakukan kejahatan pidana melakukan kekuasaannya dalam hal jabatan maka dalam kasus seperti ini pemidanaannya akan ditambah sepertiga dari hukuman yang berlaku.

Yang selanjutnya kita bicara tentang peringan hukuman dalam perkara pidana hal ini bisa terjadi apabila terdakwa telah terbukti melakukan kesalahan namun dalam proses persidangan dari awal hingga akhir terdakwa terlihat selalu berlaku sopan berpakaian rapih dan tidak menghambat jalannya persidangan maka untuk hal yang seperti ini dapat diberikan keringanan hukuman.

Namun mengapa peringan hukuman pidana ini tetap diberikan kepada pelaku tipikor yang mana bisa kita lihat pelaku jelas melanggar aturan undang-undang dan dia juga merupakan seorang yang tau dan cakap akan hukum dan peraturan yang berlaku namun ia tetap melakukan pelanggaran dengan melakukan tindak pidana korupsi, hal ini sungguh menjadi sebuah polemic yang tidak akan ada ujungnya.

Dalam beberapa kasus yang sering terjadi terlihat banyak terdakwa yang mendapatkan peringan atas hukuman yang dia terima dengan catatan penting terdakwa selalu berlaku baik, sopan, tidak menimbulkan kerusuhan, dan menyesali perbuatannya, namun dirasa tidak semua orang yang berlaku demikian dipersidangan dia bersungguh-sungguh berbuat hal demikian memang atas dasar keinginannya untuk berubah. Pasti ada segelintir orang yang memanfaatkan hal ini dengan maksud hanya ingin mendapat keringanan hukuman saja.

Namun tetap aturan tetaplah aturan yang paling penting dari hal ini adalah tidak ada yang merasa dirugikan dengan hukuman dan semua hukuman yang diterapkan akan memberikan efek jera dan membuat orang-orang yang tau akan hukum yang ada tidak ingin melakukan kesalahan atau pelanggaran yang sudah ada hukumannya. 

Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari persoalan-persoalan tersebut yang penting bagaimana kita bisa menyikapi masalah tersebut dan tidak iku-ikutan berbuat hal-hal jelek yang sudah tentu ada aturan yang melarangnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun