Dua hari menjelang Iedul Fitri 1440 satu tahun yang lalu seorang Nenek yang telah menginjak masa tuanya berumur antara 65 atau mungkin juga sekitaran  75 tahun, segera bergegas mempersiapkan mukena terbaik, dan dua stel pakaian terindah yang dia miliki.
Sejak tiga bulan sebelumnya Nenek Ijah telah berazam ingin berlebaran membersamai lima  orang cucu -- cucunya beserta puteri semata wayang  juga mantunya yang berasal dari negeri seberang.
Akhirnya Nenek Ijah sampai juga di wilayah kaki gunung Manglayang diantar salah seorang puteranya yang bermukim di wilayah Cimahi, Â dan sang putera telah berwanti -- wanti agar Nenek Ijah jangan nekad pulang sendiri menggunakan angkutan umum bakda lebaran.
Sang putera berpesan kirim whatsapps jika sudah benar -- benar akan kembali, ke kampung Nenek Ijah di Sekepicung  atau alternative mudahnya agar Zahra sang puteri memesankan grab jika akan segera kembali.
Sesampainya di Ciporeat Nenek Ijah disambut bahagia oleh kelima cucunya,  Zahra dan Iqbal mantunya yang berasal dari benua berbeda dengan kami di Bandung, tetapi  dalam beberapa hal Iqbal sudah pandai beradaptasi dengan budaya masyarakat Pasundan.
Nenek Ijah memecah rindu terhadap  Zahra dan putra -- puterinya  "ngariung" berbagi kisah tentang persiapan shalat Iedul Fitri yang ingin bersama -- sama melaksanakan di Masjid Ujung Berung.
Merekapun sepakat dan mempersiapkan segala sesuatunya sehingga dua hari kedepan setidaknya bakda shubuh bisa segera order grab agar bisa terangkut semua dan melaksanakan shalat Iedhul Fitri tepat waktu, Â tidak terlambat.
Zahra yang berperawakan standar urang Sunda tinggi sekitaran 180, kulit kuning langsat mata bolak indah dan biasa berbahasa Sunda karuhun halus dengan tata bahasa yang rapih bahkan kelima puteranya dia tanamkan bahasa Sunda dengan sebaik -- baik penempatan, Â meskipun Iqbal Ayah mereka berkomunikasi dengan Inggris Australia.
Iqbal meskipun terbata -- bata selalu berusaha berkomunikasi dengan Ibu Ijah  mertuanya minimalnya dia perjuangkan kalimat sapaan hangat "Ibu kumaha damang"   Nenek Ijah tersenyum ringan menjawab setengah lucu, geli menyimak dialek mantunya yang sedikit asing dan langka  "Alhamdulillah pangesto"  Iqbal berusaha bersalaman dengan hormat dan takzim.
Zahra dan Iqbal mempersilahkan orang tua yang hanya satu -- satunya dengan menempatkan di kamar depan yang khusus ada kamar mandi sederhana, Â paling tidak sang Ibu jika ingin ke toilet malam hari tidak perlu ke kamar mandi belakang yang agak jauh. Â
Suasana religious di wilayah Ciporeat terasa kental, Â karena Nenek Ijah rutin mendengar lengkingan adzan yang merdu setiap waktu shalat datang. Â Tentu saja sebagai seorang tua yang sudah terikat dengan kehidupan dunia merasa nyaman dengan suasana desa, Â sawah -- sawah di beberapa petak sejuk menghijau saat melewati gerbang masuk desa Ciporeat salah satu wilayah yang terletak di kaki gunung Manglayang.