[caption id="attachment_351242" align="aligncenter" width="300" caption="telaten di dunia perpolitikan Indonesia meski super semerawut (dok.pri)"][/caption]
Undangan yang kami terima sehari sebelum acara diselenggakan, tampaknya pihak panitia dari Ikatan Guru Indonesia Jawa – Barat memiliki waktu yang relatif singkat untuk melakukan persiapan, akhirnya yang hadir tampak relatif tidak sesuai dengan
besarnya ruang.
Walaupun demikian Seminar sehari “Evaluasi dan Issue Perubahan Undang – Undang Sisdiknas” di ruang Serba Guna Mesjid Salman ITB, pada 1 Nopember 2014 berjalan dengan berlimpah informasi yang layak di ketahui publik khususnya para guru dan stakeholder.
Istilah : “bagai mendapat durian runtuh” adalah salah satu nasib baik bagi penulis bisa mengenal lebih dekat, dan menyimak pemikiran – pemikiran sederhana akan tetapi sangat mendasar dari seorang anggota dewan selevel Ceu Popong.
Ceu Popong, tampil sederhana dengan make up ala emak – emak jaman baheula, yang paling spesifik dari beliau adalah sasak rambut dan kalimat – kalimat yang meluncur selalu spontan bahasa Sunda dengan intonasi urang Sunda pisan, diantara beberapa yang beliau lontarkan adalah :
Salah Kaprah Guru PAUD
Membicarakan secara umum dan ringkas tentang guru PAUD, hal ini muncul saat salah seorang peserta bertanya tentang kurikulum dan status guru PAUD.
Kata Ceu Popong, baik kurikulum maupun guru PAUD ini teh dari hulunya masih ‘teu pararuguh’ maksudnya bahwa kurikulum dan penyediaan sarana tenaga guru PAUD memang kebijakan dari fihak Pemerintah pusat masih belum jelas.
Ceu Popong melanjutkan penjelasannya :
“Bayangkan saat ini sudah menjadi fenomena di lapangan bahwa alumni SMA yang tidak melanjutkan ke Perguruan Tinggi atau yang drop out mereka itu banyak dimanfaatkan oleh lembaga – lembaga pendidikan untuk mengajar putera dan puteri kita yang tengah masa usia keemasan ( golden age ).”
Masa keemasan adalah masa yang paling strategis menanamkan berbagai aspek tentang moral dengan cara dan metode yang tepat bagi usia dini, tentu sebagian besar dari kita ingat salah satu lagu anak – anak yang sarat dengan perhormatan kepada kedua orang tua :
[caption id="attachment_351246" align="alignright" width="300" caption="tampil cerah, ramah dan sederhana (dok.pri)"]
O . . . Ibu dan Ayah selamat pagi ;
ku pergi sekolah sampai kananti . . .
selamat belajar nak penuh semangat
rajinlah selalu tentu kau dapat
hormati gurumu sayangi teman
selalu gembira dan baik budi
lagu ini sempat populer di masa kejayaan Ibu dan Pak Kasur dan masa keemasan lagu – lagu anak Indonesia yang saat itu dikenal Ibu Sud, maka jika ditarik garis pada saat itu kemasa kini, betapa sangat berbeda baik pengajar selevel Ibu dan Pak Kasur menangani anak – anak Indonesia.
Jadi putera – puteri Indonesia usia dini yang seharusnya ditangani oleh tenaga yang kompeten selevel Ibu dan Pak Kasur ; sekarang berganti kebijakan, maka hal yang kata Ceu Popong paling miris dan ini merupakan salah satu tragedi di dunia pendidikan adalah disaat seorang Kepala Sekolah SD tidak mau menerima calon siswanya yang akan duduk di kelas 1 SD belum bisa membaca !
Maka lanjut Ceu Popong, “tidak heran minat baca anak – anak Indonesia itu jauh sekali di bawah Jepang atau negara tetangga terdekat seperti Malaysia karena masa bermain dan masa keemasan yang harusnya disentuh dengan metode menyenangkan itu dijejali dengan tuntutan harus bisa membaca dan harus bisa berhitung, mereka trauma !
Apa yang di ungkapkan Ceu Popong mungkin ada benarnya karena memang realitasnya demikian, akan tetapi pasti hal ini tidak dimaksudkan untuk mengenalisir sekolah – sekolah yang ada di Indonesia khususnya di wilayah perkotaan.
Maka Ceu Popong berjanji akan menyampaikan kepada rekan – rekan anggota dewan khususnya yang membidangi komisi pendidikan.
Jangan Alergi Terhadap Partai Politik
Ucapan inilah yang paling menghunjam bagi penulis, “iyeuh . . . ceuk Euceu mah urang teh ulah alergilah kana politik teh”
Intinya Ceu Popong menyampaikan kepada forum, hendaknya kita sebagai bangsa Indonesia jangan bersikap alergi terhadap politik, karena melihat suasana perpolitikan yang hingar – bingar dan kita semua menyaksikan sikap anggota partai yang terang bendengar agak kurang terpuji.
Kita semuanya kalau memang memungkinkan harus bisa masuk partai dan sukur jadi anggota dewan.
Penulis merasa ucapannya sederhana tidak berbelit dan dituturkan dengan demikian ke Ibuan, dan salut berat terhadap Ibu Popong Otje Djundjunan yang sempat jadi primadona di gedung dewan saat beliau sempat diberitakan sempat kehilangan palu pimpinan sidang.
http://news.okezone.com/read/2014/10/02/339/1047271/siapa-sih-popong-otje-djundjunan
http://profil.merdeka.com/indonesia/p/popong-otje-djundjunan/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H