[caption id="attachment_341158" align="aligncenter" width="300" caption="Batang tiga warna di Bandung (dok. Pribadi)"][/caption]
Yakin, tidak semua masyarakat kota Bandung nggeuh . . . tentang hari jadi atau ultah tempat ia . . , kita . . , dan mereka menetap.
Memang tahun ini agak berbeda dengan tahun tahun sebelumnya menyaksikan pohon – pohon yang berbalut kain berwarna hijau, kuning dan biru.
Aparat yang sudah mengetahui lebih dulu tentu mereka faham tidak perlu bertanya – tanya ; masyarakat yang jauh dari informasi dan sibuk tidak menyimak pemberitaan bingung saja emang ada apa ya . . . di kota ini kok batang pohon berwarna tiga ! atau bahkan jadi berwarna empat dengan warna batang-nya.
Batang Berbungkus Kain
Sebagian besar masyarakat kota / kabupaten Bandung beberapa hari ini mendapat surprise yang mengundang tanya, dikarenakan ketidak fahaman mengapa di beberapa ruas jalan pohon – pohon yang berjejer, batangnya di bungkus kain tiga warna cukup menarik dan lumayan . . . . mata agak berbinar dan berbeda saja sich, karena hijau, kuning dan biru nyaris mendominasi warna balutan di batang – batang pohon tersebut.
Dari salah satu radio terpantau secara sepintas, selentingan saja konon kota Bandung hut yang ke 204 pada 25 september 2014 dan . . . entah per desa atau perkecamatan ada anggaran 9 juta rupiah untuk membeli kain – kain tersebut . . . ya kalau memang itu dianggarkan mungkin wajar dari satu aspek karena birthday nya . . . kota wajar – wajar saja. Meskipun pasti sajalah ada yang kritis, keberatan dengan anggaran membungkus kain tiga warna tentu kalau di total jadi besar juga.
Sisi positif lainnya warna – warna ini memancing tanya warga apa makna dibalik warna hijau, kuning dan biru yang menjadi salah satu simbol – simbol kota khususnya di Bandung yang WalKotnya Ridwan Kamil tea ya . . .
Tentu saja bagi warga kota yang penasaraan pemaknaannya akan mensearch lewat Bung Google salah satu – nya yang cepat, mudah dan murah.
Kain berwarna Hijau, Kuning Biru
Dari sini (http://infobandung.co.id/sekilas-cerita-dibalik-lambang-dan-bendera-kota-bandung/) di uraikan simbol tiga warna itu, yakni : hijau ( sinopel ) kemakmuran sejuk ; kuning emas : kesejahteraan atau keluhungan dan biru ( azuur ) kesetiaan.
Alangkah bijaknya nenek moyang, pengayom kota Bandung ini dengan memancangkan ketiga simbol warna ini
Kemakmuran ; semua makhluk hidup jenis manusia salah satu cita – cita utamanya kemakmuran, hebatlah simbol hijau lambang kemakmuran, jangankan orang Bandung yang sekeliling kota udah hijau – hijau kendati setiap tahun rawan penebangan juga, khususnya di beberapa ruas jalan pohon – pohonnya sudah jadi incaran penjahat, di Padang Pasir yang tandus aja penduduknya menjadikan kemakmuran adalah cita – cita hidup – nya.
Sejuk ; oke . . . oke pasti hijau itu menyejukan mata, bisa jadi juga maksudnya hijau sejuk ini berlimpah oksigen.Bandung sangat dikenal salah satunya karena udara yang sejuk dan dalam realitas sejuk itu sekarang sudah menjadi kenyataan yang langka juga, disamping penduduknya semakin berlimpah kemudian hutan – hutannya juga sudah banyak yang dikuliti untuk dijadikan hutan beton.
Kesejahteraan; individu – individunya bisa memenuhi berbagai kebutuhan sandang, papan dan pangan sehingga dapat mencapai apapun yang dicita - citakan
Keluhungan ; memiliki seni budaya yang bernilai dan terpelihara baik, apapun itu semua fihak harus berperan
Kesetiaan ; harapan dari simbol warna biru, suatu hal yang butuh loyalitas, dedikasi dan pengorbanan ya go . . . go . . .go
Bersyukur . . . merasa keren sekali dengan simbol tiga warna ini, artinya tidak semua masyarakat faham. Secara bertahap semoga saja bisa dimaknai dalam kehidupan nyata.
Perbedaan Paradigma
Rasanya siapapun yang sempat singgah ke Bali sepintas . . . saja pasti terkesan dengan masyarakat Bali yang sadar budaya dan sadar fungsi dan kontribusi alam semesta ini, diantara yang paling menonjol adalah pemeliharaan alam yang sedemikian prioritas menyatu dengan kehidupan mereka.
Semenjak turun dari Gilimanuk menuju Denpasar “berasa” bahwa alam dipelihara oleh seluruh lapisan masyarakat, sepertinya sistem telah berjalan . . . tentu takjub, dan memang tidaklah sia – sia jika Bali menjadi sedemikian terkenal keseantero dunia, dan semoga paragrap ini bernada subjektif.
‘Agak’ . . . atau mungkin “sangat” kontras antara masyarakat kota Bandung dengan paradigma berfikir masyarakat Bali “menjaga dan bersahabat dengan alam”, contoh kasus aktualnya adalah kain tiga warna yang dipasang dan di selimutkan keseluruh batang kayu baik yang berjejer atau berserakan itu teh dipasang dengan hekter dan sebagian paku kecil . . . praktis memang cuma saja .... ( silahkan . . . kita renungkan bersama )
Dan masyarakat Bali pohon – pohon yang diselimuti dengan kain corak hitam putih kotak – kotak di pasang secara berbudi dengan cara dijahit dan rapih tanpa hekter dan tanpa paku.
Yang penulis tangkap dari cara masyarakat Bali memperlakukan pohon secara demikian bukan berlebihan, mereka sadar betul bahwa oksigen yang kita hirup adalah karena adanya pohon pohon disekitar kita plus . . . adanya kepercayaan bahwa setiap pohon ada penunggu – nya jadi harus di hormati.
Memang mungkin instruksinya pakai hekter, atau memang entah gemana . . .
Jika saja pohon itu dimisalkan tubuh manusia . . . waw harus dihekter, memang tidak logis.
Sebagai salah seorang warga Bandung yang tinggal sejak 1963 apapun adanya Bandung selalu kucinta.
Salam Milad aja Kota Bandung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H