Intan Rosmadewi no 76
Sejak menjelang ifthar, sekitar satu jam sebelumnya si kecil Afaren telah merengek dan membujuk kakak – kakaknya agar ia diperkenankan membeli walki talkie barbie dengan alasan “agar tidak ada penjahat dan kita butuh walki talkie itu sebagai alat komunikasi” bahkan hingga adzan maghribpun masih teriak – teriak : “walki talkie . . . walki talkie . . . walkie talkie” diiringi tangisan berisik dan sangat mengganggu.
Semua kakaknya tidak ada yang setuju, disamping harganya yang mahal sekitar enam puluh ribu rupiah, jika telah bosan dengan mainannya ini yakin walki talkie imitasi ini akan menjadi sampah.
Bagi Afaren, belanja menjadi semacam kegemaran yang sulit di bendung, bulan yang lalu ia minta dibelikan kelinci dan hamster yang akhirnyapun mati, karena kurang perawatan
Selalu ada yang di beli dan selalu . . .
Impian untuk segera memiliki kampung halaman baru, adalah salah satu kiat menghindari sikap hedon dan matre khususnya si kecil, kampung dengan rumah yang asri, halaman yang luas, di depan rumah tumbuh bermacam – macam tanaman semacam apotik hidup, perpustakaan sederhana yang lengkap, sungai kecil dengan air yang jernih, tetangga yang guyub, budaya Islam yang terjaga dan paling penting jauh dari macam – macam yang dikenal dengan supermarket, minimarket, mall dan toko – toko yang menjamur semacam outlet – outlet yang tidak penting untuk pertumbuhan si kecil Afaren.
Di kampung impian, biarkan pasar kaget muncul cukup satu pekan satu kali, ingin sekali Afaren tumbuh dengan budaya bersih tanpa memikirkan barang demi barang harus kami tebus dengan uang, tanpa bisa menabung dan berhemat.
Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community
Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H