Hari kamis (10 /November/2016) malam, saat hari telah mulai kental mengelam gelap dan gulita di utara kota Bandung hujan sejak sore tidak enggan pergi, “ting” bunyi pesan masuk lewat grup whatapps “ada kiriman ikan tuna dari Kementerian Perikanan dan Kelautan ; tunggu 30 menit lagi siapa yang mau ke kantor karena freezer tidak bakalan muat”.
Biasanya dengan serta merta santri yang membagi – bagi ke para Ustadz dan Ustadzah yang mukim di sekitar pondok jika ada semacam hadiah atau bingkisan paket dan sebagainya, kali ini memang berbeda dan baru dalam alam merdeka ada seorang menteri kirim ikan tuna berdus dus sehingga seluruh pengabdi di Pondok Pesntren al Qur’an Babussalam mendapatkan jatahnya.
Alhamdulillah . . .
Terima Kasih Ibu Susi, dan hendak saya khabarkan satu dua kisah tentang nasib ikan tuna kiriman Ibu.
Kami sekeluarga mempunyai tradisi makan pepes ikan minimal satu tahun satu kali saat mudik ke kampung halaman suami (almarhum) di Situbondo, kadang jika memungkinkan sanak famili disana mengirimkan pepes ikan tsb menggunakan jasa bis.
Seketika penulis dan salah seorang puteri menuju lokasi yang di tunjuk dengan membawa ember biru, maka dapet jatah sekitar lebih kurang dua kilogram ikan tuna beku dengan kualitas no satu.
Bahagia malam itu mengingat perjumpaan jarak jauh dengan Ibu Menteri saat putera ketiga di wisuda, ini tentang beliau yang terasa nyleneh namun kokoh dan baik hati (lebay . . . nan lebay !)
Dan disini salah satu kekonyolan dirinya yang sangat alamiah dan begitu dweeh
Sesampai dirumah 2 ekor tuna di bersihkan dibalur merata kedua ekor tuna tsb. dengan perasan lemon dan di bakar menggunakan. panci yang biasa di sebut orang sebagai teflon cukup posisi api kompor tidak terlalu besar.
Untuk sambal cocolnya bisa yang Cuma tomat, rawit dan bawang merah mirip sambal dabu – dabu, karena hari sudah cukup larut cukup saja menggunakan kecap pedas yang ada di meja campur saos tomat botolan dan penambah rasa pedas yang instan.