Dzul Afaren Nasreen adalah puteri kecintaan Ayahanda karena saat akhir hidup sang  lelaki 4 Februari    dengan setia mengantar si bungsu diiringi riang serta penuh bangga. Â
Diciuminya puteri kecil kami ini yang baru duduk di kelas dua SD berseragam putih merah dan kerudung berwiron indah terkesan anggun seperti Malaikat yang baru saja turun dari langit Nya yang ada di atas awan.
Ayah sering mengisahkan tentang lambaian tanganmu diiringi senyum manis itu baginya adalah energi dunia maha dahsyat dan kemudian iapun penuh minat mengantarmu dan mengantarmu lagi anakku.
Sepagi jam tujuh, Bunda harus mengajar di SMP sehingga Ayahlah yang memiliki kesempatan mengantar itu.
Afarenpun lebih sering menolak jika diantar oleh selain Ayah terkesan lelaki setia inilah yang bersekolah sepagi jam enam telah mandi dan berdandan necis dengan iket kepala yang sering bertengger manis diantara rambut keritingnya.
Pagi ini engkau masuk kekelas empat . . . . !
Tanpa Ayah yang mengantar dengan cinta dan setia, tiada Bunda yang membangu n energi pagi karena tengah dalam perjalanan ziarah ke makam Ayah
Bangunlah anakku,
hari mulai berangsur terang, dan beberapa nomor kakakmu telah Bunda hubungi tanpa suara.
Baiklah segera mandi, berkemas dan sarapan secukupnya agar terjaga kesehatanmu.
Tidaklah penting bersedihÂ