Hampir semua dari kita pernah tersentuh kasih sayang guru yang beraneka macam bentuknya. Ada yang diungkapkan oleh guru berupa kata-kata lembut menentramkan, kalimat motivasi yang menyemangati, perhatian yang membuat murid merasa dicintai, juga luapan ilmu yang menambah wawasan dan pengetahuan. Yang juga tetap terkesan adalah saat guru kita  menuntun kita dengan sikap & sifat panutan yang penuh adab untuk kita contoh dan amalkan bersama dalam kehidupan.
Begitulah guru, tugas mulianya bukan hanya sekedar "transfer of knowledge" atau mentransfer ilmu. Jauh lebih luas lagi, tugas guru adalah untuk membina murid-muridnya menjadi manusia berilmu yang punya ketinggian adab (perilaku). Adab kepada Tuhan-nya, orangtuanya, gurunya, saudaranya, teman dan tetangga, juga kepada alam sekitarnya. Itulah puncak dari proses ilmu dan pendidikan yang dalam khazanah agama sering disebut sebagai sebuah proses ta'dib (memperadabkan manusia).
Proses ini bukanlah proses yang mudah. Ia adalah jalan penuh dengan perjuangan yang luar biasa. Mulai dari menata niat di dalam diri, merencanakan program-program pembelajaran yang datang dari hati, hingga menjaga komitmen keistiqomahan penuh lelah dan keringat di setiap hari.Â
Bila semua dilakukan dengan penuh pengorbanan & kasih sayang oleh para guru, maka akan tercipta pula "blue print" masyarakat masa depan yang beradab, berahklaq mulia dan penuh ilmu yang siap memajukan bangsa kita. Hal ini juga sejalan dengan wasiat dari Mohammad Natsir salah seorang guru bangsa; "bahwa suatu bangsa tidak akan maju sebelum ada diantara bangsa itu segologan guru yang suka berkorban untuk keperluan bangsanya."
Dalam rangka mencapai itu semua, modal dasar untuk menjadi guru tidaklah cukup hanya memiliki ilmu yang luas & strata pendidikan yang tinggi. Juga tidak sekedar memiliki skill & metode mengajar yang canggih untuk menarik konsentrasi para murid di kelas. Para guru perlu berjuang bersama untuk saling mengingatkan agar selalu menjaga kelurusan niat, kejernihan jiwa & kebersihan hati untuk dijadikan sebagai ruh dalam beramal sholeh mendidik anak-anak bangsa.
Kyai Sahal sesepuh pendidikan Pondok Pesantren Gontor penah berpesan; "at-thariqah ahammu minal maddah, wal mudarris ahammu minat thariqah, wa ruhul mudarris ahammu minal mudarris nafsihi". Arti dari prinsip tersebut adalah "materi Ilmu itu penting, namun metode lebih penting dari materi. Metode itu penting, namun guru lebih penting dari metode. Guru itu penting, namun jiwa, ruh (karakter) guru jauh lebih penting dari guru itu sendiri.
Maka bila ada generasi muda calon masyarakat masa depan yang menampilkan akhlaq & kepribadian yang membuat miris masyarakat, bisa jadi "salah satu" faktor yang perlu dibenahi adalah dari sisi ruh para guru mereka. Tentu ada faktor-faktor eksternal lain yang juga menjadi ancaman di tengah jalan. Tetapi guru adalah awal aliran tauladan illmu & sikap bagi mereka dalam menghadapi tantangan jaman. Apabila alirannya deras dan jernih, maka segala halangan di tengah perjalanan pati akan tersingkirkan. Inilah tugas berat guru.
Oleh karena itu, kegiatan pembinaan rohani (pembentukan ruhiyah), jiwa & karakter guru adalah sebuah prioritas yang harus segera dilakukan oleh bangsa ini. Sebuah adigium sederhana dalam sebuah diskusi filsafat pendidikan menyatakan "bila terlihat kusut di ujung, kita harus kembali ke pangkal. Bila terlihat keruh di hilir kita harus kembali ke hulu". Demikianlah juga kebutuhan bangsa kita ini dalam menciptakan pembinaan berkualitas untuk generasi bangsa. Perlu dimulai dari pembentukan kualitas jiwa & ruh-nya para guru. Â Selamat Hari Guru, Â bangsa ini menantimu.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H