JUDUL BUKU Â Â : FIKIH EKOLOGI
PENULIS BUKU : DrAgus Hermanto, M.H.I
Secara etimologi, fikih lingkungan dalam bahasa Arab disebut figh bi'ah merupakan kelompok kata dalam kategori purposif idhafah ghardhiyah, adalah kelompok kata yang keduanya berfungsi sebagai tujuan atau objek dari kata pertama. Oleh karena itu, kata lingku- ngan atau ekologi merupakan tujuan dan objek kajian dari fikih.
Pembahasan ekologi, tidak akan lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunannya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor ebiotik antara lain, suhu, air, kelembapan, cahaya, dan topografi, dan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, tumbuhan dan mikroba. Ekologi juga berbicara tentang tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komu- nitas, dan ekosistem yang saling memengaruhi dan merupakan sistem yang menunjukkan kesatuan.
Ada beberapa alasan terhadap istilah fikih ekologi, yaitu:
1. Adanya kesalahpahaman pada sebagian manusia pada umumnya, terhadap agama yang dianutnya, terlebih hukum syariah atau fikih, sehingga ada anggapan bahwa agama dan hukum adalah produk Muhammad dan bukan Tuhan itu sendiri, sehingga selain itu, adanya anggapan bahwa selain Islam bukanlah makhluk Tuhan.
2. Studi terhadap fikih hanyalah pada wilayah salat, zakat, puasahaji dan ibadah-ibadah lainnya serta muamalah dengan sesama manusia, padahal ada makhluk Allah di luar manusia, sehingga yang dilakukan hanya untuk kebaikannya sendiri.
3. Stagnasi produk keilmuan Islam hanya mencakup wajib, sunah, mubah, makruh dan haram, padahal dalam Al-Qur'an dan hadis banyak kajian keislaman yang tersurat maupun tersirat, seperti Akedokteran, dan termasuk di dalamnya adalah ekologi, yang wilayah ini jarang disentuh oleh para pakar hukum Islam.
4. Masih ada anggapan Jabariyah yang setiap kali adanya musibah langsung beranggapan bahwa itu takdir Tuhan, dan kemudian benda tersebut cukup ditangani dengan istighasah, zikir dan salat, padahal Allah menciptakan manusia sebagai khalifah untuk merawat dan memelihara alam dan isinya.
5. Pemaknaan terhadap takdir sudah dianggap final dari Tuhan, sehingga segala sesuatu seperti musibah banjir, longsor, tsunami, angin topan dan segala bencana lainnya seperti gunung meletus, kebakaran adalah langsung pada Tuhan, sehingga tidak ada upaya kecuali memperbaiki ibadah tanpa memperhatikan ekologi yang itu juga amanat Tuhan.