Rosmadewi,no : 90
Punggung Apih Fahmi putih dan bersih diusap – usap dari arah bawah melintang menuju ujung atas ke arah bahu, berulang – ulang, akan tetapi Apih panggilan harian Fahmi kurang berkenan, dan ia pun berucap : “Neng panggil saja Amih Putri kesini, dia paling biasa dan tahu daerah – daerah mana yang mesti di urut”.
[caption id="attachment_376859" align="alignright" width="300" caption="https://www.google.co.id/search?hl=en&site=imghp&tbm=isch&source=hp&biw=1024&bih=501&q=sejoli&oq=sejoli&gs_l=img."][/caption]
Menurut penjelasan beberapa jama’ah Apih Fahmi sejak sore sesak nafasnya kambuh, tidak ada yang bisa menolong kecuali Amih Putri.
Neng hanya berusaha menolong sebelum Amih Putri muncul dan dalam beberapa hari ini setelah prosesi ibadah menuju Arafah Apih Fahmi sering kumat disamping letih, juga sejak dari tanah air sudah di wanti – wanti bahwa Apih Fahmi mengidap penyakit jantung, otomatis berbagai macam obat bekal dari
dokter spesialis tidak pernah ketinggalan dalam ransel perbekalan Apih Fahmi.
Amih Putri adalah istri kedua Apih Fahmi masing – masing telah masuk ke masa usia senja, nama paspor Amih : Putri Hasanah Binti Musa berusia 68 sedangkan Apih dalam paspor bernama Fahmi Latief Bin Sanusi berusia 76 tahun.
Si Neng,berusaha menuruti apa kata Apih Fahmi tadi,ia mencari Amih di kamar sebelah tempat para jama’ah haji perempuan menginap,ada beberapa orang Ibu bersama Amih Putri, semua hampir sudah sepuh – sepuh makanya di posisikan oleh pembimbing haji di lantai 6 sedang yang masih usia muda ada yang di lantai 9bahkan ada juga yang di lantai 12.
Neng melongok ke kamar sambil agak sedikit berteriak,“Amih Putri . . . ini Neng,Apih manggil Mih . . . katanya agak sesak nafasnya”.
Lokasi penginapan rombongan Apih Fahmi dan Amih Putri juga Neng dari Masjidil Harom sekitar lebih kurang 1 km,jika jama’ah akan melaksanakan shalat subuh di Harom,maka sejak jam 02.00malam siap – siap untuk berangkat melaksanakan thawaf sunah,sedang Neng akan membuatkan juice campuran antara wortel, tomat dan apel buat Amih Putri dan Apih Fahmi juga dirinya agar stamina terjaga dan kemudian mereka bertiga menyusuri jalan di Hafair menuju pintu Babussalam, sambil saling bergandengan tangan formasi Neng di tengah Apih Fahmi di sebelah kanan dan Amih Putri disebelah kiri.
Neng selalu memperhatikan Amih Putri dan Apih Fahmilayaknya mereka berdua sebagai kakek dan Neneknya, meskipun sesungguhnya tidak ada hubungan kekerabatan sama sekali.
DemikianApih Fahmi dan Amih Putri,berusaha tidak pernah pergi ke Harom tanpa di kawal Neng, ia akan turut sepenuhnya apa kata Neng.
Bahkan suatu ketika Apih Fahmi sempat berpesan,Neng . . . Amih Putri ingin sekali i’tikaf di Masjidil Harom barang satu malam saja, kalau Apih tidak kuat lama kena angin hawatir sesak Apih kumat jadi merepotkan Neng.
“iya atuh Apih, kapan siapnya Amih . . . Neng pasti ngantar dan menemani Amih Putri, memang nya Apih ngga apa – apa sekarang”
Kami bertiga berbicara di pelataran Harom sambil menikmati kahwah yang panas selepas pelaksanaan thawaf sunah dan shalat subuh.
Apih Fahmi seusai menyeruput kahwah pelan – pelan, ia menjawab ringan “Apih sehat Neng,kemaren seusai Arafah, dan berjalan ke Mudzdalifah itu kecapaian, untung saat ke Mina Apih masih ada kendaraan cukup terbantu juga”.
“Sebaiknya dua hari sebelum ke Madinah,Neng ajak Amih Puteri i’tikaf di Harom, biar satu hari sebelumnya istirahat dulu dan meringkas barang – barang”
Neng memberi usul kepada Apih Fahmi dan Amih Puteri yang tidak banyak bicara, istri Apih yang konon kedua ini disamping pendiam juga disiplin dalam berbagai hal, termasuk dalam hal merias wajah pasti beliau lakukan setiap jam enam pagi sepanjang pengamatan Neng,ia merias wajahnya dengan tenang, tertib dan Amih Putri memang selalu tampil rapih juga bersih.
Tiga hari menjelang keberangkatan rombongan menuju Madinah,Neng mempersiapkan diri untuk i’tikaf bersama Amih Puteri demikian dengan Apih Fahmi segala sesuatunya diingatkan oleh Amih Putri, agar beberapa obat jangan lupa di minum.
Setelah shalat maghrib di Harom, Neng dan Amih Puteri berusaha mencari posisi yang strategis di seputar pelataran masjidil Harom yang beratap,Neng berusaha mencari lokasi yang tampak jelas memandangRukun Aswadiy.
Rukun Aswadiy adalah salah satu sudut (rukun) dari empat sudut Ka’bah yang dibangun Khalilullah sang Nabi Allah Ibrahim As dan puteranya Ismail As, sedang ketiga rukun yang lainnya adalah rukun Iraqi,rukun Syam dan rukun Yamani.
Amih Putri dan Neng duduk diantara ribuan jama’ah yang busana merekadidominasi warna putih jika menghadap lurus ke Kiblat akan tampak batu Hajar Aswad yang bersejarah.
Sebelum melaksanakan salat isya berjamaah bersama imam Masjidil Harom Neng masih sempat melakukan thawaf sunah sendiri, karena Amih Putri akan thawaf sunah menjelang tahajud.
Sepanjang malam waktu ‘itikafNengmasihsempat tertidur sejenak meskipun gemuruh dzikir tak henti – henti singgah dengan makna alam Malakut yang tak kan terlupakan.
Saat tengah malam sempat terjaga,rupanyaAmih Putri masih khusyu’ memandang rukun Aswadiy,merasa kaget menyaksikan Amih Putri masih terjaga,Neng spontan berkata, “Amih kenapa tidak tidur Mih ?” sambil lekat menatap wajahnya.
“Neng,Amih memandang batu Hajar Aswad berasa jauh pengharapan,bisakah Amih tahun depan kembali kesini berumrah . . . . harapan itu seperti hilang jika mengingat usia Amih, apalagi Apih Fahmi”
Sambil memagut tangan Neng, “baiknya Amih kisahkan kehidupan cinta Amih kepada kamu Neng !”
Itikaf telahmenjadicatatantentang keabadian cintaApih Fahmi dan Amih Putri disimpan rapih dalam batin Neng.
Saat diMadinah,di Raudah yang berdesakan dengan teriakan – teriakan paraAskar. Neng tercenung . . .
Apih Fahmi menanam rasa cintanya kepada Amih Putri dengan jeda puluhan tahun, beristri dulu dan beranak hingga sembilan kemudian bercucu, istri pertama meninggal.
Konon sebelum istri pertama sampai empat puluh hari wafatnya,Apih Fahmi segera menikahi Amih Putri yang sudah beberapa tahun ditinggal suaminya.
Neng berfikir rupanya cinta juga bisa ditabung dulu dan Allah berkehendak keduanya dipertemukan dalam pernikahan.
Usia pernikahan Apih Fahmi dan Amih Puteri hingga dua belas tahun seusai pernikahan pertamanya, dan tidak membuahkan keturunan seorangpun juga, mengingat keduanya di pertemukan diusia senja.
Senja itu begitu indah di kota Madinah kami berjalan bergandengan menuju pesawat, saat di tangga Neng mempersilahkan Amih Puteri terlebih dahulu, kemudian Apih Fahmi.
Labbaika Allohumma Labbaik . . . Labbaika laa syarikalaka.
NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community
(sertakan link akun Fiksiana Community)
Ciburial, 16 Jumadil Akhir 1436 H
jam : 17.34
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI